UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – Maqdir Ismail, pengacara Sjamsul Nursalim angkat bicara terkait penyataan mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Kwik Kian Gie yang menyatakan Sjamsul Nursalim masih memiliki utang Rp 3,7 trilyun.
Maqdir mengatakan, utang itu telah dihapuskan, melalui keputusan KKSK pada tahun 2004, No. 02/K.KKSK/02/2004. Dalam keputusan itu nilai utang petambak ditetapkan setinggi Rp 100 juta atau totalnya senilai Rp 1,1 trilyun, dan sisanya sebesar Rp 3,7 trilyun dihapuskan.
Utang itu berasal dari para petani plasma yang bekerja sama dalam konsep inti-plasma Dipasena di Lampung. Saat itu untuk membangun Dipasena, BDNI mengucurkan kredit untuk tambak udang seluas 30, 290 hektar dengan jumlah petani plasma sebanyak 11 ribu.
Untuk membangun tambak seluas itu dan menyediakan infrastuktur, hingga bibit udang, BDNI mengucurkan ke petani tambak senilai Rp 1,1 trilyun.
“Utang tersebut dalam mata uang dolar, karena hasil tambak juga dalam bentuk dolar. Dan utang itu tidak cash, namun dalam bentuk sarana dan prasarana tambak.”
“Pada saat krisis utang tersebut ikut membengkak, karena meroketnya kurs mata uang dolar, dari Rp 2800/US menjadi hampir Rp 17.000. Itulah kenapa hutang Dipasena totalnya menjadi 4,8 trilyun,” kata Maqdir, dalam pesan tertulis, Rabu (7/6).
Manurutnya, keberadaan Dipasena merupakan salah satu perwujudan kebijakan pemerintah pada saat itu. ”Kebijakan pemerintah kan memberikan kredit kepada petani, kepada petambak dalam format loan to farmer, agar mereka bisa bersama-sama dengan perusahaan inti menikmati pembangunan bersama,” jelas Maqdir.
Dipasena menjadi salah satu aset Sjamsul yang diserahkan BPPN untuk melunasi utang BLBI Bank BDNI. Lehman Brothers, sebagai penilai independen saat itu menyebut Dipasena memiliki valuasi sebesar Rp 19 trilyun.
“Itu wajar dong, nilai ekspor per tahun Dipasena saja sebesar Rp 3 trilyun,” tutur Maqdir.
Bila sekarang ditanyakan kepada petambak, apakah mereka pernah mendapat kucuran kredit ya pasti mengelak semua, karena memang diberikan dalam bentuk infrastruktur, hingga bibit, dan petambak hanya mengolah saja.
Ketika Kwik Kian Gie menjadi Menteri Perekonomian pada tahun 1999-2000, ada keinginan untuk mengubah perjanjian MSAA. Berdasarkan keputusan KKSK, KEP. 20//M.EKUIN/04/2000. Dalam keputusan itu dikatakan utang petani tambak ditetapkan maksimal Rp 135 juta atau total, Rp 1,3 trilyun dari total Rp 4,8 trilyun. Utang Rp 3,7 trilyun dialihkan dan ditagihkan kepada pemegang saham Dipasena dan Wachyuni Mandira.
Ketika Kwik berhenti, Menko Perekonomian dijabat oleh Rizal Ramli. Selaku ketua KKSK, Rizal Ramli mengeluarkan putusan yang menganulir Kwik Kian Gie. Melalui keputusan KKSK No: KEP.02/K.KKSK/03/2001, mengatakan utang petani tambak ditetapkan maksimal Rp 100 juta, jadi total 1,1 Rp trilyun. Utang Dipasena ditetapkan Rp 1,9 trilyun dengan menggunakan kurs dolar USD 1= Rp 7000, tidak dialihkan kepada pemegang saham, sebagaimana yang telah diputuskan KKSK sebelumnya.
Era pemerintahan berganti, Rizal Ramli diganti oleh Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, selaku Menteri Perekonomian sekaligus ketua KKSK. Pada 13 Februari 2004, KKSK mengeluarkan Keputusan No. KEP.02/K.KKSK/02/2004, dalam putusan itu dikatakan, nilai utang petani tambak maksimal Rp 100 juta atau total Rp 1,1 trilyun.
Dengan penetapan nilai utang maksimal maka dilakukan penghapusan atas sebagian utang pokok secara proporsional sesuai beban utang masing-masing petambak plasma dan penghapusan seluruh tunggakan bunga dan denda.
Penanganan selanjutnya terhadap kewajiban para petambak plasma Dipasena termasuk apabila dilakukan melalui mekanisme penjualan, dilakukan oleh lembaga yang menerima pengalihan hak tagih BPPN. Dan adanya keputusan itu, maka keputusan KKSK sebelumnya, yakni KEP. 20/M.EKUIN/04/2000 dan KEP. 2/K/KKSK/03/2001 dinyatakan tidak berlaku.
Ketika BPPN ditutup oleh pemerintah, maka penanganan Dipasena kemudian diserahkan kepada Kementerian Keuangan, termasuk hak tagih Dipasena. Lantas di mana ada kerugian negara, aset diserahkan kepada ke kementerian keuangan, karena tugas BPPN berakhir.(gatranews.com)
Discussion about this post