Gerakan homoseksualitas di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Hendri Yulius, penulis buku coming out sekaligus pengajar kajian gender dan seksualitas, pernah memaparkannya di sebuah artikel yang berjudul sejarah gerakan gay di Indonesia. Dia mengutip Dede Oetomo, aktifis.
UTUSANINDO.COM – Gerakan homoseksualitas di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Hendri Yulius, penulis buku coming out sekaligus pengajar kajian gender dan seksualitas, pernah memaparkannya di sebuah artikel yang berjudul sejarah gerakan gay di Indonesia. Dia mengutip Dede Oetomo, aktifis HIV/AIDS dan pendiri Gaya Nusantara.
Antara kurun waktu 1981-1983 perdebatan homoseksualitas menjadi wacana nasional. Hal itu ditandai dengan banyaknya media yang mengangkat isu homoseksualitas. Bahkan, di dalam makalahnya yang berjudul Charting Gay Politics in Indonesia, Dede dengan berani menyebut bahwa media di Indonesia sudah meliput isu homeseksual sejak akhir 1970-an.
Kini, setelah lebih dari empat dekade, para gay masih terus eksis. Bahkan, sampai berusaha menuruti hasrat seksual layaknya pasangan heteroseksual. Baik secara terang-terangan, maupun sembunyi-sembunyi.
Seperti yang terjadi di Surabaya. Pada Minggu dini hari (30/4), warga Kota Pahlawan terbelalak dengan apa yang ditemukan polisi. Malam itu, Satreskrim Polrestabes Surabaya menggrebek sebuah pesta besar di sebuah hotel bintang 3 di Jalan Diponegoro.
Peserta pesta eksklusif itu lelaki semua. Mewadahi para gay untuk saling bertukar cerita, berkeluh kesah, saling share pengalaman, sampai having fun memuaskan hasrat seksual.
Inisiator pesta tersebut bernama Jarot Pahala Andrias Ferdianto. dikutip dari JawaPos.com berkesempatan untuk mewawancarai pria gemulai sarjana ekonomi tersebut. Meski setengah malu-malu, Andrias banyak bercerita kiprahnya sebagai penggagas acara privat tersebut. Mulai kisah dirinya sendiri yang tumbuh di lingkungan feminim, hingga keputusannya untuk mengumpulkan para gay dalam satu ruangan.
Si Bungsu yang Tak Punya Panutan Maskulin
TUBUHNYA kurus. Kulitnya kuning langsat. Senin (1/5) siang, dia mengenakan baju tahanan Polrestabes Surabaya warna merah tanpa rangkap kaos, serta celana bokser super mini saat ditemui JawaPos.com. Andrias, sapaan akrabnya, langsung mengambil duduk. Kakinya disilangkan anggun. Gayanya memang kemayu, lemas, gemulai seperti perempuan.
Nada suaranya lirih. Sedikit malu, Andrias kemudian mau menceritakan mengapa dirinya menyukai sesama jenis. “Saya anak terakhir dari lima bersaudara. Kakak saya perempuan semua,” ceritanya.
Sejak kecil, Andrias memang dibesarkan dengan penuh lembut dan kasih sayang. Jarang dibentak, apalagi sampai dipukul orang tuanya. Sebab pada dasarnya dia memang anak yang anteng.
Semasa sekolah, teman-temannya memang lebih banyak kaum hawa. Pria berusia 43 tahun itu tidak risih, meskipun memang tidak sedikit dari teman-teman cowoknya yang mencemooh. Saat bersekolah, Andrias masih tidak berpikiran untuk suka terhadap laki-laki. Dia hanya merasa nyaman berkawan dengan perempuan. Sebab, dia bisa bercerita bebas. “Baru benar-benar suka laki-laki itu, saat kuliah,” tutur pria asal Jombang tersebut.
Kala itu, seingatnya sekitar 1993, ada seorang kakak tingkatnya di kampus yang mengenalkannya pada dunia homoseksual. Dia diajak ke sebuah rumah. “Di sana banyak cowoknya. Dari sana saya kenal dunia (homoseksual, red) ini,” ucap pria lulusan sebuah Universitas Negeri di Surabaya itu.
Sejak itulah, secara perlahan-lahan dia berani mendeklarasikan diri suka cowok. Di Facebook, dia tidak malu untuk mengungkapkan jati dirinya sebagai gay. Bahkan di salah satu statusnya, dia terang-terangan mencari pacar cowok. Akun FB-nya juga real. Dia memajang foto aslinya, dan berteman dengan kebanyakan akun cowok.
Tentu, pada awalnya keluarga besarnya syok ketika anak laki-laki yang seharusnya tumbuh maskulin, justru menjadi sosok yang lemah lembut. “Tapi, sekarang orang tua sudah tahu dan menerima kondisi saya,” sebut pria yang membuka rental PlayStation tersebut.
Lambat laun, pertemanannya dengan sesama gay meluas. Dia berselancar di jagat maya. Mulai facebook, BBM, sampai aplikasi khusus gay.
Dulu dia pernah memanfaatkan Hornet Chat, sebuah aplikasi yang berisi gay. Cara kerjanya simple. Cukup menekan mode pencarian, maka akan muncul para pengguna lain yang radius domisilinya berada di sekitar tempat tinggal Andrias. “Tapi sekarang aplikasi itu sulit dibuka. Lemot jaringannya,” ungkapnya.
Sekarang, Andrias lebih banyak memakai BBM. Dia menyebarkan pinnya tanpa malu-malu. Dia pun sering mengobrol personal dengan penyuka sesama jenis lainnya. Lewat aplikasi pesan instan itu pula dia menyebarkan ajakan pesta gay. Pesan broadcast dia sebar ke semua orang yang ada di kontaknya. Siapa yang berminat tatap muka, diharuskan untuk membayar sejumlah uang. “Kontak BBM saya ada sekitar 1.500 orang,” bebernya.
Andrias menyebut, dirinya tidak mengejar kepuasan seksual. Pesta yang digelar itu tidak melulu soal seks atau berhubungan badan. Dia lebih ingin mengumpulkan orang-orang yang punya nasib sama. Yang merasa termarjinalkan di lingkungannya. “Yang mau gitu (berhubungan badan) ya silakan. Saya nggak cuma nyari itu,” tegasnya.
Bertukar Cerita, Pesta, Sampai Pertunjukan Go Go Boy
SEBELUM digrebek polisi, Andrias mengaku pernah menggagas pesta serupa di kota lain. Sebelum Surabaya, pesta gay itu dia laksanakan di sebuah hotel di Madiun, maupun Jogjakarta. Namun pesertanya sedikit, tidak seperti di kota Pahlawan.
Di Surabaya sendiri, bukan kali pertama dia membuat acara itu. Dia pernah menjadikan sebuah hotel bintang 4 di kawasan Ngagel sebagai tempat pesta. Sasarannya, kota-kota besar karena biasanya lebih banyak peminat. “Pesertanya sekitar 15 orang kalau ramai,” akunya.
Lebih lanjut dia mengatakan, tidak ada kode khusus bagi orang yang ingin bergabung. Yang penting, mereka membayar di tempat. Murah saja, dia mematok Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Uang itu disebutnya sebagai pendaftaran yang nantinya dipakai membayar kamar hotel.
Meskipun harus mengeluarkan duit untuk patungan menyewa hotel, Andrias juga berbaik hati bagi gay yang berkantong cekak. Alias, tidak punya fulus sama sekali. Biasanya yang model seperti itu disebutnya sebagai gay yang cuma berorientasi pada seks.
“Kadang saya tombok (membayari, Red) kalau memang uang hotelnya kurang,” jelas Andrias.
Bagi Andrias, dia tidak mau ambil pusing soal itu. Sebab, peserta pesta gay lainnya juga memberi restu bagi yang tidak punya uang. Poin penting dalam pesta itu adalah, soal kecocokan. Itu sudah dia tegaskan di awal ajakan yang tersebar lewat broadcast BBM.
Rules-nya, tidak boleh ada yang memaksakan hubungan intim. Bagi siapapun yang cocok, dipersilakan untuk lanjut ke ranjang. Bagi yang tidak berkenan, tidak jadi masalah. Aturan lainnya, begitu ikut acara, harus mau menanggalkan pakaian.
Pria yang mengaku sarjana ekonomi itu menambakan, selama ini lebih memilih untuk menikmati pesta tanpa embel-embel seks. “Saya cuma senang bisa mengumpulkan yang lain. Orientasi saya cuma ngobrol-ngobrol, saling bercerita. Saat polisi datang, saya nggak ngapa-ngapain,” lanjutnya.
Meski mengaku tidak berorientasi seksual, Andrias mengemas pestanya dengan maksimal. Misalnya, menantang para peserta untuk menjadi Go Go Boy. Itu adalah istilah bagi para gay untuk menari telanjang. Aturannya sama seperti penari striptease pada umumnya, berani dan berminat bisa menari erotis.
Menanggalkan pakaiannya satu per satu hingga akhirnya benar-benar telanjang bulat.Para peserta yang berminat, dan penampilannya menghibur bakal mendapat hadiah. “Dari uang pendaftaran itu hadiahnya,” imbuhnya.
Namun, pada acara yang berujung penggerebekan polisi itu tidak ada Go Go Boy. Sebab, dari 14 orang yang ada di dalam kamar 314 itu hanya membangun chemistry lewat obrolan santai, menonton film gay, dan tentu saja, berhubungan badan.
Lebih dari dua kali menggelar persta gay, Andrias mengaku puas. Sebab, antusiasme warga sangat besar. Menurutnya, itu menunjukkan di Surabaya banyak pria homoseksual, maupun biseksual. Buktinya, dari acara yang sudah digelar, Andrias sering mendapati peserta baru.
Namun, dia tidak lagi bisa membuat pesta serupa karena terancam mendekam di penjara cukup lama. Andrias sendiri sempat menangis saat polisi merilis pesta gay tersebut pada Minggu (30/4) siang. “Saya malu saja sampai seperti ini,” sebutnya.
Menyesal, Tapi Susah Mengubah Kodrat
Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga (kiri) menunjukkan barang bukti berupa senjata tajam. Di sampingnya, para pelaku pesta seks yang kini mendekam di bui. (Drian Bintang Suryanto/Jawa Pos)
ANDRIAS benar-benar lemas saat pesta yang digagasnya digrebek polisi. Kini, dia harus tidur beralaskan dinginnya lantai penjara. Entah berapa lama dia akan berada di hotel prodeo untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Saya menyesal, nggak akan bikin gini (pesta gay) lagi. Meski saya nggak bisa mengubah kodrat (suka sesama jenis, Red),” terangnya saat ditanya apa yang akan diperbuatnya setelah menjalani hukuman nanti.
Bagi Andrias, sulit untuk menghilangkan rasanya untuk tidak menyukai pria. Dia sendiri sebenarnya sudah mau menikah dengan perempuan. Tapi hal itu urung terlaksana. “Calon saya meninggal kena kanker otak,” ucapnya.
Dengan kondisinya saat ini, dia tidak tahu apakah masih ada perempuan yang mau menikah dengannya kelak.
Selama perjalanan hidupnya, Andrias mengaku sudah dua kali menjalin tali asmara dengan sesama pria. Yang pertama, awet hingga tujuh tahun. Yang kedua berlangsung sampai dua tahun.
Dua kisahnya kandas di tengah jalan. Sama-sama gagal karena ada orang ketiga. “Mantan pacar saya dua-duanya selingkuh, sama laki-laki lain,” bebernya lirih.
Selama berpacaran, dia pernah menjalani dua peran berbeda. Pernah berperan sebagai laki-laki dan perempuan. “Awal-awal saya ada di top (gay yang memposisikan diri sebagai laki-laki, red) lalu terakhir-terakhir jadi bottom (gay yang memposisikan diri sebagai perempuan),” paparnya.
Dia memerankan hal itu sesuai nalurinya. Andrias sendiri ogah asal-asalan memilih pasangan. Dia tidak mau merajut tali asmara kalau ujung-ujungnya cuma berhubungan badan. Orientasi dirinya bukan sekadar seks.
Meskipun kemayu dan suka sesama jenis, Andrias tetap menonjolakan identitasnya sebagai pria jika hidup di lingkungan sehari-hari. Hatinya boleh lemah lembut. Tapi dia tidak akan merubah penampilannya. “Saya nggak bakal pakai rok, macak, berpenampilan kayak perempuan. Karena saya bukan banci,” tegasnya. (id/JPG)
Discussion about this post