UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – Komisioner KPAI Periode 2017/2022, Retno Listyarti, mengatakan,sangat bersyukur di negeri ini lahir YLBHI dab LBH, Karena sebagai warga yang buta hukum dan memperjuangkan keadilan hukum,tetapi tidak tak mampu membayar pengacara. Maka YLBHI dan LBH dapat mengadu.
“Saya adalah salah satu warga negara Indonesia yang sangat bersyukur di negeri ini lahir YLBHI dan LBH. Sebagai warga yang buta hukum dan ingin memperjuangkan keadilan hukum, tetapi tak mampu membayar pengacara, maka LBH-YLBHI adalah tempat saya mengadu dan meminta bantuan hukum. Tidak terasa, saya sudah menjadi klien YLBHI-LBH Jakarta selama 12 tahun, terhitung sejak 2005”, ujar Retno Dalam Realise tertulis kepada Utusan Indo com, Senin,(18/9/2017).
Menurutnya, dirinya memiliki rekam jejak pembelaan YLBHI-LBH Jakarta terhadap warga,pertama, pada tahun 2005 di somasi oleh Akbar Tanjung (AT) sebesar Rp 10 Milyar karena buku teks pelajaran PPKN yang tulis memuat kasus bulogate.
“Dalam buku tersebut, saya mengutip artikel Kompas tentang Dissenting Opinion atau pendapat hakim yang berbeda dalam keputusan pembebasan AT. Saya kemudian di gugat AT secara perdata ke PN Jakarta Utara. Saat itu, saya tidak tahu harus kemana untuk mencari bantuan hukum, kasus ini kemudian menjadi pintu masuk saya mengenal YLBHI dan LBH Jakarta. YLBHI kemudian menjadi pembela saya dalam kasus ini”, ujarnya
Kemudian, kata, Retno,saat kebijakan UN sebagai penentu kelulusan 100%, dirinya ikut bergabung dengan para guru, orangtua siswa dan masyarakat utuk melalukan gugatan warga negara atas kebijakan UN, kebijakan tersebut kami anggap melukai keadilan masyarakat terutama peserta didik. LBH Jakarta kemudian menjadi kuasa hukum kami dan keputusan pengadilaan mulai dari PN (2006) sampai Mahkamah Agung (2009) memenangkankami sebagai penggugat. Pihak yang digugat kala itu adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan dan Ketua BSNP.
Dijelaskan, Retno, saya dan kawan- kawan guru mendirikan organisasi profesi guru bernama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada 2011, kami sejak tahun 2012 akhirnya mendapatkan tempat berkumpul yang tepat dan sesuai dengan visi dan misi FSGI yaitu “Mendorong Terwujudnya Pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di Indonesia”. Ujarnya.
LBH-YLBHI di mata para guru FSGI telah menjadi ruang semua warga untuk bertemu, menyampaikan pendapat, berdiskusi, dan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan Nilai-nilai Hak Asasi Manusia, Demokrasi, dan Rule Of Law. Seluruh korban hak asasi manusia datang dan mendapatkan bantuan hukum, termasuk para guru FSGI yang kemudian kerap melakukan advokasi berbagai kebijakan pendidikan yang dinilai tidak adil dan mengancam kualitas pendidikan.
Ditambahkannya,pada Februari tahun 2015 saat saya menjadi Kepala SMAN 3 Jakarta, saya di laporkan ke Polda Metro Jaya oleh orangtua siswa yang anak-anaknya melakukan pengeroyokan terhadap warga kemudian diputuskan dalam rapat dewan guru untuk di beri sanksi skorsing (bukan dikeluarkan), dasar pertimbangan pemberian sanksi justru untuk tetap menjamin hak-hak atas pendidikan di peroleh para siswa.
“Saat itu, LBH Jakarta menjadi kuasa hukum saya, sampai akhirnya polisi menyatakan tidak ada unsure tindak pidana dari pemberian sanksi oleh SMAN 3 Jakarta”,katanya.
Sesuai semangat LBH, prinsip negara hukum dan kode etik profesi dan bantuan hukum, semua didampingi tanpa pandang bulu, tidak memandang suku, agama, ras, keyakinan politik, golongan dll.
Kelima, Pada Mei tahun 2015, saya sebagai Kepala SMAN 3 Jakarta mengalami pencopotan jabatan secara sewenang-wenang oleh Pemprov DKI Jakarta. Atas keputusan tersebut, saya didampingi LBH Jakarta melakukan gugatan ke PTUN. Ketika saya mendapatkan hujatan dari semua pihak dan pembullyan di media social, LBH Jakarta tetap mempercayai dan menguatkan saya, bahkan ketika saya mendapatkan ancaman akan dipecat, LBH Jakarta begitu lantang membela saat mediasi di Ombudsman RI sebelum kami memasukan gugatan ke pengadilan.
Pendampingan terakhir LBH Jakarta ini adalah pendampingan yang paling berkesan bagi saya. Saya yang merasa betul-betul dihabisi “karirnya” dan di hancurkan nama baiknya oleh oknum tertentu di pemerinntahan, serta merasa dijauhi banyak pihak, ternyata LBH Jakarta menjadi pihak yang paling memmbangkitkan rasa percaya diri saya untuk terus berjuang, dan saya mendapatkan semangat untuk memperjuangkan hak asasi saya.
Saya akhirnya mendapatkan keadilan dalam hukum, semua keputusan pengadilan memenangkan seluruh gugatan kami, mulai dari PTUN Jakarta (Januari 2016), PT TUN DKI Jakarta (Mei 2016) dan MA (Desember 2016). Kini, hubungan saya dengan pemprov DKI Jakarta pun sudah pulih kembali. Bahkan, saya pun mendapatkan ijin dan rekomendasi untuk mengikuti seleksi pemilihan Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dari unsur pemerintah.
Para pengacara public LBH Jakarta sangatlah professional, kritis, berani, tajam dalam berpikir dan memiliki hati nurani. YLBHI-LBH adalah tempat bagi para pencari keadilan yang miskin, buta hukum dan tertindas untuk mendapatkan keadilan hukum. Oleh karena itu, saya sangat mengecam keras peristiwa minggu malam 17 September 2017 dimana ratusan massa datang mengepung gedung LBH, meneriakkan ancaman mengerikan, melakukan stigma dan tuduhan-tuduhan tidak berdasar, serta mencoba masuk, melempari dengan batu dan melakukan provokasi-provokasi, serta mencoba membuat kerusuhan. YLBHI dan LBH Jakarta adalah rumah rakyat yang seharusnya tidak mendapat perlakuan seperti itu.
Saya juga memberi apresiasi tinggi atas respon dan perlindungan aparat Kepolisian malam itu, yang sudah bekerja keras melindungi rekan-rekan yang di dalam gedung, menjelaskan kepada massa tentang acara yang sebenarnya, meminta massa untuk membubarkan diri bahkan terpaksa melontarkan gas airmata, mengendalikan situasi dan bertindak tegas menegakkan hukum dan konstitusi. (Realise/can)
Discussion about this post