UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – Pemerintah memiliki komitmen memerangi berita bohong (hoax), Presiden bahkan mengajak pemuda di ASEAN menggunakan media sosial secara positif. Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah dalam memerangi hoax. Sayangnya, terjadi fenomena baru, hoax yang jadi trending topik media sosial, justru dikapitalisasi oleh media mainstream.
Memperingati hari kemerdekaan pers dunia 2017, Eko Sulistyo, Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan, mengajak seluruh jajaran media massa nasional agar tidak terjebak adagium bad news is a good news. Media jangan terus mengejar rating atau menjadikan rating sebagai acuan.
“Kalau terjebak adagium bad news is a good news, maka media bisa jadi bagian dari penyebar hoax. Rating jangan menjadi berhala, tapi soal misi sosial dan mandat sosial media itu menjadi penting,” kata Eko dalam diskusi ‘Memerangi Hoax, di arena World Press Freedom Day 2017, JCC, Jakarta, 1 Mei 2017.
Ia mencontohkan berita hoax kedatangan 10 juta pekerja asal Cina adalah bagian dari pra-kondisi untuk menciptakan bawah pemerintah ini pro-Cina, pro-Komunis dan anti Islam. Padahal isu 10 juta tenaga asing ini, dari sisi apapun mudah dibantah, karena perpindahan orang dalam waktu singkat dalam jumlah yang banyak mestinya jadi satu persoalan sendiri.
“Kalau kita tidak melawan hoax, demokrasi pasti akan terganggu. Demokrasi butuh oksigen segar. Ruang demokrasi butuh informasi yang bersih,” katanya. Di sisi lain, ia menyampaikan selain pendekatan hukum, penanganan hoax bisa dilakukan dengan pendekatan holistik, misalnya dengan pendekatan literasi.
Turut hadir dalam diskusi ini Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Wina Armada, Ahli Kelirumologi Jaya Suprana.(bn/setpr)
Discussion about this post