UTUSANINDO.COM,(JAKARTA)- Tampaknya, keingininan untuk merealisasikan Nawacita Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, bakal galal.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Menko Perekonomian, Darmin Nasution, gagal memenuhi harapan Presiden Joko Widodo untuk merealisasikan Nawacita di tataran praksis.
Demikian dikatakan analis politik, Lukman Hakim, S.Sos., M.Si, saat diwawancara redaksi, beberapa saat lalu (Sabtu, 15/4). Lukman mengatakan, maksud Jokowi menggaungkan Nawacita sejak masa kampanye Pilpres adalah agar agenda tersebut menjadi agenda politik utama dan instrumen etika pemerintahannya kelak.
“Yang ini belum terwujud. Para menteri belum memahami Nawacita Jokowi. Saya melihat pemahaman tersebut tidak terealisasi di kementerian-kementerian,” ungkap Lukman.
Salah satu menteri yang paling vital dan tampak gagal mengejawantahkan Nawacita adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Hal ini terlihat nyata dalam program Tax Amnesty.
Di mata Lukman, Sri Mulyani dan Darmin Nasution seolah terlalu asyik memberi “angin surga” kepada para konglomerat, tetapi mereka melupakan tujuan utama program tersebut yaitu membangun perekonomian dari bawah.
“Sri Mulyani dan Darmin belum berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi di 7 persen karena sibuk menarik pajak dan mengampuni konglomerat, tetapi lupa tujuannya. Buat apa meningkatkan pendapatan pajak kalau tidak membawa kesejahteraan buat rakyat kecil,” kata pengajar di Universitas Moestopo (Beragama) ini.
Lukman yakin Jokowi sendiri tidak puas dengan pencapaian tax amnesty karena secara riil pertumbuhan ekonomi tidak meningkat. Tax amnesty seolah sekadar “meninabobokan” rakyat dengan slogan pajak untuk rakyat
“Perintah Jokowi yang paling jelas itu adalah mampu mencari solusi alternatif untuk pertumbuhan ekonomi. Bukan sekadar pertumbuhan di atas, tapi dari bawah. Artinya, sektor informal bisa tumbuh. Dari sudut pandang politik, saya lihat para menteri ekonomi tidak bisa menerjemahkan,” ucap Lukman.
ukman sendiri memahami Nawacita Jokowi berpihak kepada keseluruhan komponen ekonomi, terutama UMKM dan kelompok ekonomi informal. Kelompok ekonomi ini yang seharusnya jadi “ibu” dari ekonomi nasional.
Dari pengamatan politiknya, Lukman menganggap waktu sekarang ini adalah yang terbaik untuk melakukan perombakan kabinet. Menurut dia, persoalan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan sangat berkorelasi dengan isu radikalisme dan SARA yang mengancam persatuan nasional saat ini.
“Lebih cepat, lebih tepat.Jangan sampai didahului kepentingan yang merongrong pemerintahan. yang menyebarkan isu radikalisme, anti kebihnnekaan. Saat ini bangsa kita mudah sekali dimasuki isu-isu itu. Radikalisme itu akibat kemiskinan dan ekonomi rakyat bawah tidak berjalan,” tutup Lukman.(rmol)
Discussion about this post