UTUSANINDO.COM,(JAKARTA)- Tampaknya,praktik bisnis penyelundupan benih atau baby lobster (juvenile) kian mengkhawatirkan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat angka tangkapan dua tahun terakhir meningkat.
Namun ada yang perlu diperhatikan dari bisnis haram ini. Praktik penyelundupan benih lobster ternyata melibatkan sindikat internasional, mirip seperti narkoba.
“Kita tidak hanya menindak para kurir yang sangat sulit sekali melacaknya, penyelundupan ini menggunakan jaringan terputus,” ungkap Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPMKHP) dikutip kumparan.com, Rabu (12/4).
Dari temuan kasus yang ditangani BKIPMKHP, model penyelundupan benih lobster hampir mirip dengan narkoba. Biasanya mereka menggunakan jasa kurir untuk mengirimkan paket dari pengirim ke pemesan.
“Kita tangkap dia tidak bisa sebut, kurir hanya menyimpan koper di satu titik tanpa tahu siapa yang akan ambil koper tersebut dan tidak tahu isinya apa, dia hanya diperintahkan membawa dari satu lokasi ke Singapura atau Batam. Persis narkoba karena harganya bagus, hanya di narkoba sudah jelas hukuman mati, kalau di sini masih belum,” papar Rina.
Saat ini, ada 4 kasus besar yang sedang ditangani oleh BKIPMKHP dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah. Dari 4 kasus tersebut, 3 di antaranya sudah putus yaitu sindikat Dasimi Cs dan Jackson Cs di Bali serta Handi Cs di Lombok. Sedangkan 1 kasus masih menunggu keputusan Pengadilan yaitu sindikat Bahrain Cs.
“Kenapa kita fokus ke bandar? karena melihat track recordnya Dasimi Cs ini sudah 58 kali melakukan penyelundupan selama 1 bulan saja dengan nilai Rp 160 miliar, berarti bisa dua hari sekali dia menyelundupkan,” tuturnya.
Sebagai gambaran, BKIPMKHP mencatat selama 2015 jumlah kasus penyelundupan benih lobster yang berhasil diungkap mencapai 542.953 ekor dengan nilai Rp 27,3 miliar. Sedangkan di tahun 2016 angkanya membengkak menjadi 1.346.484 ekor dengan nilai Rp 71,7 miliar. (kumparan)
Discussion about this post