UTUSANINDO.COM(PADANG)- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat menginformasikan temuan terkait adanya penyelewengan anggaran tersebut dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN) berinisial JSN, yang merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (Prasjaltarkim) Sumbar (sekarang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang).
Dugaan Korupsi mencapaii 46 milyar rupiah dengan modus surat pertanggung jawaban (SPj) fiktif terkait soal penggadaan tanah untuk pembangunan insfratruktur di Sumatera Barat.
Dalam SIARAN PERS LBH PADANG Nomor: 01/S.Pers/LBH-PDG/I/2017 yang kami terima Sabtu (21/1/2017).
Dikatakan bahwa mengetahui hal tersebut, pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat belum menyerahkan persoalan tersebut ke aparat penegak hukum, karena memberikan waktu 60 hari bagi JSN untuk mengklarifikasi sekaligus mengembalikan kerugian negara, terhitung sejak 25 November 2016 serta, mengklaim bahwa pelaku merupakan pemain tunggal (berita Padek, 6/o1/2017).
“Sehubungan dengan hal tersebut, klaim pihak Pemerintah Provinsi Sumbar yang menyatakan bahwa pelaku dugaan SPj fiktif adalah tunggal merupakan kesimpulan yang terlalu prematur sehingga patut disesalkan,” sampai Direktur LBH Era Purnama Sari.
Dikatakan Era selain diketahui dilakukan selama kurun waktu tahunan dengan angka yang terbilang fantastik, juga karena belum adanya penelusuran mendalam atau pengembangan kasus di level penegak hukum.
Sedangkan terkait tindakan Pemprov Sumbar menunda penyerahan persoalan tersebut ke ranah penegakan hukum selama 60 hari, dengan alasan menyediakan waktu pengembalian kerugian keuangan negara, tidak boleh dipahami sebagai cara yang memberikan peluang “impunitas” bagi pelaku sehingga terbebas dari jeratan pidana, namun hanya hanyalah salah satu faktor yang meringankan (penjelasan Pasal 4 UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tipikor).
“Perihal ini jelas diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada prinsipnya menyatakan bahwa, Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
Bahkan, langkah pelaku yang mencicil kerugian negara yang diakibatkannya (yang sampai saat ini diketahui belum mencapai 10 Miliar), semakin meneguhkan sinyal terjadinya tindak pidana korupsi oleh ASN dilingkungan Dinas Prasjaltarkim tersebut, sehingga dapat membantu sekaligus menjadi dasar penting bagi aparat penegak hukum untuk menelusuri serta melakukan serangkaian tindakan penegakan hukum lainnya, ” ujar Era.
Maka LBH Padang berkesimpulan, perbuatan JSN dalam kasus pemalsuan SPj fiktif ini, telah tergolong tindak pidana korupsi sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan, khususnya Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa,
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
“Sehingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat untuk segera memproses, mengusut tuntas dan atau menindak tegas kasus SPj Fiktif atau penyelewengan anggaran di Dinas Prasjaltarkim Sumbar (sekarang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) yang diperkirakan mencapai 46 miliar rupiah tersebut,” tegas Era Purnama Sari SH.( Mn)
Discussion about this post