UTUSANINDO.COM,(JAKARTA)- Tampaknya, kekerasan di Myanmar telah menjadi sorotan masyarakat internasional, termasuk Indonesia. Jakarta menyerukan kepada junta militer di Myanmar untuk menyelesaikan persoalan di negara bagian Rakhine secara damai.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pemerintah terus memantau aksi kekerasan di Rakhine, bahkan Senin lalu (21/11) telah memanggil Duta Besar Myanmar untuk Indonesia. Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga berbicara melalui telepon dengan menteri muda urusan luar negeri Myanmar untuk menanyakan perkembangan yang ada sekaligus menyampaikan pandangan Indonesia.
“Pada intinya yang disampaikan adalah keprihatinan Indonesia terhadap situasi keamanan dan jatuhnya korban di Negara Bagian Rakhine. Tentunya Indonesia mengharapkan pemerintah Myanmar bisa segera memulihkan situasi di Rakhine. Kita menekankan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia bagi seluruh masyarakat di Rakhine, terhadap minoritas Islam, dihormati dan dijaga,” ujar Arrmanatha, dalam jumpa pers mingguan di Pejambon hari Rabu (23/11),
Arrmanatha mengatakan Indonesia akan terus mendukung program reformasi yang tengah dilakukan Myanmar dan pembangunan secara inklusif di Rakhine. Terlebih karena sebagai negara yang sama-sama memiliki keanekaragaman etnis dan budaya, Indonesia dan Myanmar punya tantangan yang sama dalam menjaga keberagaman. Termasuk dalam menghadapi gerakan separatis.
Dalam pembicaraan melalui telepon Senin (21/11) lalu itu, otorita berwenang Myanmar mengatakan akan membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki kekerasan di Rakhine.
“Mereka menginformasikan kepada Ibu Menlu bahwa pemerintah mereka sudah membuka akses kemanusiaan untuk membantu masyarakat di Rakhine. Ibu menteri menegaskan bantuan kemanusiaan harus bersifat inklusif dan tidak membedakan antara etnis ada di sana dan ditanggapi secara positif,” tambah Arrmanatha.
Aksi kekerasan di negara bagian Rakhine terjadi sejak awal Oktober lalu, ketika 300-an gerilyawan Islam menyerbu tiga pos perbatasan di kota kecil Maungdaw. Sembilan polisi penjaga perbatasan tewas dan sejumlah amunisi disita. Aksi pembalasan pun datang tanpa ampun.
Organisasi HAM Human Rights Watch Senin lalu menyatakan hampir 1.000 rumah di desa-desa komunitas Muslim Rohingya dibakar dan warganya terpaksa mengungsi.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan pemerintah Indonesia harus membantu muslim Rohingya yang mengungsi ke Indonesia.
“Saya harapkan dalam hal ini kita harus mengedepankan kemanusiaan. Jadi harus menyelamatkan dulu nyawa manusia termasuk pengungsi Rohingya di Indonesia diperlakukan dengan baik. Mengenai proses berikutnya nanti kita atur,” kata Fadli.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 30 ribu warga Myanmar mengungsi ke berbagai negara setelah militer menyerbu permukiman mereka. Namun, pemerintah Myanmar berkilah tentara hanya menjalankan tugas mencari kelompok teroris bertanggung jawab atas serangan di kota perbatasan.
Muslim Rohingya adalah kelompok minoritas yang tidak diakui di Myanmar. Pencabutan kartu identitas penduduk – yang dikenal sebagai “Kartu Putih” bagi orang Rohingya – oleh pemerintah Myanmar mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat mereka nekat mempertaruhkan nyawa mengarungi laut demi menyelamatkan diri dan mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Sejak 31 Maret 2015 sekitar 300 ribu “Kartu Putih” sudah diminta dikembalikan oleh pihak berwenang dan dinyatakan tidak berlaku. Padahal dengan kartu itu warga Rohingya bisa memberikan suara dalam pemilu dan mendapatkan hak-hak kewarganegaraan lainnya.
Sekitar 1,3 hingga 1,5 juta jiwa warga Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine, yang terletak di antara perbatasan Myanmar dan Bangladesh.
SUMBER: vOA/fw/em
Discussion about this post