UTUSANINDO.COM, Jakarta, Selasa 8 November 2022 – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai menteri yang tidak harus mengundurkan diri ketika mencalonkan sebagai presiden pada pemilihan umum (pemilu), berpotensi menimbulkan conflict of Interest
Keputusan MK itu sudah inkrah yang sifatnya final dan mengikat, jadi kita tentu tidak perlu memperdebatkannya dan harus dihormati bersama. Namun begitu, kita perlu mempertanyakan dasar-dasar dari keputusan yang di ambil oleh Mahkamah Konsitusi itu, ujar Guspardi, Senin (7/11).
Menurutnya, putusan MK akan berdampak luas antara lain terganggungnya kerja pemerintahan, potensi penyalahgunaan kewenangan, dan penggunaan fasilitas negara. Ini yang menjadi sorotan dari masyarakat.
Ketika Menteri tidak perlu mundur dan hanya cuti tergantung Presiden apakah mengizinkan atau tidak. Di satu sisi presiden harus menghormati hak seseorang mencalonkan diri sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden, di sisi lain Presiden menyadari apabila menteri tidak mundur, kinerja di pemerintahan bisa terpengarauh dan akan berpotensi terganggu. Dan itu tentu membuat dilema Presiden, ulas Politisi PAN itu.
Legislator dapil Sumatera Barat 2 itupun menerangkan bahwa Undang-Undang No.39/2008 tentang Kementerian Negara menegaskan bahwa Menteri ditugaskan untuk membantu Presiden menjalankan tugas konstitusionalnya. Jika seorang Menteri mencalonkan diri jadi Presiden dan tidak mundur dari jabataanya, apakah ada jaminan bisa fokus bekerja dan tidak memanfaatkan fasilitas yang melekat dengan jabatannya ketika melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Menteri akan lebih fokus pada pemenangan di Pilpres berbeda dengan kepala daerah yang tidak harus mundur ketika maju mencalonkan diri kembali, wilayahnya kecil. Sedangkan pemilu presiden berskala nasional. Bayangkan ada 34 provinsi dan 500 lebih kabupaten/kota, medannya luas. Banyak konsekuensi dari sisi apapun.
Sekalipun diperbolehkannya Menteri tidak perlu mundur jika mencalonkan jadi Capres dan Cawapres sesuai keputusan MK, akan lebih baik Menteri tersebut bersikap ksatria bersedia mengundurkan diri. Agar lebih etis secara etika politik dan lebih fair serta tidak menimbulkan spekulasi negatif dari masyarakat. Ya sebaiknya ya mengundurkan diri dan bersikap ksatria. “Bagaimanapun jabatan Menteri bagian dari potensi yang bersangkutan mendulang suara untuk kemenangannya di Pilpres ,” urai pak Gaus
Sementara itu, diharapkan kepada Presiden Joko Widodo bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi hal ini. Bisa saja Presiden me non-aktifkan atau melakukan resuffle untuk para pembantunya [Menteri] yang di calonkan oleh partai politik sebagai capres ataupun cawapres pada perhelatan demokrasi 2024, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara nomor 68/PUU-XX/2022 menyatakan, Menteri atau pejabat setingkat menteri tidak perlu mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. Dalam putusan itu, MK menerima sebagian permohonan gugatan yang diajukan Partai Garuda terkait Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu.
“Menyatakan frase ‘pejabat negara’ dalam pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7/2017 tentang pemilu … bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,” kata Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang daring, Senin (31/10).
Discussion about this post