UTUSANINDO.COM –
- KINERJA INDUSTRI JASA KEUANGAN DI SUMATERA BARAT
Eskalasi ketidakpastian global yang terus berlangsung menciptakan sejumlah risiko dan tantangan baru bagi sejumlah negara yang terdampak Pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020. Pukulan ganda dari pandemi Covid-19 dan konflik Rusia dan Ukraina turut memperburuk gangguan rantai pasokan (global supply disruption), meningkatkan tekanan inflasi, dan menurunkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global.
Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan (supply-demand imbalance) telah mendorong lonjakan harga komoditas global yang selanjutnya menyebabkan tingkat inflasi melonjak di berbagai negara hingga melampaui kondisi normal sebelum terjadinya pandemi.
Di tengah momentum pemulihan ekonomi global yang masih terus bergerak lesu, kondisi Indonesia termasuk yang paling baik dan memiliki risiko default terendah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya.
Dalam perkembangan terkini, Indonesia justru menunjukkan performa impresif dengan resiliensi fundamental yang semakin membaik di tengah tekanan eksternal maupun internal yang kian menantang. Hal ini salah satunya terlihat dari tingkat yield obligasi yang berada dalam batas aman (<10%).
Tangguhnya perekonomian Indonesia juga tercermin dari performa sektor manufaktur yang terus menggeliat, optimisme keyakinan konsumen yang tetap tinggi, surplus neraca perdagangan yang berlanjut, dan besarnya cadangan devisa.
Dari sisi pasar keuangan domestik, meskipun terdapat potensi aliran dana asing keluar (capital outflow) karena meningkatnya risk-off investor, namun demikian dengan porsi kepemilikan asing saat ini (<20%) diharapkan mampu menopang stabilitas pasar keuangan domestik dari guncangan ekonomi global.
Ke depan, seiring pemulihan ekonomi yang terus berlanjut diperlukan adanya kolaborasi antara Pemerintah dengan Otoritas Fiskal dan Moneter dalam menyusun kerangka kebijakan yang komprehensif serta sinergitas dari pelaku usaha maupun masyarakat agar Indonesia tetap tangguh mengatasi berbagai tantangan global.
Sejalan dengan proses pemulihan ekonomi di Indonesia, kinerja industri jasa keuangan di Sumatera Barat posisi Juni 2022 tumbuh positif di tengah meningkatnya tekanan inflasi dan pelemahan ekonomi global. Aset perbankan Sumbar tumbuh 8,82% (yoy), Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 6,44% (yoy). Kredit tumbuh sebesar 8,43% (yoy), dengan profil risiko yang masih terjaga pada level terkendali dengan Non Performing Loans (NPL) gross tercatat sebesar 2,07%.
Perbankan syariah Sumatera Barat juga menunjukan kinerja yang menggembirakan, Aset dan Pembiayaan Perbankan Syariah tercatat tumbuh masing-masing sebesar 14,12% (yoy) dan 13,53% (yoy), Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 21,05% (yoy) dan Rasio Non Performing Finance (NPF) masih terjaga di posisi 2,00%.
Sementara untuk kinerja BPR dan BPRS di Sumatera Barat juga mengalami pertumbuhan positif. Kredit tumbuh sebesar 7,29% (yoy) dengan Rasio Non Performing Loans (NPL) sebesar 7,61%. Dari sisi penghimpunan dana, Dana pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 9,22%. Fungsi intermediasi BPR dan BPRS cukup baik terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 94,33%, dan rasio permodalan (CAR) yang terjaga pada 28,06%.
Untuk Industri Keuangan Non Bank, khususnya Perusahaan Pembiayaan, pada Juni 2022, Piutang Pembiayaan mengalami pertumbuhan 1,46% (yoy), dan Non Performing Loans mengalami perbaikan menjadi 2,91% dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar 4,28%. Sedangkan dari Industri Pasar Modal, jumlah Single Investor Identification (SID) terus mengalami peningkatan.
Pada posisi Juni 2022, SID didominasi oleh Investor Reksa Dana yang mencapai 119.753 Investor dan kemudian disusul oleh Investor Saham sebanyak 57.361 investor, Investor Surat Berharga Negara (SBN) baru tercatat sebanyak 4.955 investor. Investor Efek Beragun Aset (EBA) baru sebanyak 3 investor. Dari 57.361 investor saham 70,01% dinominasi oleh investor dengan usia 30 tahun ke bawah. Jumlah SID Investor Saham tumbuh sebesar 50,79%, dengan total nilai transaksi s.d. Juni 2022 adalah sebesar Rp8,82 Triliun, tumbuh sebesar 5,89% (yoy).
Kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan bagi debitur yang terdampak penyebaran Covid-19 dinilai telah memberikan dampak positif bagi perkembangan industri jasa keuangan di Sumatera Barat serta juga pelaku usaha dan masyarakat yang terdampak. Sampai dengan posisi Juni 2022, Industri Perbankan di Sumatera Barat telah memberikan restrukturisasi kredit/pembiayaan kepada 72.023 Debitur dengan outstanding sebesar Rp5,60 Triliun.
Selama periode restrukturisasi kredit/pembiayaan perbankan berjalan, restrukturisasi kredit/pembiayaan dengan jumlah debitur tertinggi berada pada posisi bulan Juni 2020 dengan total 151.807 debitur, sedangkan jumlah outstanding kredit/pembiayaan tertinggi pada bulan September 2020 sebesar Rp10,15 Triliun.
Pada posisi Juni 2022 Perusahaan Pembiayaan telah memberikan restrukturisasi pembiayaan kepada 95.388 Debitur dengan outstanding sebesar Rp3,71 Triliun.
Selama periode restrukturisasi perusahaan pembiayaan, jumlah debitur dan outstanding pembiayaan masih terus mengalami peningkatan setiap bulannya, sejak awal program restrukturisasi bulan Mei 2020 yang hanya berjumlah 3.451 debitur dengan outstanding Rp18,29 Miliar.
Selain itu, OJK juga mendorong perbankan berperan aktif dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional, antara lain melalui penyaluran KUR. Untuk penyaluran KUR, posisi Juni 2022, outstanding KUR yang telah disalurkan perbankan Sumatera Barat tercatat Rp5,38 Triliun kepada 92.551 debitur.
- KINERJA FINTECH PEER TO PEER LENDING DI SUMATERA BARAT
Penyelenggaraan fintech peer to peer lending atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) sudah diatur oleh OJK melalui Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tanggal 29 Juni 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Sampai dengan tanggal 31 Mei 2022, jumlah lender pada layanan fintech peer to peer lending tersebut di Sumatera Barat telah mencapai 2.295 rekening dengan borrower sebanyak 175.149 rekening.
Adapun total pembiayaan yang telah disalurkan layanan fintech peer to peer lending mencapai Rp3,31 Triliun dengan outstanding mencapai Rp419,19 miliar, dengan tingkat Wanprestasi Pinjaman di atas 90 hari (TWP 90) atau rasio NPL sebesar 1,48%.
Sampai dengan tanggal 18 Mei 2022, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 102 penyelenggara.
Daftar penyelenggara dimaksud diperbarui secara berkala dan dapat diakses pada website OJK.
OJK mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK.
Relis
Discussion about this post