UTUSANINDO.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan kepada penyelenggara Pemilu yakni KPU-Bawaslu serta aparat Gakkumdu untuk berkomitmen dalam menindak tegas setiap pelanggaran Pemilu khususnya money politik yang menjadikan pesta demokrasi menjadi ajang transaksional.
Hal itu diungkapkan Tito usai acara Webinar Nasional Untuk Pembekalan kepada Seluruh Pasangan Calon dan Penyelenggara Pemilu, yang digelar Kemendagri bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Sasana Bhakti Praja, Jakarta, Selasa, (20/10).
“Saya mohon dengan hormat kepada jajaran penegak hukum KPK, kemudian Polri, Kejaksaan, saya sudah sampaikan juga kalau ada oknum yang berbuat demikian (agar) ditindak tegas, untuk memberikan contoh kepada yang lain, memberikan efek deterens kepada yang lain. Jangan sampai pesta demokrasi menjadi pesta yaitu transaksional,” tandas Mendagri.
Mendagri mengatakan, selama 25 hari masa kampanye pelanggaran yang dilakukan cukup beragam, mulai dari masalah netralitas hingga masalah kerumunan massa.
Kemendagri mencatat, sejak 26 September hingga 10 Oktober 2020 terdapat 9.189 pertemuan terbatas.
Dari jumlah itu, 256 di antaranya masuk kategori pelanggaran, lantaran menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan peserta di atas 50 orang. Namun, pelanggaran itu tidak semasif seperti pada waktu pendaftaran bakal paslon.
“Jika dihitung persentasenya lebih kurang 2,7 persen, jadi kurang dari 3 persen. Artinya, relatif kecil, tapi bukan berarti ditoleransi,” ujarnya.
Meskipun terbilang kecil jumlahnya, sambung Mendagri, terhadap pelanggaran itu sudah diberikan tindakan, terutama oleh Bawaslu.
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) 13/2020 bahwa kampanye dalam bentuk rapat umum dilarang secara tegas.
Sebaliknya, yang diperkenankan hanyalah pertemuan terbatas dengan jumlah peserta maksimal 50 orang.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri turut memberikan beberapa arahan dalam pembekalan singkat itu tentang potensi tindak korupsi pada saat Pilkada.
Seperti diketahui korupsi terjadi terbanyak terungkap oleh KPK di saat-saat tahun politik 2015, 2017 dan 2018.
Lebih jauh, Firli mengungkapkan, hingga Juli 2020 sudah banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, yaitu 21 Gubernur dan 122 Bupati/Walikota, termasuk wakil kepala daerahnya.
Untuk itu, Firli mengingatkan agar calon kepala daerah memegang prinsip kejujuran dan integritas.
Pasalnya, jika terpilih, seorang kepala daerah memiliki kewenangan dan otoritas yang luar biasa untuk mengurus pemerintahan dan mengelola keuangan daerah.
Itulah kenapa KPK secara proaktif membuat program pencegahan korupsi bagi para calon kepala daerah ini dengan melibatkan partai politik (parpol) pada momentum Pilkada.
“Kita juga membuat program politik berintegritas kita bekerja sama dengan partai politik, pimpinan parpol supaya tidak terjadi kasus korupsi di dalam kegiatan-kegiatan politik,” pungkasnya Firli menambahkan (RMOL)
Discussion about this post