UTUSANINDO.COM, (AROSUKA) – Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Solok, H. Gusmal, Dt. Rajo Lelo, SE, MM mengatakan, Masih adanya praktik jual beli tanah pusako tinggi di Minangkabau menuai berbagai komentar dan kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Pasalnya masyarakat Minang tidak mengenal kata jual untuk pusako tinggi namun dalam kenyataannya pusako tinggi itu tetap diperjual belikan dengan alasan-alasan tertentu.
Harta pusako tinggi merupakan harta peninggalan dari nenek moyang orang Minangkabau yang diturunkan secara turun menurun dan tidak dapat diperjualbelikan. Apabila dalam keadaan mendesak, harta pusako tinggi ini dapat digadaikan dengan beberapa persyaratan serta dengan mempertimbangkan alasan-alasan tertentu.
Dalam penjualan pusako tinggi ini dilalui dengan birokrasi yang panjang mulai dari musyawarah mufakat dalam suatu kaum tersebut, untuk membuat surat pernyataan kaum yang ditandatangani oleh seluruh anggota kaum sampai pembuatan aktajual beli di PPAT. Jika ada anggota kaum yang tidak setuju jual beli dapat dibatalkan dan dianggap telah melanggar ketentuan hukum adat Minangkabau.
Terjadinya praktik jual beli tanah pusako tinggi di Kabupaten Solok, tepatnya di Jorong Palokoto Nagari Dilam Kecamatan Bukit Sundi menuai kritik dari Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Solok, H. Gusmal, Dt. Rajo Lelo, SE, MM yang juga merupakan orang nomor satu di daerah tersebut.
Gusmal mengatakan tanah pusako tinggi di Minangkabau adalah milik komunal atau milik kaum secara bersama, semua anggota kaum berhak atas pusako itu, katanya saat dihubungi melalui whatsapp, Kamis (13/08/2020).
“Apapun yang akan dilakukan di atas tanah itu harus berdasarkan kesepakatan dan biasa nya diserahkan penguasaan nya kepada kemenakan sesuai ungkapan ganggam lah ba untuk hiduik lah ba padok,” ungkap Gusmal menyikapi pemberitaan Topsumbar.co.id pada Kamis, (13/08/2020) dengan judul “Jual Beli Tanah Pusako Tinggi di Nagari Dilam Berujung di Kepolisian“.
Gusmal mengungkapkan bahwa masing-masing anak kemenakan diberi kewenangan menguasai nya sesuai kesepakatan kaum. Sesuai adat kita tanah pusako tinggi tidak boleh dijual dan tidak boleh digadai. Jual tak dimakan bali, gadai tak dimakan sando, kecuali tiga perkara, rumah gadang ketirisan, gadih gadang tak balaki, mayat terbujur di atas rumah, sambung Gusmal.
“Sekarang zaman sudah berubah masa sudah berganti sudah banyak pusako tinggi yang dijual kaum nya karena kebutuhan pembangunan. Tak dapat dielakkan baik oleh Pemerintah maupun swasta, maka seharus nya apabila ada maksud menjual tanah pusako tinggi harus lah sepakat semua isi kaum tanpa kecuali agar tidak menjadi persoalan di lain hari,” tegas Bupati Solok yang pernah menjabat dua periode ini.
Sementara, Muslan Muharta, SH mantan Wali Nagari Dilam dua periode (2003 s.d 2013) mengungkapkan bahwa dari segi hukum siapapun yang merasa dirugikan berhak untuk mengajukan gugatan sesuai dengan persoalan yang dialami oleh Kaum Malayu Gantiang Jorong Batukarak Nagari Dilam.
Namun, dengan telah terjadinya persoalan tersebut, Ia berharap setiap masalah sako dan pusako sebaiknya diselesaikan dalam nagari, harapnya.
Ia juga menyatakan, dalam penerbitan sertifikat seperti masalah Kaum Malayu Gantiang Jorong Batukarak Dilam.
“Hal yang seperti itu tidak sesuai dengan sepengetahuan saya, sebab, dulu ketika masih menjabat sebagai wali nagari, pernah masyarakat mengurus sertifikat ke badan pertanahan, karena ada gugatan dari pihak lain, sampai saat sekarang ini sertifikat nya terhenti proses nya dan tidak keluar,” katanya mengakhiri.
(TIM)
Discussion about this post