UTUSANINDO.COM- Salah satu tahapan penting dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 adalah Pemutakhiran Data Pemilih.
Pemutakhiran Data Pemilih sendiri melalui proses yang cukup panjang sampai akhirnya membuahkan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.19 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas PKPU Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih Dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan wakil Walikota,
Pemutakhiran data pemilih adalah kegiatan yang memperbaharui data Pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari Pemilu atau Pemilihan Terakhir yang di mutakhirkan oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota dibantu oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dengan mempertimbangkan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan dan dilakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklit).
Proses coklit sendiri dilakukan oleh PPDP dengan bertemu langsung dengan Pemilih dari rumah ke rumah. Sehingga proses coklit sendiri, maknanya bahwa PPDP melakukan verifikasi secara factual.
Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) sendiri diartikan sebagai daftar penduduk yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada KPU RI yang dianggap sebagai pemilih potensial dalam pemilihan.
DP4 akan dianalisis dan disesuaikan dengan daftar pemilih tetap pada pemilu atau pemilihan terakhir lalu digunakan pada saat pencocokan dan penelitian.
Agar lebih jelas, Peraturan KPU No.19 Tahun 2019 mendefinisikan DP4 sebagai data yang disediakan oleh Pemerintah berisikan data penduduk yang memenuhi persyaratan sebagai Pemilih pada saat Pemilihan diselenggarakan.
Dalam pengertian sederhananya adalah data penduduk yang berpotensi sebagai pemilih, sehingga perlu dilakukan coklit untuk mencocokkan dan meneliti data pemilih dimaksud apakah sudah sesuai dengan KTP-el.
Lantas apa saja syarat pemilih di Indonesia? Pemilih adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara atau sudah/pernah menikah. Penjelasan lebih jauh tertera dalam PKPU No. 19 tahun 2019 tentang perubahan atas PKPU No. 2 tahun 2017.
Di sana disebutkan bahwa syarat pemilih–selain sudah genap berumur 17 tahun atau lebih pada hari pemungutan suara atau sudah pernah menikah–orang tersebut seyogyanya tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Orang tersebut juga harus berdomisili di daerah Pemilihan yang dibuktikan dengan E-KTP. Dalam hal pemilih tersebut belum mempunyai E-KTP, dapat menggunakan Surat Keterangan yang diterbitkan dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil setempat.
Syarat lainnya adalah pemilih tidak sedang menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Sebagaimana kita ketahui bahwa orang dengan dua profesi ini tidak diperbolehkan untuk memilih kecuali sudah dinyatakan pensiun dari institusinya.
Nah, bagaimana dengan pemilih yang belum genap berumur 17 (tujuh belas) tahun pada hari pemungutan suara tetapi sudah/pernah kawin? Pemilih seperti ini berhak untuk memilih dengan catatan menunjukkan bukti berupa akta perkawinan/buku nikah, Kartu Tanda Penduduk Elektronik, atau Surat Keterangan.
Permasalahan yang kerap muncul saat pemilihan adalah nama pemilih tidak terdaftar pada daftar pemilih, sementara pemilih tersebut merasa sudah memenuhi syarat untuk memilih.
Ada beberapa kemungkinan yang membuat masyarakat berpotensi tidak terdaftar di dalam DPT yaitu bisa karena desanya terisolir, belum terdaftar dan tidak memiliki E-KTP, pengungsi akibat bencana alam, berpindah tempat tinggal tanpa melaporkan perpindahan, dan kurangnya kesadaran pemilih untuk mengikuti proses pemutakhiran daftar pemilih.
Pemutakhiran data pemilih menjadi krusial dan perlu dilakukan dengan seksama dan seyogyanya diawasi tidak saja oleh penyelenggara pemilihan yang berwenang yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melainkan juga oleh masyarakat yang peduli pada terciptanya data pemilih yang akurat, mutakhir dan berkualitas.
Hal tersebut diatas dikarenakan pencetakan jumlah surat suara pada saat pemilihan sama dengan jumlah DPT ditambah dengan 2,5 % dari jumlah DPT di TPS tersebut. Apabila banyak pemilih yang tidak terdaftar maka peluang kehilangan hak pilih semakin besar karena kurangnya jumlah surat suara yang tersedia di TPS.
Pemutakhiran Data Pemilih Sebagaimana dikatakan sebelumnya, proses pemutakhiran data pemilih diawali dengan penyerahan DP4 dari pemerintah kepada KPU paling lambat 6 (enam) bulan sebelum hari pemungutan suara dan ditembuskan ke Bawaslu.
DP4 yang diberikan setidak-tidaknya memuat nomor urut, nomor induk kependudukan, nomor Kartu Keluarga; nama lengkap; tempat dan tanggal lahir; jenis kelamin; status perkawinan; alamat jalan/dukuh; Rukun Tetangga (RT); Rukun Warga (RW); jenis disabilitas; dan status perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
Setelah itu, KPU akan menganalisis DP4 serta selanjutnya melakukan sinkronisasi antara DP4 tersebut dengan daftar pemilih tetap pada pemilu atau pemilihan terakhir. Analisa dan sinkronisasi ini meliputi penambahan pemilih pemula, menambahkan pemilih baru, dan memutakhirkan elemen data pemilih.
Pemilih baru tidak hanya yang baru berumur 17 tahun pada tanggal pemilihan diselenggarakan melainkan termasuk mereka yang baru saja berubah statusnya dari status anggota TNI dan Polri menjadi status sipil.
Setelah analisa dan sinkronisasi dilakukan, KPU wajib menyampaikan hasil analisis dan sinkronisasi DP4 kepada KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan Pemutakhiran Data Pemilih.
KPU/KIP di tingkatan kota dan kabupaten menyusun daftar Pemilih berdasarkan data hasil sinkronisasi dari KPU dengan membagi Pemilih untuk tiap TPS paling banyak 500 (lima ratus) orang dengan tidak menggabungkan Pemilih dari kelurahan/desa atau nama lain yang berbeda pada TPS yang sama; tidak memisahkan Pemilih dalam satu rukun tetangga atau nama lain pada TPS yang berbeda; tidak memisahkan Pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda.
Pembagian pemilih untuk tiap TPS juga harus memudahkan Pemilih; memperhatikan hal-hal berkenaan dengan aspek geografis serta jarak dan waktu tempuh menuju TPS dengan memerhatikan tenggang waktu pemungutan suara. Daftar Pemilih ini akan disampaikan kepada PPK dan PPS untuk diteruskan kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). PPDP bertugas mendatangi tiap rumah tangga demi mencocokkan data DP4 sesuai fakta di lapangan.
Kegiatan ini lebih dikenal dengan sebutan Pencocokan dan Penelitian (Coklit). Proses coklit meliputi mencatat Pemilih yang telah memenuhi syarat, namun belum terdaftar dalam daftar Pemilih dengan menggunakan formulir Model A.A-KWK.
Lalu memperbaiki data Pemilih jika terdapat kesalahan dan mencoret Pemilih yang telah meninggal serta mencoret Pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain. Selain itu juga mencoret Pemilih yang telah berubah status dari status sipil menjadi status anggota TNI atau Polri.
Pemilih yang belum genap berumur 17 (tujuh belas) tahun dan belum menikah pada hari pemungutan suara juga wajib dicoret. Begitu juga dengan pemilih yang telah dipastikan tidak ada keberadaannya setelah melakukan konfirmasi kepada keluarga, tetangga, atau pengurus RT/RW turut dicoret.
Pemilih yang sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap pun wajib dicoret. PPDP juga bertugas mencatat keterangan Pemilih berkebutuhan khusus pada kolom jenis disabilitas serta mencoret Pemilih yang berdasarkan identitas kependudukan bukan merupakan penduduk pada daerah yang menyelenggarakan Pemilihan.
Setelah semuanya selesai maka hasil coklit diberikan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk dicek kelengkapan dokumen, kesesuaian pengisian dan kesesuaian jumlah hasil coklit. Apabila sudah lengkap dan benar, PPS menyusun daftar pemilih hasil pemutakhiran berdasarkan hasil coklit PPDP.
Proses coklit sangat penting dilakukan dengan benar dan tepat prosedur oleh PPDP. Mengapa demikian? Proses coklit merupakan kegiatan aktif yang dilakukan oleh PPDP dengan mendatangi langsung Pemilih dari rumah ke rumah untuk mencocokan dan meneliti kesesuaian data pada formulir model A.KWK (Berisi daftar pemilih hasil singkronisasi DPT Pemilu terakhir dengan Data DP4).
Sehingga seiring berjalannya waktu, maka masih dimungkinkan terdapat Pemilih yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS) lagi sebagai pemilih masih terdaftar dalam Formulir Model A.KWK. Tentu daftar pemilih dalam Formulir Model A.KWK belum akurat karena proses penyusunannya dilakukan ditingkat KPU dan KPU Kabupaten/Kota (dengan kata lain masih diatas meja), maka untuk memastikan kebenaran data dilakukan proses coklit (Faktual) oleh PPDP.
Sesuai dengan PKPU Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga atas PKPU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, proses pemutakhiran data pemilih saat ini (8 Agustus 2020 saat tulisan ini dibuat) masih dalam tahapan coklit (15 Juli – 13 Agustus 2020).
Kemudian PPS melakukan penyusunan Daftar Pemilih hasil Pemutakhiran mulai tanggal 7 Agustus s.d 29 Agustus 2020. Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (Hasil Coklit) sendiri bukanlah data yang final walaupun sudah ditetapkan menjadi DPS ditingkat KPU Kabupaten, sebab masih ada proses uji public dalam bentuk pengumuman DPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat, sehingga ketika ada masyarakat yang sudah memenuhi syarat sebagai Pemilih namun belum terdaftar maka dapat melaporkan ke PPS untuk dimasukan dalam Daftar Pemilih, demikian juga jika ada pemilih yang TMS dan masih masuk dalam daftar pemilih, maka dapat disampaikan untuk di coret dari daftar pemilih.
(Penulis: Musa. J., adalah Ketua KPU Kabupaten Bengkayang Periode 2018-2023)//
Laporan : Kurnadi
Discussion about this post