UTUSANINDO.COM, (Padang) – Anggota Dewan Pendidikan Sumatera Barat Khairul Jasmi menyesalkan adanya persoalan penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK tahun pelajatan 2020/2021.
“Apapun caranya, calon peserta didik jangan dirugikan. Ini pekerjaan tahunan, masa tak bisa. Tiap tahun sekolah menerima siswa baru. Seharusnya malah berjalan makin baik, tapi ini malah tambah kacau,” kata KJ
Selama ini, orangtua hanya pasrah ketika anaknya tak bisa masuk sekolah negeri. Namun yang membuat orangtua marah, proses pendaftaran yang kacau, pantas mereka marah.
“Para kepala Dinas Pendidikan jangan hanya pandai menghindar-hindar. Hadapi aspirasi masyarakat itu. Itulah risiko jabatan. Kalau tidak bisa mengatur Pendidikan, mundur saja. Saya kira masih banyak yang berkompeten,” tambahnya.
Dinas Pendidikan harus mencarikan jalan keluar, sehingga anak-anak itu bisa sekolah. Ia mengingatkan dari sekarang, hentikanlah promosi sekolah favorit.
Menurutnya PPDB itu bagus, yang tak bagus pelaksanaannya. Tahun depan pelaksanaannya harus sebagus dengan sistemnya.
“Syarat PPDB soal zonasi, batas usia sebaiknya ulangi sosialisinya. Jangan mau buka PPDB baru disosialisasi. Itu tak masuk,” katanya lagi.
Pemerintah harus menjamin anak Indonesia, anak Minang bisa sekolah di negeri sendiri. Kalau sudah penuh kuotanya baru ke swasta.
PPDB adalah hal yang baru. Hal-hal baru selalu memerlukan pemahaman yang luas.
“Sekarang orangtua pada menangis. Ini kesalahan kebijakan masa lampau yang membangun sekolah-sekolah favorit. Akibatnya semua orang ingin sekolah favorit. Kini waktu PPDB muncul surat domisili dekat sekolah favorit itu. Masalah muncul ulah pemerintah sendiri,” tambah KJ.
Ia menerangkan, sistem internet PPDB itu sejak awal dikerjakan siswa SMK di Sumbar. Sebagai pemula mereka sudah hebat. Masalah ada pada server yang kecil. Ibarat lemari. Buku banyak, lemari kecil, nggak muat.
UNP diminta turun tangan untuk memperbaiki server error. Ketika UNP turun tangan, selesai masalah. Acungan jempol untuk SMK.
Untuk ke depannya sebaiknya jika menyangkut keperluan massal seperti PPDB, persoalan IT harus diserahkan pada profesional baik swasta atau PTN.
Selain pernyataan Khairul Jasmi, praktisi hukum di Sumbar Ardyan menambahkan, adanya indikasi Surat Keterangan Domisisli (SKD) palsu, maka akan berhadapan dengan hukum, sesuai undang-undang administrasi keoendudukan (Adminduk), 24/2013, perubahan UU no 2006, dengan sanksi maksimal 10 tahun penjara.
“Bagi pengguna 6 THN, fasilitasi, menganjurkan, menudahkan 7 thn, dan yang mencetak SKD tersebut sanksi kurungan 10 tahun, untuk hal tersebut Polisi harus pro-aktif menyelidikinya,” tegas Ardiyan.
Ditambahkannya, pola zonasi dan usia juga menlanggar UU Pendidkan, yang sampai saat ini belum berganti.
“Keputusan Mentri dan kepala daerah tentang zonasi serta usia siswa, melanggar undang-undang pendidikan, karena tidak satupun tertera dalam undang-undang batas usia serta lokasi runah, untuk bisa diterima pada sekolah negri, dan yang pasti, amanah undang-undang wajib belajar, jika sudah terlanjur terapkan dari awal, bukan siswa yang akan melanjut tapi harus dimulai dari tingkat dasar atau SD, yang untuk melanjut tidak dibebankan dengan batas usia, jangan manfaatkan pandemi untuk alasan,” tegas Ardyan
Tambah Ardyan lagi, saat ini, semua komponen masyarakat merasa dirugikan dan dapat menyebabkan kondisi kurang kindisif. (Relis/chan)
Discussion about this post