UtusanIndo.com,(Jakarta) -Indonesia tidak hanya sebagai negara ketiga terbesar di dunia setelah China dan India untuk potensi pasar sepeda motor, tetapi juga menjadi salah satu basis produksi bagi produsen otomotif kelas dunia. Hal ini mendorong pemerintah untuk fokus memprioritaskan pengembangan industri kendaraan sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Disaat Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan, sepeda motor justru memberikan kontribusi yang signifikan dengan total nilai ekspor dari CBU, CKD dan komponen sebesar USD1,2 miliar pada tahun 2017,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan Indonesia Motor Show 2018 di Jakarta, Rabu (31/10).
Sementara, ekspor sepeda motor hingga bulan September 2018 mencapai 450 ribu unit. “Untuk terus mendorong peningkatan ekspor, industri otomotif kita harus melakukan reorientasi dalam menjadikan pasar domestik sebagai base load untuk ekspor,” tegas Menperin.
Ditargetkan ekspor sepeda motor bisa mencapai 10 persen dari total produksi. Ini sesuai dengan sasaran dari pelaksanaan Making Indonesia 4.0 yang sedang dikembangkan oleh pemerintah. Jadi, setidaknya ekspor akan mencapai 600 ribu unit untuk tahun ini.
Daya saing industri sepeda motor di Indonesia juga dinilai cukup kompetitif, dengan didukung total produksi yang sudah tembus hingga 6 juta unit pada tahun 2017. Selain itu, sektor ini ditopang sebanyak 1,5 juta orang yang terdistribusi pada berbagai lapangan kerja mulai dari industri perakitan, industri komponen lapis I, II dan III, sampai tenaga kerja di tingkat bengkel resmi, sales, service dan spare parts.
“Industri otomotif merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang dipilih menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri 4.0. Implementasi ini memberikan peluang positif untuk menjadikan industri otomotif nasional berdaya saing global,” papar Airlangga.
Guna meraih sasaran tersebut, pemerintah telah menyiapkan fasilitas insentif yang dapat dimanfaatkan para pelaku industri otomotif di Indonesia, antara lain melalui tax holiday, tax allowance, Bea Masuk DItanggung Pemerintah (BMDTP), Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), serta kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan komponen dari impor dengan menggunakan skema perjanjian kerja sama dagang baiktingkat bilateral, regional maupun multilateral.
“Dalam waktu dekat, akan dikeluarkan insentif super tax deduction untuk perusahaan yang melakukankegiatan vokasi dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM dan untuk industri yang melaksanakankegiatan RD&D (research, development, and design),” ungkap Airlangga.
Sementara itu, Ketua umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Johannes Loman selaku penyelenggara IMOS 2018 mengaku optimistis bahwa penjualan domestik dapat mencapai 6,3 juta unit sampai akhir tahun 2018.
“Tahun ini akan berakhir dengan pencapaian lebih baik dari tahun lalu. Penjualan pada periode Januari-September 2018 sudah sampai 4,7 juta unit atau naik 8,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu,” ungkapnya.
Pengembangan LCEV
Di sisi lain, dalam upaya mengikuti tren dunia dan perluasan pasar eskpor, Kemenperin juga mendorong industri otomotif di dalam negeri untuk dapat merealisasikan pengembangan kendaraan rendah emisi atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Implementasi program tersebut telah disusun melalui peta jalan yang diinisiasi oleh Kemenperin, termasuk pengembangan kendaraan berbasis energi listrik.
”Kami menyiapkan program LCEV ini guna mendorong diversifikasi energi bahan bakar kendaraan bermotor ke arah penggunaan teknologi penggerak yang rendah atau tanpa emisi karbon, yang kami golongkan ke dalam electrified vehicleseperti hybrid, Plug In hybrid, full battery hingga fuel cell,” sebut Menperin. Pada tahun 2025, ditargetkan sekitar 20 persen dari kendaraan yang diproduksi di Indonesia adalah produk LCEV.
“Selanjutnya, dalam upaya mendukung program LCEV, kami telah menyelesaikan aturan hukum untuk kendaraan listrik yang sedang dikoordinasikan di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman untuk mendapat persetujuan dari Bapak Presiden,” imbuhnya.
Isi dari regulasi tersebut, antara lain mengatur tentang litbang dan inovasi, pengembangan industri, serta percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik di jalan raya. Selain itu, mengatur tentang pemberian fasilitas fiskal seperti Bea Masuk Ditanggung Pemerintah serta pembiayaan ekspor dan bantuan kredit modal kerja untuk pengadaan battery swap.
“Sementara yang terkait dengan sisi fasilitas nonfiskal, di antaranya penyediaan parkir khusus, keringananbiaya pengisian listrik di SPLU dan bantuan promosi,” lanjut Airlangga. Bahkan, Kemenperin jugatengah melakukan kerja sama dan studi bersama dengan New Energy and Industrial TechnologyDevelopment (NEDO) yang meliputi aspek consumer convenience, business model, social impact danregulasi.
Studi tersebut dibarengi dengan demo project yang akan dilakukan di beberapa kota di Jawa Barat dan Bali yang akan dimulai awal 2019sampai Desember 2020 dengan melibatkan instansi litbang lokal dan beberapa universitas sehingga dapat menghasilkan masukan bagi pemerintah untuk dapat menerapkan kebijakan yang tepat terkait dengan kendaraan listrik.
Discussion about this post