UtusanIndo.com,(Jakarta) – Kementerian Perindustrian targetkan Rp1.000 Triliun di sektor industri kreatif di dalam negeri. Demi membangkitkan perekonomian nasional dengan upaya meningkatkan daya saing, agar semakin kompetitif di kancah domestik hingga global, bahkan siap memasuki era ekonomi digital.
“Ke depannya, dengan bergulir revolusi industri 4.0, sektor-sektor ekonomi kreatif berpeluang besar menjadi andalan bagi pertumbuhan ekonomi kita. Apalagi, potensi kita didukung dengan sumber daya manusia yang kreatif dan beragamnya kearifan budaya lokal,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di Jakarta, Sabtu (29/9/18).
Adapun saat ini terdapat 16 subsektor yang tergolong kelompok industri kreatif, yakni kriya, kuliner, fesyen, aplikasi dan pengembangan permainan, musik, arsitektur, desain produk, desain komunikasi visual, serta desain interior. Selanjutnya, penerbitan, periklanan, fotografi, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio, serta film,animasi dan video.
Industri kreatif di Indonesia mencatatkan kontribusi yang terus meningkat terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015, sektor ini menyumbang sebesar Rp852 triliun, sedangkan pada 2016 mencapai Rp923 triliun, dan bertambah menjadi Rp990 triliun di 2017. Tahun 2018 diproyeksi tembus hingga Rp1.000 triliun.
Tercatat ada tiga subsektor yang memberikan sumbangsih besar terhadap ekonomi kreatif, yakni industri kuliner sebesar 41,69 persen, disusul industri fesyen sebesar 18,15 persen, dan industri kriya sebesar 15,70 persen. Sedangkan, subsektor lainnya, seperti industri animasi saat ini cukup potensial berkembang dengan pertumbuhan di atas6 persen.
Dalam upaya pengembangan industri kreatif nasional, Kemenperin memiliki tugas untuk fokus membina subsektor kriya, fesyen, film, animasi dan video, serta aplikasi dan pengembangan permainan. “Guna mendukung kelompok sektor tersebut, kami telah mendirikanBali Creative Industry Center (BCIC) sejak2015. Tujuannya sebagai pusat pengembangan dan inovasi, serta peningkatan daya saing,” tutur Gati.
Beberapa program yang dilaksanakan di BCIC, antara lain Creative Business Incubator (CBI), Indonesia Fashion and Craft Awards (IFCA), dan Design Laboratory. Pada tahun 2018, untuk pelaksanaan kegiatan CBI, Direktorat Jenderal IKM Kemenperin berkolaborasi dengan Business Venturing and Development Institute (BVDI) Prasetya Mulya.
“Melalui program tersebut, para pelaku IKM kreatif bidang kriya dan fesyen akan diberikan pelatihan dan pendampingan untuk mengembangkan bisnisnya (scalling-up). Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 28 September 2018 di BCIC melalui acara Creative Talk,” papar Gati.
Sementara itu, kegiatan IFCA di tahun 2018, Ditjen IKM bekerjasama dengan Taiwan Design Center untuk peningkatan kapasitas desainer lokal. “Kami sudah memetakan potensi desainer inovatif untuk dipromosikan agar tumbuh dan berkembang secara maksimal,” ujarnya.
Sedangkan, kegiatan Design Laboratory sebagai ajang kolaborasi antara para desainer, praktisi dan sentra IKMuntuk menghasilkan desain produk baru yang tujuannya meningkatkan daya saing produk IKM. Program ini jugadalam rangka mengembangkan riset teknologi, desain, seni, budaya dan inovasi bagi industri kreatif nasional.
Masuk e-Smart IKM
Sebelumnya, ketika menjadi pembicara pada talkshow Kriyanusa 2018kemarin di Jakarta, Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan Kemenperin E. Ratna Utarianingrummemintakepada para pelaku IKM untukterlibat dalam program e-Smart IKM dengan terus memperbaruidata produk maupun penjualannya di pasaronline.
“Kami terus melakukan evaluasi terhadap data respon pasar terhadap produk yang masuk dalam e-Smart IKM sebagai bahan analisa penyusunan kebijakan pembinaan IKM ke depannya,” jelasnya. Pelaksanaan program ini menggandeng sejumlah marketplace, di antaranya Bukalapak, Tokopedia, Shopee, BliBli, Blanja.com, Ralali, dan Gojek Indonesia.
Melalui program e-Smart IKM, beberapa bentuk pembinaan yang diberikan oleh Ditjen IKM Kemenperin, di antaranyaadalah kemudahan mengakses pasar yang lebih luas, pengembangan kualitas produk yang sesuai standar global, dan fasilitasi keikutsertaan pameran nasional maupun internasional.
“Sedangkan bagi yang belum sukses melakukan penetrasi pasar dan transaksi di marketplace, Ditjen IKM telah mengidentifikasi beberapa faktor penyebab kegagalan yang dialami, sehingga disusun program yang tepat untuk mengatasi berbagai kendala yang ada dengan melakukan pendampingan kepada IKM sesuai dengan permasalahan masing-masing,” ungkapnya.
Hingga saat ini, peserta yang telah mengikuti kegiatan workshop e-Smart IKM sebanyak 4.000 pelaku usaha dengan total nilai penjualan yang tercatat sebesar Rp1,3 miliar. Program e-Smart IKM merupakan sistem basis data IKM nasional yang tersaji dalam bentuk profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan akses pasar IKM melalui internet marketing.
Ratna berharap, para pelaku IKM nasional lebih aktif untuk masuk ke pasar online agar marketplaceyang ada tidak di dominasi oleh produk impor. “Di masa yang akan datang,kami ingin produk-produk asli Indonesia yang berkualitas bisa membanjiri pasar online Indonesia maupun dunia. Kami yakin bahwa produk IKM kita tidak kalah kualitasnya dari produk impor,” ucapnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini pengembangan IKM juga menjadi salah satu langkah strategis mewujudkan ekonomi inklusif, yang sifatnya sama dengan e-commerce platform. Dengan demikian, IKM dapat bersaing secara global. “Untuk itu, industri nasional membutuhkan konektivitas serta interaksi melalui teknologi,” tegasnya.
Langkah strategis itu sejalan dengan implementasi pada 10 program prioritas nasional yang terdapat di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Pada poin ke-4, Kemenperin memfokuskan pemberdayaan UMKM yang didalamnya termasuk sektor IKM. “Ini untuk menyiapkan IKM kita memasuki era revolusi industri 4.0,” jelasnya.
Pengembangan sektor IKM dalam negeri sejak lama telah berperan penting dalam menopang perekonomian Indonesia. Kemenperin mencatat, jumlah unit usaha IKM di dalam negeri terus mengalami peningkatan setiap tahun. Misalnya, pada tahun 2013, sebanyak 3,43 juta IKM dan naik menjadi 3,52 juta IKM pada tahun 2014. Kemudian, mampu mencapai 3,68 juta IKM di tahun 2015, dan bertambah lagi hingga 4,41 juta tahun 2016. Pada tahun 2017 jumlah IKM diperkirakan lebih dari 4,5 juta unit usaha.(red)
Discussion about this post