UtusanIndo.com,(Jakarta) – Putusan pra-peradilan yang memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi Bank Century, termasuk mantan Wakil Presiden Boediono, dinilai sudah sesuai prosedur.
Upaya yang pertama kali terjadi ini juga dinggap sebagai kritik atas KPK terkait kasus korupsi secara ‘bersama-sama’.
Kasus penyelamatan Bank Century tahun 2008 lalu merugikan negara hampir Rp7,5 triliun rupiah dan sudah ada pula terpidana yang masuk penjara. Kali ini, mantan Wakil Presiden Budiono, yang dibidik dan putusan praperadilan pada Senin(09/04) memerintahkan KPK agar menetapkanya jadi tersangka.
Juru Bicara Mahkamah Agung Abdullah menilai persidangan praperadilan ini sudah sesuai dengan hukum acara, dalam hal ini adalah KUHAP.
“Tidak ada yang salah. Itu namanya judicial activism untuk menemukan norma hukum baru. Putusan ini akan akan menjadi kajian bagi masyarakat akademik. Jika putusan diikuti hakim lain, maka menjadi jurisprudensi,” jelas Abdullah kepada BBC Indonesia, Rabu (11/04).
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menuturkan langkah itu dianggap sebagai kritik terhadap KPK dalam teknik penegakkan hukum atas kasus korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
“Putusan praperadilan ini kritik terhadap lembaga KPK atas teknik penegakkan hukum yang terhadap pelaku ‘bersama-sama’ seharusnya satu paket,” ujar Mudzakir.
“Dengan cara begitu orang yang melakukan bersama-sama itu duduk bersama, melakukan kejahatan bersama-sama, duduk jadi tersangka juga bersama-sama. Jangan sendiri-sendiri sehingga perlakuannya berbeda,” imbuhnya.
Merespons putusan praperadilan, KPK menegaskan komitmennya untuk menangani perkara korupsi yang merugikan negara sampai triliunan rupiah itu.
Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan penetapan tersangka harus didasari pada bukti permulaan yang cukup.
“Dan jika memang ada bukti-bukti maka tentu kita dapat menindaklanjutinya,” cetusnya.
Ketika menjabat Gubernur BI
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan KPK agar menetapkan status tersangka untuk Boediono -yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia- mantan Deputi Gubernur BI, Muliaman D. Hadad, dan mantan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Raden Pardede.
Putusan tak hanya berlaku untuk ketiga orang itu saja, namun juga beberapa nama-nama pejabat bank sentral lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan pemberian bailout untuk Bank Century, yang sudah menyeret Budi Mulya sebagai terpidana.
Perintah pengadilan itu disampaikan dalam putusan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kepada KPK, dengan nomor gugatan Praperadilan Nomor 24/Pid.Prap/2018/Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Memerintahkan termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century, dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliawan D. Hadad, Raden Pardede, dan kawan-kawan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya,” ujar hakim tunggal Effendi Muchtar saat membacakan putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam amar putusannya, hakim memberi opsi kepada KPK untuk melimpahkan kasus tersebut kepada kepolisian atau kejaksaaan.
“Untuk dilanjutkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, dalam proses persidangan di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat,” kata Effendi.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan dengan adanya putusan praperadilan ini, mau tak mau KPK harus mematuhi putusan hakim.
“KPK itu kan penegak hukum dan dia harus patuh hukum. Dia selama ini membawa tersangka ke pengadilan dan minta divonis bersalah. Itu kan sebagai bentuk penghormatan dan patuh terhadap hukum, membawa orang yang korupsi dibawa ke pengadilan. Sekarang dia diperintah oleh pengadilan, maka dia juga harus patuh. Tidak ada kata lain,” tegas Boyamin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan KPK menghormati putusan pra-peradilan, namun pihaknya akan mempelajari putusan tersebut agar implementasinya sesuai hukum yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tambahnya, mensyaratkan sebuah kasus bisa ditingkatkan ke penyidikan -yang artinya sudah ada tersangka- jika didasari oleh bukti permulaan yang cukup.
“Jadi itulah yang harus kita gunakan sebagai dasar karena kalau kita tidak melakukan itu dan tidak menerapkan hukum secara hati-hati maka ada risiko bagi para tersangka untuk lepas dari jeratan hukum karena itu KPK harus sangat hati-hati dan kita bergantung pada kekuatan bukti,” jelas Febri.
Gugatan Praperadilan ke-6
Kepada BBC Indonesia, Boyamin menuturkan untuk keenam kalinya pihaknya mengajukan gugatan praperadilan sejak skandal Bank Century bergulir pada 2008. Gugatan praperadilan untuk menetapkan tersangka lain dalam skandal korupsi itu semakin gencar pasca vonis 10 tahun yang dijatuhkan kepada Budi Mulya pada 2014 lalu.
Dalam surat dakwaan, Budi Mulya didakwa bersama-sama sejumlah orang, yakni Boediono -selaku Gubernur BI- Miranda Swaray Goeltom (Deputi Gubernur Senior BI), Siti Chalimah Fadjrijah (DG Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah), Alm Budi Rochadi (DG Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan), dan Robert Tantular serta Hermanus Hasan Muslim, terlibat dalam pemberian FPJP ke Bank Century.
“KPK sendiri kan yang menjadikan dakwaan bersama Boediono, dan dibawa ke pengadilan bersama-sama dengan Boediono, dan vonis bersalah Budi Mulya bersama-sama melakukan korupsi,” tegas Boyamin.
“Artinya sudah permintaan KPK sendiri. Tapi ketika sudah diiyakan oleh hakim sampai putusan kasasi, kemudian tidak mentersangkakan orang yang dikatakan ‘bersama-sama’ tadi. Bersama-sama kan minimal dua orang, masa cuma Budi Mulya saja,” imbuhnya kemudian.
‘Preseden menarik’
Pengamat hukum pidana dari UII, Yogyakarta Mudzakir, memandang putusan praperadilan ini layaknya melecut lembaga antirasuah untuk meneruskan proses hukum kasus korupsi yang telah berlangsung lama.
“Menurut saya ada semacam pengisian kekosongan hukum agar proses penegakkan hukum itu benar-benar equal, semua orang diperlakukan yang sama di depan hukum dan ini sekaligus sebagai kritik terhadap penegak hukum, terutama KPK,” kata dia.
Yang menarik dari putusan ini, tambah Mudzakir, untuk pertama kalinya praperadilan menguji keabsahan sesorang yang tidak dijadikan tersangka sedang pada sidang-sidang praperadilan sebelumnya terbatas menguji keabsahan penetapan tersangka.
“Ini preseden yang menarik, tetapi yang prinsip dalam hukumnya tetap saja yang memproses harus KPK. Pemohon bisa memonitor sampai seberapa KPK ini menindaklanjuti putusan pra-peradilan ini,” tuturnya.
Lalu, apakah putusan praperadilan ini bertentangan dengan aturan?
Tidak, menurut Mudzakir.
“Menurut saya on the track, dengan catatan yang terkait itu ditafsirkan secara a contrario, jadi kalau lembaga penyidik itu diam, tidak menetapkan tersangka terhadap seseorang meskipun dia sudah disebut seharusnya menjadi tersangka,” ujar dia.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Abdullah, menegaskan meski objek praperadilan yang diajukan oleh MAKI ini belum termasuk yang diatur dalam KUHAP dan Putusan MK, tetap saja tidak menyalahi aturan.
“Putusan pra peradilan termasuk baru sehingga semua pihak mengkaji secara akademis yang mendalam dan mendasar. Apakah ini merupakan judicial activism untuk menemukan hukum atau tidak, maka diperlukan analisis secara hati hati dan cermat,” ujar dia.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menghukum Budi Mulya 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan. Sedangkan di tingkat kasasi, hukuman Budi Mulya diperberat menjadi 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Budi Mulya dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp689 miliar lebih dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan sebesar Rp6,762 triliun lewat proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Dalam pemberian FPJP, jaksa KPK menuding Budi Mylya melakukan itu bersama Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang VI, Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur Bidang VII, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim.
Dalam kasus penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi juga didakwa bersama-sama dengan Boediono, Miranda, Siti, Budi Rochadi, Muliaman D Hadad selaku Deputi Gubernur Bidang V, Hartadi A Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang III, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang VIII, dan Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK.
Kini walau sudah diperintahkan pengadilan agar orang-orang itu dijadikan tersangka, bola tetap saja berada di tangan KPK.
Sumber : BBC
Discussion about this post