UTUSANINDO.COM,(PADANG) – Problematika publik tengah merasakan riuhnya pembahasan mengenai anak muda zaman sekarang yang dikenal dengan istilah “kids jaman now”. Semua media sosial seperti menertawakan suramnya masa depan mereka, tak segan pula mengutarakan kebencian dengan mengutarakan kata “generasi micin” misalnya. Apakah kita lupa bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa?
cikal bakal mereka sekarang juga tidak semata-mata murni karena tingkah mereka sendiri. Banyak hal yang mempengaruhi kepribadian mereka. Perlu diingat pula bahwa kelemahan karakter mereka bisa jadi karena kurangnya perhatian “kids jaman old ” atau generasi pencetak sekarang. Sudahkah anda sebagai generasi lama, mengantarkan perhatian kepada generasi masa kini?
Berbeda dengan zaman dulu yang terkesan kuno bagi remaja masa kini. Maka penekanan “pendidikan” perlu adanya pembenahan untuk menangkal budaya hedonis yang melingkupi segala aspek kehidupan mereka. Maka peran siapakah itu? Jika bukan kita para “generas jaman old” lalu siapa lagi?.
Kemana orang tua? Fenomena yang menggemparkan publik jagat maya tersebut sebenarnya perlu mempertanyakan peran orang tua, apakah mereka tidak bisa mendidik dengan baik ataupun setidaknya mengetahui anaknya mempunyai perilaku hedonis yang membahayakan.
Apakah para orang tua masa kini tidak menyadari atau malah bangga anaknya menjadi selebgram, youtubers dan budak-budak teknologi yang tidak membawa maslahat bagi umat. Anak adalah anugrah sekaligus amanah yang diberikan Allah Swt kepada setiap orang tua.
Anak yang dilahirkan ibarat lembaran kosong, putih, bersih, dan fitah, maka orang tuanyalah yang berperan menulis apakah dalam lembaran kosong tersebut akan berisikan catatan berupa amal-amal baik atau malah sebaliknya “amal buruk”.
Bekal yang dibawa semasa kecil akan berdampak besar pada karakter seseorang ketika menginjak usia dewasa. Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita bahwa sedikitnya ada 2 hal yang mempengaruhi kepribadian anak ketika menginjak usia dewasa yaitu, orang tua yang melahirkannya serta lingkungan yang membesarkannya.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia (memiliki karakter) yahudi, nasrani, atau majusi (H.R Muslim). Semua orang tua mendambakan buah hatinya menjadi insan yang berguna, maka sangat penting menanamkan nilai-nilai islam sejak dini. Dengan pendidikan islam, anak menjadi mengerti akan pentingnya mengatur dirinya untuk menjadi lebih baik.
Sebagaimana dalam penerapan pola asuh, ada tujuh metode nabi dalam mendidik anak yaitu: Memperlihatkan suri tauladan yang baik Mencari waktu yang tepat untuk memberi peringatan Bersikap adil dan menyamakan pemberian untuk anak Menunaikan hak anak Membantu anak untuk berbakti kepada kedua orang tua Menjalanan ketaatan kepada Allah Swt Tidak suka marah dan mencela Dapat dipahami bahwa menanamkan jiwa karakter melalui pendidikan islam dalam lingkup keluarga maupun sekolah, secara tidak langsung bisa menjadi benteng pertahanan buah hati dalam mengahadapi zaman yang penuh dengan retorika kedepannya nanti.
Sebagai orang tua, hal yang harus diperhatikan adalah sejauh mana ikatan hati dengan anak pada masa kecilnya. Ketika ikatan hati kedua orang tua rusak akan mempengaruhi karakter seorang anak dan anak akan mencari figur lain yang dapat membuatnya mengerti keadaannya.
Seperti halnya Kids zaman old kalau anak mereka nangis, respon orang tua pasti langsung menggendong anaknya dengan nyanyian yang membuat anak bisa diam. Anak pasti akan merasa senang dan nyaman jika terus berada disisi orang tuanya. Karena rasa batin dan kekuatan bathin seorang ibu dan anak itu kuat.
Sedangkan kalau kids zaman now, anak nangis dikasih gadjet, putar lagu baby shark do do do. Sehingga lara generasi sekarang (kids jaman now) dikatakan sebagai generasi menunduk. Karena dalam sehari-harinya hanya menundukkan kepala atau menatap ke bawah melihat gadget yang mereka miliki. Sebaiknya jangan jadikan gadjet sebagai penghibur anak, tetapi rangkul anak dengan kasih sayang.
Posisikan diri kita orang tua sebagai teman dekat anak. Jika anak merasa sedih, rangkul mereka. Jadilah orang tua yang selalu menemaninya, selalu mendampinginya disaat mereka sedih maupun senang. Oleh karena itu, jangan sandarkan anak kepada orang lain, tetapi posisi kedua orang tua sebagai sandaran bagi anak. Bagi para orang tua, hendaknya menumbuhkan sikap keagamaan pada anak sejak dini.
Sehingga, anak-anak kita tidak akan terpengaruh dan masuk terlalu dalam pada perkembangan zaman yang notabenenya memisahkan antara agama dengan hal dunia. Dengan memperkenalkan agama sejak dini pada anak, diharapkan perilaku anak akan sesuai dengan agama dan juga akan bertanya tentang perkembangan zaman yang sampai kepadanya.
Apakah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya ataukah tidak. Serta, apakah baik untuk diikuti atau tidak. Untuk itu orang tua harus dekat dengan anak, supaya orang tua bisa mengontrol dan mengikuti pergaulan serta perkembangan anak.
Penulis: Sri Indiani Anjaswari Mahasiswa Semester V Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Imam Bonjol Padang
Discussion about this post