UtusanIndo.com, Jakarta,- Sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) 2024 Kota Padang masuk agenda sidang mendengarkan jawaban. Termohon KPU Kota Padang, mendengar keterangan pihak terkait pasangan calon (paslon) Fadli-Maigus dan mendengarkan keterangan bawaslu kota Padang.
“Termohon membantah seluruh dalil pemohon Hendri Septa – Hidayat yang menyebut telah terjadi pelanggaran dalam pilkada kota Padang yang melanggar asas jurdil diseluruh kecamatan di kota Padang,” ujar Kuasa Termohon KPU Kota Padang Zulnaidi & Fauzan Azim di MK pada Rabu 22 Januari 2024.
Zulnaidi menjelaskan, tuduhan paslon petahana tersebut sebagai dalil berbasis opini tanpa dasar fakta yang konkrit.
“Dalil pemohon bahkan dibangun atas imajinasi yang tak terhubung dengan peristiwa pelanggaran hukum sebagaimana dituduhkan dan tidak relevan dengan regulasi yang ada alias dugaan pelanggaran yang disampaikan bukanlah ranah sengketa hasil dimahkamah konstitusi melainkan ranah bawaslu, ranah pidana pilkada dan ranah kode etik penyelenggara negara – jika benar peristiwa itu ada, ” ujar Zulnaidi
Lebih lanjut, ia mengatakan Kalau benar ada keterlibatan Ketua RT/RW dalam tim pemenangan paslon Fadli-Maigus tentu seharusnya paslon Hendri Septa-Hidayat melaporkan ke Bawaslu untuk diproses.
Tuduhan keterlibatan Ketua RW/RW dari pemohon bukan hanya dibantah Termohon namun juga terbantahkan oleh keterangan bawaslu bahkan pihak terkait paslon fadli-maigus lebih gamblang lagi menjelaskan bahwa memang ada konsolidasi di sebuah hotel di kota Padang namun jauh lebih sedikit dari yang dituduhkan dan bukan dalam masa kampanye.
Zulnaidi menambahkan bahwa pemohon sebenarnya tidak punya legal standing untuk mengajukan sengketa karena syarat untuk bisa mengajukan sengketa hasil pilkada adalah selisih suara pemohon dengan peraih suara tertinggi maksimal 1persen sedangkan selisih pemohon dengan paslon Fadli-Maigus 27 persen lebih.
Termasuk soal ketiadaan peristiwa pelanggaran yang signifikan berpengaruh terhadap perolehan suara, menjadi faktor yang meyakinkan Termohon bahwa perkara ini akan terhenti ditahap putusan sela yang kemungkinan diputus Mahkamah Konstistusi awal Februari tahun ini.
Upaya Termohon mempersoalkan LHKPN dan LPPDK (Laporan Dana Kampanye) menurut lawyer dari Pariaman yang biasa dipanggil nama Edi ini, merupakan bentuk ketidakcermatan pemohon mempersoalkan hal-hal yang tidak berhubungan dengan perolehan suara. Terkait LPPDK pemohon, malahan Termohon menemukan fakta bahwa hasil audit LPPDK Termohon berstatus Tidak Patuh alias tidak sesuai dengan aturan yang semestinya.
“Terkait tuduhan mobilisasi massa, ASN dan RT/RW, Zulnaidi menyebutkan bahwa Termohon mencoba membangun logika sungsang karena lazimnya dalam kontestasi pilkada, Petahanalah yang berkemungkinan dan punya potensi untuk melakukan itu. Petahanalah yang punya “Relasi Kuasa” dengan ASN, Camat, Lurah dan RT/RW karena itu.”Petahanalah yang logis akan menggunakan kuasanya untuk mobilisasi bahkan sebaliknya jika dilakukan oleh selain petahana, maka ASB sd RT/RW pasti akan melapor ke Walikota!?” pungkas Zulnaidi. (***)
Discussion about this post