UtusanIndo.com, Padang- Gara-gara calon tersangka tidak bisa dihadirkan, kasus politik uang yang ditangani Gakkumdu Payakumbuh dihentikan. Padahal, sebelumnya Bawaslu menyatakan bahwa kasus ini sudah memenuhi syarat formil dan sudah dilimpahkan ke Polres Payakumbuh.
Keputusan Gakkumdu ini membuat bingung sejumlah pakar hukum. Beberapa pakar hukum sepakat, ketidakhadiran calon tersangka (in abtentia) tidak membuat proses hukum dihentikan. Keputusan Gakkumdu ini bisa menjadi preseden buruk bagi pemberantasan politik uang.
Ahli Hukum Tata Negara, Dr Khairul Fahmi menyebut keputusan Gakkumdu adalah kekeliruan polisi, jaksa dan Bawaslu dalam memahami tata pemilihan dan pemilu.
” MK sudah memutuskan bahwa rezim pemilihan sama dengan rezim pemilu, artinya jika dalam Pemilu bisa dilakukan pemeriksaan secara in absentia maka di Pilkada seharusnya juga bisa, kalau alasan in absentia digunakan untuk menghentikan proses hukum, jelas tidak tepat” jelas Fahmi.
Pakar hukum tata negara dan Pemilu ini menambahkan Gakkumdu seharusnya juga bisa membaca Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2018 yang mengatur pemeriksaan in abtentia untuk pidana pilkada.
“Dalam Perma 1/2018 pasal 3 ayat 3 sudah terang benderang disebutkan bahwa dalam pemeriksaan di pengadilan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa, lalu di Gakkumdu kenapa tidak bisa tanpa ada keterangan calon tersangka?” terang jebolan Doktoral UGM ini.
Hal yang sama juga diungkapkan Dekan Fakultas Hukum UMSB, Wendra Yunaldi. Dia menilai keputusan Gakkumdu tersebut akan menjadi modus baru bagi pelaku politik uang di masa yang akan datang. Seharusnya penyidik harus bertindak progresif dalam mengungkap kasus ini.
“Penyidik jangan hanya melihat dan fokus pada satu titik saja, jika sudah ditemukan dua alat bukti, serta syarat formil terpenuhi, kan tidak harus menghadirkan calon tersangka dalam kasus politik uang ini, ini sesuatu yang aneh,” tutur Wendra Yunaldi.
Senada dengan itu, Ahli Hukum Administrasi Negara, Hengki Andora juga heran dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Gakkumdu ini.
“Saya sudah melihat statement Ketua Bawaslu Payakumbuh, ini berbahaya bagi demokrasi kita ke depan, keputusan ini implikasinya sangat luas dan menjadi preseden buruk untuk pemberantasan politik uang,” tegas Hengki Andora.
Wakil Dekan Fakultas Hukum Unand ini juga melihat, keputusan ini menjadi bukti sulitnya memberantas politik uang.
“Memang ada kekosongan hukum terkait in absentia ini, tetapi ini jelas sesuatu yang menjadi ancaman serius. Bisa saja ke depan, Pilkada tidak lagi sebagai ajang adu gagasan, tetapi adu siapa yang paling banyak uang,” katanya.
Sebelumnya, Bawaslu Payakumbuh sudah menetapkan bahwa proses hukum politik uang dihentikan, karena kepolisian tidak bisa menghadirkan calon tersangka untuk dimintai keterangan
Discussion about this post