Ekonomi global akan mempengaruhi ekonomi nasional; akan ada sektor-sektor yang akan terpukul akibat pelemahan dari ekonomi global tersebut bagi yang mempunyai pasar Eropah dan Amerika Serikat. Industri textil yang ada di Indonesia sangat tergantung dari pasar global tersebut diatas. Dikatakan bahwa Industri textil terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melebihi dari 100 ribu orang dalam beberapa hari ini.
Kerja keras pengusaha textil untuk melakukan diversifikasi pasar ke negara lain sebagai alternatif harus dilakukan dan selanjutnya dengan mengadakan pameran, promosi, expo dan lainnya untuk meningkan penjualan adalah langkah yang harus dilakukan. Disamping juga perlu langkah kerjasama untuk pasar lokal, dengan sedikit mengurangi impor melalui kebijakan dan kearifan lokal agar gelombang PHK bisa diminimalisir.
Bagaimana dengan Sumatera Barat
Baru-baru ini telah terjadi PHK di PT Tirta Investama Aqua Kabupaten Solok yang jumlahnya sekitar seratusan. PHK ini bukan berasal dari dampak global terhadap pemasaran Air mineral. PHK terjadi diduga miskomunikasi antara karyawan dengan pengusaha walau ada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang seharusnya masing-masing mematuhinya. Prinsip-prinsip “Pengusaha butuh tenaga kerja, tenaga kerja butuh pengusaha” diharapkan dapat diimplementasikan melalui mediasi-mediasi, baik dari Dinas Ketenagakerjaan maupun dari perhimpunan/asosiasi pengusaha, sehingga keharmonisan dunia usaha dengan tenaga kerja berjalan kondusif.
“Ribut-ribut” tentang PHK di perusahaan air mineral tersebut dipandang tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya sudah ada wadah/lembaga yang menyelesaikannya melalui mediasi-mediasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak; pengusaha dan pekerja.
Selanjutnya pada Nopember 2022 ini, Gubernur sebagai yang diberi wewenang untuk menentukan Upah Minimum Provinsi (UMP), tentu akan berhati-hati untuk memutuskan dan menetapkan Upah Minimum tersebut walau sudah diatur melalui Aturan upah minimum yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Penerapannya, harus melibatkan beberapa variabel utama yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi dan hal lainnya.
Penentuan pengupahan memang hal yang cukup sulit untuk ditetapkan karena butuh variable-variable yang mendukung suatu keputusan agar kedua belah pihak; pengusaha sebagai penyedia lapangan kerja dan tenaga kerja mempunyai kepentingan yang berbeda apabila dipandang dari sektor kebutuhan masing-masing. Variabel inflasi di Sumatera Barat umpamanya mencapai 7% lebih, tentu tidak serta-merta menjadi acuan sepihak tanpa melihat juga dampak akibat krisis global yang akan menimpa dunia usaha Sumatera Barat yang dikhawatirkan beberapa bulan kedepan pelaku dunia usaha Sumatera Barat akan sangat terganggu akibat resesi global, walaupun dampaknya belum begitu dirasakan saat ini.
Selanjutnya saat ini kelompok dunia usaha (KADIN) Sumatera Barat bersama-sama KADIN Indonesia bidang ketenagakerjaan sedang melakukan sosialisai Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2022 dalam hal Program pendidikan Vokasi dan vokasi ketenagakerjaan, agar kompetensi “pencari kerja” “link and match” dengan lapangan kerja.
Misalnya, apabila seseorang pelamar datang ke bagian Human Resource Development (HRD) akan menanyakan “What you can do” (apa yang kamu bisa) ketimbang “what you learn” (apa yang kamu pelajari) dengan ijazah sebagai pendukungnya. “What you can do” dengan dukungan kompetensi, jelas akan mendapat kesempatan pertama untuk mengisi lowongan kerja, karena dianggap punya kompetensi yang cukup untuk di link and match kan dengan “the right man on the right place.
Dalam gelombang PHK yang “massive”, bagi yang punya kompetensi, tentu akan tetap bertahan di perusahaan. Kadin Sumatera Barat berharap kepada semua stake-holders mendukung dan segera mengimplementasikan Perpres 68 tahun 2022 sampai ke Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat.
Discussion about this post