UTUSANINDO.COM, Jakarta – Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina, menanggapi pernyataan pemerintah yang menghentikan program subsidi minyak goreng curah mulai 31 Mei 2022, sangat menyayangkan kebijakan ini karena setelah ini, aturan harga minyak goreng curah akan diserahkan pada mekanisme pasar. Kondisi ini menurutnya akan berpotensi kembali mahal atau lebih dari Rp 14.000 per liter.
Nevi mengatakan, bahwa pencabutan subsidi atas minyak goreng curah memiliki dampak yang cukup besar bagi kelompok masyarakat bawah dan Usaha Mikro Kecil (UMK). Kedepannya, Pemerintah seharusnya membangun suatu mekanisme subsidi baru dengan menyertakan BUMN (seperti Bulog) dalam pelaksanaanya sehingga dapat diawasi dan dikendalikan.
“Untuk semakin memudahkan pengawasan, seluruh rantai distribusi baik minyak curah maupun kemasan sederhana lebih baik di bawah kendali Badan Urusan Logistik atau Bulog.
Pasalnya, selama ini model subsidi minyak goreng diserahkan pada swasta. Hal ini menyebabkan rantai distribusi masih panjang. Jadi Bulog harus bermain maksimal. Bulog harus diberi kewenangan lebih dan infrastruktur pergudangan harus ditambah hingga menjangkau seluruh wilayah”, urai Nevi.
Legislator asal Sumatera Barat II ini menambahkan, berkaitan dengan ketepatan pemerintah dalam menyalurkan subsidi termasuk minyak goreng, seharusnya menggunakan DTKS (Data Kesejahteraan Sosial) Kementerian Sosial penerima PKH (Program Keluarga Harapan) dan Data Usaha Mikro Kecil (UMK) Kementerian Koperasi dan UKM yang mendapatkan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM).
“Saya mengamati, akibat pencabutan subsidi, rumah tangga menengah ke bawah harus lebih banyak berhemat lantaran naiknya biaya kebutuhan pokok. Kondisi ini sangat menekan masyarakat di saat pemulihan pendapatan 40 persen kelompok terbawah tidak pulih secepat kelompok atas. Setiap ada pencabutan subsidi, yang tertekan adalah mereka yang rentan”, kritis Nevi.
Politisi PKS ini menyatakan penolakan pencabutan Subsidi minyak goreng dan untuk selanjutnya meminta kepada pemerintah memberikan kewenangan utama kepada BULOG untuk menyalurkan minyak goreng subsidi, bukan lagi kepada swasta sehingga pengawasan dapat jelas dan terukur hingga seluruh Indonesia.
“Semoga pemerintah dapat lebih melihat kondisi rumah tangga mayoritas masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin kesulitan dalam mengendalikan keuangan rumah tangganya akibat hampir semua komoditas baik pangan maupun non pangan mengalami kenaikan. Ketepatan kebijakan termasuk kebijakan tata niaga minyak goreng ini sangat signifikan terhadap rakyat banyak karena komoditas ini menjadi kebutuhan pokok baik dari sisi rumah tangga maupun industri makanan minuman ”, tutup Nevi Zuairina.
Discussion about this post