UTUSANINDO.COM, Jakarta – Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina, memperhatikan kondisi petani sawit mengalami penderitaan akibat tandan buah segar (TBS) harganya anjlok, akibat kebijakan larangan ekspor CPO pemerintah.
“Tujuan pemerintah melarang bahan baku minyak goreng berupa CPO ini kan bagus agar ketersediaan minyak goreng dalam negeri menjadi tersedia dengan harga terjangkau seperti tahun lalu. Tapi pada kenyataannya, setelah CPO dilarang ekspor, Harga minyak goreng tetap tinggi dan petani malah menderita karena larangan ekspor crude palm oil (CPO) berdampak pada anjloknya harga tandan buah segar (TBS) yang turut menekan perekonomian para petani sawit,” ujar Nevi.
Politisi PKS ini menerangkan bahwa Harga minyak goreng mulai merangkak naik sejak bulan September 2021.
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, saat itu harganya masih Rp15.000 per liter.
Namun beberapa bulan kemudian harga terus naik, sampai dengan bulan Januari 2022 harga minyak goreng mencapai rata-rata Rp20.000 per liternya.
Bahkan kini sejak bulan ramadhan hingga pasca lebaran idul fitri, harga minyak goreng dalam kemasan di pasar modern masih bertengger di harga 50 ribu per dua liter.
“Sudah tidak berefek kebijakan pemerintah dengan berbagai peraturannya. Alih-alih untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng, yang ada malah kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) membuat harga beli tandan buah segar (TBS) sawit petani di sejumlah daerah melorot dan bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Nevi.
Legislator asal Sumatera Barat II ini menjelaskan, bahwa fraksinya FPKS, mendesak pemerintah agar petani dibantu dengan berbagai insentif.
Menurutnya, pemerintah harus bertanggung jawab sebagai dampak kebijakan ini pada petani sawit dengan membantu mereka melalui berbagai insentif yg meringankan mereka, baik insentif di input, di proses, di outputnya, atau insentif harga.
“Saya berharap, ada evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kebijakan terkait minyak goreng ini. Semua serba try and error, tapi banyak melesetnya ditunjukkan semua kebijakan dikeluarkan tidak ada dapat menyelesaikan persoalan minyak goreng berlarut-larut,” ujar Nevi Zuairina.
Discussion about this post