UTUSANINDO.COM, Jakarta – DPR RI Penyelenggara Pemilu ( KPU, Bawaslu dan DKPP) serta pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar rapat konsinyering membahas tahapan dan anggaran pemilu 2024, Jumat (13/05/2022).
Anggota komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, dalam rapat tersebut sudah menghasilkan beberapa kesepahaman untuk nantinya diputuskan dalam rapat dengar pendapat (RDP).
Diantaranya terkait anggaran pemilu 2024. Ia mengatakan anggaran yang diajukan KPU periode lama Rp 86 triliun, lalu KPU periode baru akhirnya merasionalisasikan menjadi Rp 76 triliun.
“Dari Rp 86 triliun jadi 76 triliun ini pun kita sudah mencoba untuk mengkritisi meminta juga supaya dilakukan penghematan untuk dibawa ke RDP,” kata Guspardi Gaus, Sabtu (14/05/2022)
Kemudian terkait durasi masa kampanye, semua fraksi meminta durasi masa kampanye 60 – 75 hari.
“KPU lama minta 120 hari, malah KPU baru ini mengajukan 203 hari. Pemerintah minta 90 hari, DPR minta 60 hari, akhirnya kesimpulan semua anggota fraksi di DPR minta durasi kampanye adalah 75 hari,” ungkap Politisi PAN ini.
Legislator asal Sumatera Barat itu menekankan kesepakatan durasi masa kampanye menjadi 75 hari mendapat berbagai catatan. Yakni, terkait tentang pengadaan logistik dan durasi sengketa pemilu.
Ia menyebut dua persoalan jika bisa diakomodir maka durasi masa kampanye bisa dilakukan selama 75 hari. Hal-hal yang berkaitan dengan logistik pemilu, pemerintah akan menyiapkan regulasi dan Presiden juga diminta untuk bisa mengeluarkan keppres dalam mendukung logistik pemilu 2024.
Selanjutnya, berkaitan dengan sengketa pemilu yang mana ranahnya di Bawaslu dan PTUN di Mahkamah Agung (MA). DPR nantinya akan melakukan pertemuan dengan Ketua MA untuk membahas persingkatan waktu sengketa agar bisa dilakukan masa kampanye selama 75 hari. Karena itu catatan 75 hari ini bisa dilakukan jika difasilitasi untuk mempersingkat proses sengketa di PTUN,” tambah Guspardi Gaus.
Selain itu, terkait isu krusial perihal digitalisasi, kesimpulan yang dihasilkan yakni penyelenggaraan pemilu 2024 menyepakati Pemilu 2024 belum menggunakan teknologi pemungutan suara memakai perangkat elektronik (e-voting) karena infrastruktur masih belum merata. Jadi sistem pemungutan suara masih menggunakan cara yang digunakan saat pemilu periode sebelumnya pada 2019.
“Kita lihat Indonesia bukan hanya Pulau Jawa dan di Jawa pun masih ada hal-hal berkaitan pendukung digitalisasi belum sempurna seperti masalah internet, masalah wifi apalagi diluar Jawa. Sehingga keputusan yang kita ambil tetap menerapkan sistem seperti pemilu 2019,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut. (Relis)
Discussion about this post