UTUSANINDO.COM, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta Pemerintah melakukan inovasi untuk mengisi jabatan gubernur yang kosong karena pemilihan kepala daerah (pilkada) ditiadakan pada 2022 dan 2023. Salah satu inovasi yang ditawarkan yaitu membuat aturan uji kepatutan dan kelayakan penjabat kepala daerah.
Menurutnya, uji kepatutan dan kelayakan dibutuhkan untuk Pj Kepala daerah yang akan ditunjuk nantinya. Sebab, masa bakti penjabat kepala daerah cukup lama, yakni lebih dari 2 tahun untuk tujuh provinsi dan lebih dari 1 tahun untuk 27 provinsi.
Di”sisi lain, penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan yang memadai. Dikhawatirkan, hal itu membuat upaya menyejahterakan masyarakat menjadi terhambat, kata Guspardi Gaus, Selasa ( 18/1).
Legislator asal Sumatera Barat ini menilai dengan dilakukannya uji kepatutan dan kelayakan diharapkan bisa membuat kewenangan penjabat bertambah.
Sehingga, roda pemerintahan tidak stagnan dan hanya menunggu instruksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam mengambil kebijakan. Artinya tidak selalu harus menunggu instruksi atau petunjuk dari Kemendagri.
“Pj Kepala daearah hendaknya bisa melakukan berbagai inovasi dalam mengambil berbagai kebijakan terhadap daerah yang dipimpinnya,” ujarnya
Selain itu, uji kepatutan dan kelayakan memastikan tidak ada kepentingan politik dalam menunjuk kepala daerah.
“Sehingga, penjabat bisa menjalankan tugasnya dengan baik, profesional dan netral tanpa dipengaruhi oleh kepentingan partai politik. Juga memiliki kewenangan penuh dan setara dengan kepala daerah definitif,” tutur politikus PAN itu.
Proses uji kepatutan dan kelayakan bisa dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Mekanismenya bisa meniru proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu.
Pemerintah dalam hal ini melakukan penyaringan melalui tim seleksi (timsel) misalnya memilih lima orang calon, lalu lima orang itu di serahkan ke DPR yang kemudian dilakukan uji kepatutan dan kelayakan.
Dan yang perlu di di tekankan bahwa proses seleksi calon Pj Kepala daerah ini harus diikuti ASN aktif. Bukan pejabat eselon satu yang sudah purnabakti.
“Untuk posisi penjabat gubernur harus diisi eselon satu. Sedangkan penjabat bupati atau wali kota diisi ASN berstatus eselon dua”, sambung Guspardi yang akrab disapa Pak GG ini.
Untuk itu, perlu adanya regulasi yang mengatur penjabat (Pj) kepala daerah dilakukan fit and proper test. Sebab sejauh ini belum ada regulasi terkait hal tersebut. Berdasarkan undang-undang memang tidak ada yang mengatur tentang hal itu. Kalau memang ada regulasi terhadap hal tersebut kenapa tidak.
“Perlu ada alasan hukum bagi penjabat kepala daerah untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Tidak bisa ujug-ujug harus melewati fit and proper test “, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.
Discussion about this post