UTUSANINDO.COM, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengapresiasai Menteri ATR/BPN yang pada akhirnya dapat menerima dan menyetujui himbauan, permintaan dan desakan komisi II agar sertifikat elektronik ini ditunda pemberlakuannya, dan melakukan evaluasi dan revisi terhadap permen no 1 tahun 2021 tersebut dalam Rapat Kerja ( Raker) dengan komisi II selama 2 hari 22 -23 Maret 2021. Selain itu juga diharapkan Kementrian ATR/BPN untuk dapat menyempurnakan norma hukum dalam beleid ini guna menghindari terjadinya salah persepsi terhadap peraturan mentri mengenai sertifikat elektronik ini di kemudian hari.
Menurutnya, masyarakat resah dengan terbitnya beleid tersebut karena ada kekhawatiran dilakukannya penarikan sertifikat fisik dan diganti dengan sertifikat elektronik. Sertifikat konvensional saja masih banyak masalah. Tumpang tindih kepemilikan (ganda, red), pemalsuan sertifikat, sengketa tanah dan sederet permasalan pertanahan lainnya masih terjadi dan menjadi momok ditengah masyarakat, ujar Guspardi Selasa (23/3)
Politikus PAN ini menuturkan, rumusan norma yang menjadi penyebab kekhawatiran masyarakat terlihat dalam Pasal 16 ayat (3) Permen ATR/BPN 1/2021. Pasal 16 ayat (3) menyebutkan, “Kepala Kantor Pertanahan menarik Sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan”. Pasal 16 ayat (4)-nyamenyebutkan, : “Seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada Pangkalan Data”.
Seperti diketahui, warkah merupakan dokumen yang menjadi alat pembuktian data fisik dan yuridis pertanahan yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran tanah.
Guspardi yang biasa dipanggil Pak GG ini pun mengingatkan Menteri ATR/BPN agar penerapan sertifikat elektronik tidak boleh dimaksudkan menggantikan fisik sertifikat. Seharusnya Penerapan sertipikat elektronik dijadikan sebagai bagian guna memback up dan memperkuat sertifikat fisik yang berlaku selama ini. Tanpa sertifikat elektronik saja masyarakat sudah resah. Pak Menteri malah menerbitkan Permen. Jadi lebih baik ditunda saja dan dilakukan evaluasi dan perevisian terhadap berbagai hal mengenai Sertipikat Elektronik ini, tutup anggota Baleg DPR RI tersebut.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengakui rumusan Pasal 16 ayat (3) meresahkan masyarakat. Namun, dia menilai ada kesalahpahaman yang terjadi dimasyarakat terhadap rumusan pasal tersebut. Dia mengatakan Pasal 16 ayat (3) harus dibaca secara keseluruhan menjadi satu kesatuan dengan Pasal 16 ayat 4-nya. Menurutnya, dokumen sertifikat yang telah dialihmediakan kemudian distempel untuk dikembalikan ke pemiliknya. Dengan begitu, pemilik sertifikat tanah dapat membandingkan antara yang sudah berbentuk elektronik dengan sertifikat yang lama.
Dia menegaskan beleid yang terbit 12 Januari 2021 ini telah berlaku dan hanya akan diujicobakan di Jakarta dan Surabaya. Itupun hanya pada data pertanahan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pemerintah pusat dan daerah. Sofyan sadar betul mengalihmediakan menjadi sertifikat elektronik membutuhkan waktu yang panjang.
Discussion about this post