UTUSANINDO.COM – Perlakuan Prancis terhadap Muslim telah mendorong populis sayap kanan di Eropa.
Sebanyak 36 organisasi non-pemerintah (LSM) yang mewakili 13 negara telah mengajukan petisi kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang isinya mengeluhkan tindakan Islamofobia sistematis yang mereka sebut terjadi di Prancis.
Managing Director CAGE Advocacy Group yang berbasis di Inggris, Muhammad Rabbani, yang menandatangani pengaduan tersebut, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah Prancis telah menyebabkan ‘sekuritisasi’ kehidupan Muslim dan penutupan tempat ibadah, amal, dan LSM mereka.
“Dalam beberapa hari terakhir, menteri dalam negeri Prancis telah menutup sembilan masjid lagi. Prancis sedang berusaha untuk mengekspor model Islamofobia ke seluruh UE,” katanya, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Senin (18/1).
“Prancis bisa dibilang laboratorium pengujian untuk Islamofobia Eropa. Oleh karena itu, sangat penting bahwa itu ditentang dengan kuat dan dalam gaya yang terorganisir, sehingga tidak meluas melampaui perbatasan Prancis,” tambah Rabbani.
Ia juga menginformasikan bahwa Koalisi Internasional LSM telah memiliki rencana untuk mengambil tindakan hukum terhadap pemerintah Prancis untuk memastikan hak-hak umat Islam dilindungi.
Sementara, juru bicara Asosiasi Profesional Muslim Afrika Selatan (AMPSA), Feroze Boda bahkan menuding Prancis, khususnya Emmanuel Macron bertujuan untuk memberantas keberadaan uamat Muslim.
“Mereka bertujuan untuk memberantas Islam dengan kedok ideologi kebebasan dan egalitarianisme Prancis,” ungkapnya.
“Mereka dengan tidak menyesal mendiskriminasi Muslim antara lain, menodai martabat Nabi Muhammad (SAW) dengan menyamarkannya sebagai kebebasan berbicara, menyerang pemakaian jilbab, merampok rumah, masjid dan organisasi Muslim, serta melarang amal Muslim,” kata Boda.
Dalan pernyataan pers nya, LSM telah secara forensik mengidentifikasi dan mendokumentasikan bukti Islamofobia struktural dan diskriminasi terhadap Muslim di Prancis.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa dokumen tersebut memetakan sejarah diskriminasi terhadap Muslim sejak 1989 dan menemukan bahwa Prancis telah melanggar beberapa hak dasar yang dilindungi undang-undang yang diratifikasi oleh Paris.
“Prancis mengeksploitasi tindakan kekerasan politik untuk menanamkan Islamofobia dalam kepolisian dan peradilan. Kebijakan negara menetapkan praktik keagamaan sebagai tanda risiko dan sangat mirip dengan model Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Ekstremisme (CVE) yang gagal,” kata pernyataan itu.
Pernyataan itu juga menuduh bahwa pemerintah Prancis telah mempersenjatai Laicite (sekularisme versi Prancis) untuk membenarkan intrusi negara dalam praktik keagamaan dan politik umat Islam.
“Prancis melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Prancis melanggar kebebasan anak, khususnya menargetkan anak-anak Muslim yang melanggar Konvensi PBB tentang Hak Anak,” tambah pernyataan itu.
Pernyataan tersebut selanjutnya mendesak Prancis untuk memberlakukan atau membatalkan undang-undang jika diperlukan untuk melarang diskriminasi semacam itu. (Rml)
Discussion about this post