UtusanIndo.com,(Padang)- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat menggelar rapat paripurna penyampaian nota pengantar rancangan peraturan daerah(Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2019, di ruang rapat utama DPRD Sumbar,Rabu, 3 Juni 2020.
Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan, meski Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sumbar tahun 2019, meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI), belum menjamin bahwa penggunaan anggaran berjalan efektif, efisien dan akuntabel.
“Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPD tahun 2019 masih terdapat sembilan kelompok temuan terkait dengan System Pengandalian Internal (SPI),” ujar Ketua DPRD Sumbar Supardi.
Menurut Supardi, tidak hanya itu, ada empat kolompok temuan terkait dengan ketidakpatuahan, kecurangan dan hal yang tidak sesuai dengan perundang-undangan.
“Masih banyak target kinerja yang belum bisa terwujud, diantaranya, pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan,” ujar Supardi.
Lanjut, Supardi, realisasi anggaran secara keseluruhan masih rendah, terutama pada pos belanja daerah dengan rata-rata hanya 92,42 persen disetiap kabupaten/kota.
“Lemahnya pengawasan serta perencanaan menyebabkan kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan harapan. Dari hasil evaluasi pembahasan dan penetapan Ranperda pertanggungjawaban APBD yang dilakukan, masih bersifat normatif untuk memenuhi amanat Undang-Undang,” ujarnya.
Dikatakan Supardi, dalam proses pembahasan, DPRD akan fokus terhadap beberapa aspek penilaian yang meliputi, sejauh mana anggaran digunakan secara efektif dan efisien untuk mewujudkan capaian kinerja pembangunan daerah.
“Sejauh mana anggaran yang digunakan memberikan manfaat bagi peningkatan perekonomian dan pendapatan masyarakat di daerah, kita juga harus mengetahui apa permasalahan yang menyebabkan tidak maksimalnya realisasi anggaran dan tidak tercapainya beberapa target kinerja pembangunan daerah,” ujarnya.
Dijelaskan Supardi, pengelolaan keuangan daerah, dapat diformulasikan arah kebijakan dan perbaikan dalam tata kelola APBD, sehingga pelanggaran terhadap SPI dan peraturan perundang-undangan tidak terjadi pada masa yang akan datang.
“Akan terjadi kontradiksi terhadap penilaian masyarakat, dimana Sumbar mendapatkan delapan kali berturut-turut opini WTP, namun masih terdapat terjadi kelalaian dalam SPI dan pelanggaran pereturan perundang-undangan. Dari kondisi ini, tentu tidak sejalan dengan raihan opini WTP,” ujarnya.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan dari capaian delapan kali WTP yang diperoleh Sumbar masih ditemukan beberapa permasalahan.Namun, tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan.
“Masih ada sejumlah permasalahan yang masih terjadi dalam persoalan keuangan daerah.Dari data BPK RI, permasalahan itu adalah temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan erundang-undangan,” ujarnya.
Menurut Irwan Prayitno, ini merupakan prestasi yang patut dibanggakan, dimana Provinsi Sumbar merupakan satu-satunya provinsi yang memperoleh opini WTP selama delapan tahun secara berturut-turut,” ujarnya. (Cn)
Discussion about this post