UtusanIndo.com,(Jakarta)- Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengkritisi pengembalian sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke proporsional tertutup. Pengembalian kepada sistem proporsional tertutup dinilai sebagai set back atau memutar jarum kebelakang dan mengkebiri hak rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen.
“Hak demokrasi rakyat untuk memilih wakil mereka untuk duduk diparlemen seakan dirampas,” ujar Guspardi Gaus dalam keterangan tertulis kepada utusan indo com, Rabu, 20 Mei 2020.
Menurut Guspardi,menerapkan sistem proporsional tertutup adalah langkah mundur, karena bertentangan dengan semangat reformasi dan hanya akan menimbulkan oligarki.
“Saat ini pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka. Kandidat bersaing dengan kandidat lain di partai yang sama. Mereka yang lolos adalah yang mendapat suara terbanyak sebagai individu,” ujarnya
Lanjut Guspardi, ini tentunya akan membuat semua calon akan bersemangat dan bergairah untuk mendulang suara di daerah pemilihan masing- masing. Sehingga calon yang akan duduk di parlemen adalah mereka yang benar- benar mendapatkan dukungan dari masyarakat pemilihnya. Dan itu merupakan manifestasi dari kedaulatan itu berada di tangan rakyat.
“Sementara sistem proporsional tetutup berkebalikan dari itu. calon anggota ditentukan berdasarkan nomor urut yang ditentukan partai politik. Kemudian pemilih akan memilih partai dan bukan memilih anggota partai yang mewakili daerah pemilihan,” ujar Guspardi Gaus.
Dikatakan Guspardi, Partai politik menjadi sangat berkuasa menentukan mendudukkan calon yang akan di usung di lembaga legislatif. Hal in dinilai tidak mendukung semangat reformasi dan pembangunan politik serta demokrasi di Indonesia dan hanya akan mematikan partisipasi politik dan hanya menguatkan oligarki partai partai politik.
“Dengan sistem proporsional tertutup para caleg tentunya tidak akan membesarkan partai. Sementara di internal para calon akan bersikap pasif karena calon anggota DPR (caleg) ditentukan berdasarkan nomor urut yang dibuat partai politik. Semakin kecil nomor urut yang dimiliki caleg, makin besar peluangnya menjadi anggota dewan. Sebaliknya, semakin besar nomor urut, semakin jauh peluangnya menduduki kursi legislatif,” ujar Guspardi Gaus yang merupakan Anggota DPR RI asal sumatera Barat ini.
Ditambahkan Guspardi Gaus, sistem tersebut kemudian melahirkan berbagai adagium politik, antara lain caleg nomor sepatu (caleg yang sulit terpilih karena berada pada nomor urut besar) dan caleg nomor urut kecil tidak termotivasi banyak bergerak turun ke tengah masyarakat di dapilnya karena sudah pasti terpilih.
“Mereka tidak berakar ke bawah (rakyat), tapi berakar ke atas/pimpinan parpol,” ujar Legislator dari Fraksi PAN ini
Dikatakan Guspardi Gaus, sistem porposional terbuka selayaknya di pertahankan untuk diterapkan pada pemilu legislatif saat ini. Kekurangan yang ada pada sistem proporsional terbuka tidak harus dengan mengembalikan sistem pemilu tertutup.
“Karena itu yang harus dilakukan adalah perbaikan dan penyempurnaan untuk menutup kekurangan sistem proporsional terbuka itu sendiri. Sistem ini terbukti telah berhasil membuka ruang partisipasi lebih besar, lebih mendekatkan pemilih kepada calon, komunikasi politik berjalan, dan kesempatan calon terpilih lebih adil. Sehingga cita- cita demokrasi dimana kedaulatan rakyat tertinggi berada di tangan rakyat dapat terwujud,” ujarnya
Dilain sisi, Refly Harun ( Pakar Hukum Tata Negara ) yang juga bertindak sebagai nara sumber dalam diskusi daring ini mengatakan jika dilihat dari segi pengawasan, memang sistem pemilu proporsional tertutup lebih mudah dalam pengawasannya.
Sistem ini juga memberikan kuasa yang besar kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai sebagai penentu.
“Semua tergantung ketua umum partai untuk menempatkan orang-orang tertentu,” ujar Refli
Adapun acara dihelat Lembaga Hikmah dan Kebijakan PublikMuhammadiyah DKI menggelar diskusi virtual yang bertajuk “Quo Vadis Revisi UU Pemilu di Jakarta tanggal 19 Mei 2020 dengan menghadirkan nara sumber yakni: Guspardi Gaus ( FPAN Komisi II DPR RI ) dan Zulkifli Arsa Sadikin ( FGolkar Komisi II DPR RI ), Refli Harun ( pakar HTN), dan Ilham Saputra ( KPU ).(relis/chan)
Discussion about this post