UtusanIndo.com,(Padang)- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat meminta keterangan penjelasan Gubernur Sumbar terkait kasus dugaan BUMD-BUMD milik pemprov dan Asset yang diperkirakan merugikan masyarakat Sumbar. Dugaan penyelewengan di tubuh BUMD dan Asset hampir kejahatan koorporasi tampaknya mulai terkuak.
Anggota DPRD Sumbar M Nurnas mengatakan, pihaknya mempertanyakan tindak lanjut hasil rekomendasi panitia khusus DPRD Sumbar terhadap permasalahan PT Padang Industrial Park (PIP), karena pihaknya baru mengetahui bahwa hasil audit investigasi BPKP Perwakilan Sumbar sepakat untuk diserahkan penyelesaiannya melalui jalur hukum.
“Saya baru mengetahui persoalan PIP sudah masuk di ranah hukum, kami ingin memperjelas direkomendasi yang telah dikeluarkan DPRD beberapa waktu yang lalu, kita ingin mengetahui proses tersebut, karena kita sebagai bermitra, agar tidak terjadi negatif thingking, melihat proses yang seolah- olah didiamkan, tapi mungkin ada yang belum terselesaikan,” ujar Nurnas saat termen tanya jawab saat rapat paripurna DPRD Sumbar, Jumat, 13 Maret 2020.
Anggota fraksi Golkar Afrizal mengatakan, pihaknya menyampaikan terima kasih atas jawaban yang disampaikan, namun pada halaman delapan dalam penyampaian jawaban ada pengaburan data dan fakta.
“Dikatakan saudara gubernur hingga tahun 2017 PT Grafika Citra Jaya Sumbar secara konsisten tetap memberikan deviden kepada daerah, namun tahun 2018, oleh karena ada kerugian perusahaan tahun 2019 tidak dapat memberikan deviden cicilan kepada pemda sebesar Rp 150 juta dengan demikian dengan prinsipnya tidak ada permasalahan pada PT Grafika, namun hanya saja diberikan pengembangan usaha, hari ini yang kita lihat dari PT Grafika, pertama mempunyai hutang di Bank Nagari,” ujar Afrizal politisi yang vokal, karena berlatar belakang aktivis KNPI ini.
Anggota fraksi Demokrat Arkadius datuk Intan Bano menanyakan, pihaknya mengkritisi persoalan pemilihan direksi dan komisaris Bank Nagari, kalau DPRD Sumbar mengacu kepada UU 23 Tahun 2014 beserta turunannya.
“Bahwa mekanisme penetapan direksi Bank Nagari sebagai BUMD harus mengikuti Permendagri 37 tahun 2018,” ujar Arkadius.
Menurut Arkadius, sedangkan kepala daerah menggunakan PP 21 tahun 2011 dan POJK nomor 55 tahun 2016.
“Yang jadi masalah bagi saya, kok kenapa perbedaan persepsi itu dibiarkan berlarut- larut, padahal kepala daerah bersama DPRD sesuai UU 23 tahun 2014 merupakan unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah,” ujarnya.
Ketua fraksi Gerindra Hidayat menyampaikan, pihaknya mempertanyakan pemanfaatan dan pengelolaan asset daerah.
“Terutama pendataan asset berbasis data IT, ini berangkat dari persoalan aset kita pihak ketiga belum bisa kita manfaatkan secara optimal,” ujarnya.
Dikatakan Hidayat, pihaknya melihat selama ini gubernur belum pernah melakukan kebijakan yang strategis untuk menyelesaikan persoalan BUMD dan Asset ini.
“Mohon kepada Gubernur, mantan- mantan pejabat daerah yang mengusai asset daerah, sebut saja ngapaian lagi kita basa – basi,” ujar Hidayat.
Dari fraksi PAN Syahrul Furqan mengatakan, pihaknya mendesak gubernur untuk BUMD yang mempunyai prospek keuntungan yang baik harus dikelola secara baik.
“Jangan lagi BUMD dikelola secara tidak profesional yang mengakibatkan rakyat Sumbar semangkin menderita, karena uang digunakan merupakan dari pajak dipungut kepada rakyat,” ujarnya.
Dijelaskan Syahrul Furqan, persoalan BUMD dan Asset ini merupakan preseden buruk bagi kinerja gubernur.
“Masa untuk mencari keuntungan yang baik saja tidak bisa,” ujarnya.
Anggota fraksi Nasdem Bakri Bakar, mempertanyakan, persoalan Minang Mart dan Bank Nagari, karena selama ini berdasarkan pengetahuan masyarakat adanya sebuah sekolah yang dianak emaskan.
“Biasanya ada beasiswa kepada mahasiswa ataupun masyarakat lainnya, tapi kenapa ada beberapa pihak yang dianak emaskan,” ujarnya. (Chan)
Discussion about this post