UtusanIndo.com,(Padang)- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat menggelar rapat paripurna untuk penetapan usul penggunaan hak interpelasi DPRD Provinsi Sumatera Barat, di ruang rapat utama DPRD Sumbar, Senin, 9 Maret 2020.
Rapat paripurna untuk penetapan hak interpelasi DPRD terhadap gubernur Sumbar, dipimpin Ketua DPRD Sumbar Supardi, didampingi oleh para wakil ketua antara lain Irsyad Safar, Suwirpen Suib dan Indra Datuk Rajo Lelo l. Sementara anggota DPRD yang hadir berjumlah 56 orang.
“Kita sengaja rapat paripurna untuk pengambilan keputusan terhadap penetapan usul hak interpelasi DPRD Provinsi Sumatera Barat, kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum,”ujar ketua DPRD Sumbar Supardi.
Menurut Supardi, sesuai ketentuan pasal 81 ayat 6 peraturan tata tertib DPRD, bahwa rapat paripurna penetapan persetujuan terhadap penggunaan hak interpelasi DPRD dihadiri lebih dari 1/2 jumlah anggota DPRD.
“Rapat paripurna dewan 28 Februari 2020 yang lalu, para pengusul telah menyampaikan penjelasannya terjadap usul penggunaan hak interpelasi DPRD terkait permintaan keterangan terhadap kebijakan Gubernur dalam pengelolaan investasi melalui kegiatan perjalanan dinas luar negeri dan kebijakan Gubernur terkait dengan pengelolaan BUMD dan Aset Daerah,” ujarnya.
Dikatakan Supardi, dari jawaban yang disampaikan oleh pengusul, enam fraksi menyetujui penggunaan hak interpelasi DPRD terkait dengan permintaan keterangan/penjelasan kepada Gubernur tentang kebijakan dalam pengelolaan BUMD dan Aset Daerah dan satu fraksi menolak.
“Sedangkan permintaan keterangan/ penjelasan atas kebijakan pengelolaan investasi melalui kegiatan perjalanan dinas luar negeri tidak satupun fraksi yang sepakat untuk diangkat menjadi materi hak interpelasi DPRD dengan pertimbangan, cakupannya belum masuk dalam ranah interpelasi DPRD,” ujarnya.
Dijelaskan Supardi, sesuai dengan maksud pasal 81 ayat 5 dan ayat 6, maka rapat paripurna ini, ” Kita akan mengambil keputusan terhadap persetujuan penggunaan usul hak interpelasi DPRD, ‘hanya’ terkait dengan permintaan keterangan penjelasan kepada Gubernur terkait dengan kebijakan dalam pengelolaan BUMD dan Aset Daerah,” ujarnya.
Adapun agenda rapat paripurna yaitu penyampaian jawaban pengusul interpelasi (Gerindra) atas pandangan fraksi yang disampaikan pada rapat sebelumnya, jawaban fraksi, voting persetujuan interpelasi dan penetapan hak interpelasi.
Kemudian, jawaban pengusul interpelasi (Gerindra) atas pandangan fraksi yang disampaikan pada rapat sebelumnya (28 Februari 2020).
Juru bicara pengusul interpelasi Afrizal menyampaikan, dari tujuh Fraksi, semuanya berpendapat bahwa materi kebijakan investasi melalui kegiatan kunjungan kerja luar negeri, tidak termasuk dalam ruang lingkup interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dengan pertimbangan .
“Kegiatan perjalanan dinas yang dilakukan oleh Gubernur, pada prinsipnya merupakan kegiatan OPD yang telah ditetapkan dalam DPA masing-masing OPD dan alokasi anggarannya, juga sudah dibahas Pemerintah Daerah dan DPRD, Sedangkan lingkup materi penggunaan Hak Interpelasi DPRD yaitu menyangkut ”kebijakan” Gubernur yang penting dan strategis yang berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” ujarnya.
Lanjut, kegiatan perjalanan dinas yang dilakukan oleh Gubernur dan OPD-OPD terkait, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hasil kegiatannya juga sudah dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Permendagri Nomor 29 Tahun 2016.
Namun demikian, meskipun kebijakan investasi melalui kegiatan perjalanan dinas luar negeri, tidak disepakati dengan materi penggunaan Hak Interpelasi DPRD
“Kami para pengusul tetap memberikan beberapa catatan terkait dengan kegiatan perjalanan dinas ke luar negeri, kegiatan perjalanan dinas ke luar negeri, hendaknya dilakukan betul- betul untuk kegiatan yang sangat urgen dan strategis serta memberikan multiplayer effect untuk kemajuan daerah dan masyarakat Sumatera Barat,” ujarnya.
Dikatakannya, daerah tujuan dan urgensi kegiatan perjalanan dinas luar negeri, agar disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan negara tujuan memiliki hubungan yang sangat kuat untuk peningkatan pembangunan daerah.
“Meskipun kegiatan perjalanan dinas luar negeri, sudah dianggarkan dalam DPA OPD, tetapi penggunaanya tetap harus dilakukan dengan sangat selektif, urgen dan kegiatannya betul-betul memberikan dampak yang positif untuk perkembangan daerah dan masyarakat Sumatera Barat,” ujarnya.
Untuk diketahui, dari 7 (tujuh) Fraksi, 6 (enam) Fraksi mendukung penggunaan Hak Interpelasi dengan materi kebijakan pengelolaan BUMD dan asset daerah dan 1 (satu) Fraksi menolak dengan pertimbangan, penggunaan hak interpelasi dengan materi tersebut, tidak memiliki dasar atau alasan yang kuat dan jelas dan apabila DPRD memerlukan penjelasan, dapat dilakukan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Dari dua wacana interpelasi yakni Interpelasi terkait kunjungan luar negeri Gubernur dan interpelasi terkait pengelolaan BUMD dan Aset daerah.
“Terkait wacana interpelasi kunjungan luar negeri Gubernur, tidak satupun fraksi yang menyetujui untuk diusulkan sehingga tidak dibahas lagi dan terkait wacana interpelasi pengelolaan BUMD dan Aset, dari tujuh fraksi yang ada hanya PKS yang menolak, sementara enam fraksi lain menyetujui untuk diusulkan yaitu Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, PAN, Partai Golkar, PPP-NasDem dan PDl-P & PKB,” ujarnya.
Disampaikannya, selanjutnya terhadap usulan interpelasi terkait pengelolaan BUMD dan Aset daerah dilakukan pemungutan suara secara terbuka (voting) oleh semua anggota DPRD yang hadir untuk menentukan apakah usulan interpelasi tsb disetujui atau tidak.
“Jumlah anggota DPRD yang hadir 56 orang yang setuju berjumlah 46 orang dan tidak setuju berjumlah 10 orang, maka DPRD Sumbar secara kelembagaan menyetujui Hak Interpelasi terhadap Gubernur Sumbar Terkait pengelolaan BUMD dan Aset Daerah,” ujarnya.
Selanjutnya, DPRD Sumbar menetapkan dalam SK No. 02/SB/Tahun 2020 tanggal 9 Maret 2020 tentang penggunaan hak interpelasi DPRD Propinsi Sumbar.
“Menetapkan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumbar untuk meminta keterangan/penjelasan kepada Gubernur Sumbar terhadap kebijakan dalam pengelolaan BUMD Prov. Sumbar dan kebijakan dalam pengelolaan aset Pemda Provinsi Sumbar,” ujarnya.
Pihaknya DPRD Sumbar mengharapkan agar Gubernur dapat langsung memberikan jawaban tanpa diwakili.
“Namun dalam aturannya apabila Gubernur berhalangan tetap dapat diwakili oleh Sekda atau pejabat lainnya dan rapat berikutnya untuk mendengarkan penjelasan gubernur dijadwalkan pada 13 Maret 2020,” ujar Supardi
Sementara itu, Sekretaris Dewan DPRD Sumbar menyampaikan yang ditandatangani ketua DPRD Sumbar Supardi menyampaikan, adapun daftar permintaan keterangan DPRD Sumbar kepada Gubernur Sumbar sebagai berikut,
Kebijakan Pengelolaan BUMD, dalam kerangka penyelenggaraan otonomi daerah, sesuai dengan ketentuan Pasal 333 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, salah satu tujuan dari pendirian BUMD adalah memperoleh Iaba dan/atau keuntungan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD, Iebih dipertegas, bahwa tambahan penyertaan modal pada BUMD, sebanding dengan deviden yang diberikan kepada Pemerintah Daerah.
Namum dalam kenyataannya, dalam 5 (lima) tahun terakhir BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat baik yang berbentuk Perusahaan Umum Daerah maupun yang berbentuk Perusahaan Perseroan Daerah, tidak mampu memenuhi kewajibannya memberikan deviden yang telah ditetapkan dalam APBD, padahal target deviden yang ditetapkan tersebut, masih jauh dari perbandingan antara besaran penyertaan modal yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Kondisi tersebut, menunjukkan bahwa BUMD milik Pemerintah Daerah kondisinya sudah tidak sehat dan tidak mampu bersaing dengan competitor lainnya dari pihak swasta yang pengelolaan perusahaannya lebih efisien, Iebih professional dan lebih kompetitif. Rendahnya kinerja BUMD milik Pemerintah Daerah, diantaranya disebabkan oleh karena tidak profesionalnya orang-orang yang ditempat pada BUMD-BUMD, core bisnis yang tidak tepat serta tidak kompetitifnya BUMD.
Untuk meningkatkan kinerja BUMD, pada tahun 2015 DPRD Provinsi Sumatera Barat telah membentuk Panitia Khusus untuk Penyelesaian Permasalahan BUMD dan memberikan beberapa rekomendasi strategis. Namun demikian, kondisi BUMD milik Pemerintah Daerah tidak juga mengalami peningkatan.
Sehubungan dengan kondisi BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat tersebut serta untuk mendapatkan solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.
DPRD Provinsi Sumatera Barat meminta keterangan/penjelasan yang menyeluruh terkait dengan, bagaimana konsep pengembangan BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah ke depan, baik terhadap permodalan, sarana dan prasarana, pemanfaatan teknologi, rencana bisnis dan SDM, terutama dalam rangka menghadapi persaingan usaha yang semakin kompetitif.
BUMD-BUMD mana yang memiliki prospek yang masih dapat dikembangkan dan BUMD-BUMD mana yang tidak mungkin lagi dapat dikembangkan dan apa solusinya terhadap BUMD yang tidak mungkin lagi untuk dikembangkan tersebut.
Apa faktor utama yang menyebabkan BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah tidak kompetitif dan bagaimana solusi untuk peningkatannya.
SDM merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan rendahnya kinerja BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah. BUMD milik Pemerintah Daerah dikelola oleh orang-orang yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas serta memiliki pengalaman bisnis sesuai core bisnis BUMD. Permasalahan rendahnya SDM di BUMD, tidak terlepas dari rekrutmen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah selaku pemilik modal atau pemegang saham.
Bagaimana proses seleksi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai pemilik moda dan pemegang saham pengendaIi pada BUMD terhadap calon Dewan Pengawas dan Anggota Direksi dari BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah. Khusus untuk seleksi calon Direksi PT. Bank Nagari masa jabatan tahun 2020-2025, apa dasar pertimbangan pemegang saham tidak melakukannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.
Bagaimana perbandingan perkembangan penyertaan modal Pemerintah Daerah dengan deviden yang diberikan oleh BUMD dalam 5 (lima) tahun terakhir dan bagaimana pula rencana Pemerintah Daerah melihat dari perbandingan antara penyertaan modal dengan dividen yang tidak seimbang tersebut.
Melihat pada kinerja PT. Balairung Citra Jaya, Panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 telah merekomendasikan agar pengelolaan hotel Balairung diserahkan pada pihak ketiga yang professional dan memiliki keahlian di bidang perhotelan dan terakhir DPRD dan Pemerintah Daerah sepakat pengelolaannya diambil alih Iangsung oleh Pemerintah Daerah (tidak Iagi di kelola oleh PT. Balairung) dan mencabut Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pendirian PT. Balairung Citra Jaya. Sampai sejauh mana Iangkah-langkah yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk pengambilalihan pengelolaan manajemen Hotel Balairung tersebut.
PT. Andalas Tuas Sakato (ATS) dan PT. Dinamika Jaya Sumbar telah dicabut dengan Perda Nomor 5 Tahun 2018 dan Perda Nomor 6 Tahun 2018 sejak tanggal 20 Maret 2018. Sesuai dengan ketentuan Pasal 342 (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Perusahaan Perseroan Daerah yang dibubarkan, maka kekayaan daerah hasil pembubaran perusahaan perseroan Daerah yang menjadi hak Daerah dikembalikan kepada Daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, sampai sejauhmana tindak lanjut dari pembubaran PT. Andalas Tuah Sakato (ATS) dan PT. Dinamika Jaya Sumbar telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan apa yang menyebabkan Iamanya proses tindak lanjut pembubaran yang beresiko timbulnya kerugian daerah sebagai akibat dari penyusutan nilai asset milik Pemerintah Daerah pada 2 (dua) BUMD yang dibubarkan tersebut.
Disamping itu, sampai sejauhmana pula penyelesaian hak dan kewajiban karyawan serta hutang dan piutang perseroan.
Untuk mendorong kinerja PT. Grafika, telah dilakukan penambahan penyertaan moda| yang digunakan untuk mengembangkan unit bisnis di sektor retail dengan membuka gerai Minang Mart. Akan tetapi usaha tersebut gagal, banyak gerai Minang Mart yang tutup. Terhadap kondisi tersebut, bagaimana kelanjutannya dan bagaimana pula dengan modal yang dialokasi untuk Minang Mart tersebut.
Pasal 132 dan Pasal 134 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah sebagai pemilik modal dan pemegang saham pada BUMD untuk melakukan pembinaan secara berkala terhadap BUMD, baik terhadap manajemen, organisasi, keuangan, kepengurusan, pendayagunaan asset, pengembangan bisnis dan melakukan pengawasan terhadap kinerja BUMD.
Sampai sejauhmana Pemerintah Daerah telah melaksanakan tugas pembinaan dan pengawasan terhadap BUMD-BUMD milik Pemerintah Daerah dan seperti apa hasil dan tindak lanjutnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 36 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 118 Tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kegiatan dan Anggaran, Kerja Sama, Pelaporan dan Evaluasi BUMD, pemenuhan kepemilikan saham minimal 51% (lima puluh satu persen) oleh 1 (satu) daerah pada BUMD yang berbentuk Perusahaan Perseroan Daerah, dilakukan paling lama 5 (lima) tahun.
Bagaimana rencana Pemerintah Daerah untuk pemenuhan kepemilikan saham pada PT. Bank Nagari sebesar 51 % sesuai dengan amanat Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tersebut.
Kebijakan Pengelolaan Aset Daerah,
dalam rangka meningkatkan PAD, Pemerintah Daerah dapat mengoptimaiisasikan pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk sewa, Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan kerjasama penyediaan infrastruktur (KSPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2018, total asset milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat mencapai Rp. 10.618.211/428.227,-. Dari total nilai asset tersebut, sebesar Rp. 108.030.484.292, masuk dalam kelompok asset yang tidak bermanfaat, sebesar Rp. 1.784.281.749, masuk dalam kelompok asset dalam penelusuran dan sebesar Rp. 3.684.376.777, masuk dalam kelompok dimanfaatan oleh pihak lain.
Pada APBD Tahun 2020, kontribusi pendapatan daerah dari pemanfaatan asset daerah masih rendah dan tidak sebanding dengan nilai asset yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Sehubungan dengan kondisi asset milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat tersebut
DPRD Provinsi Sumatera Barat meminta keterangan/penjelasan yang menyeluruh terkait dengan, memperhatikan nilai kapitasilisasi asset daerah yang mencapai Rp 10.618.211.428.227,maka terdapat potensi penerimaan yang cukup besar. Akan tetapi karena pengelolaannya yang tidak maksimal, maka kontribusinya sangat rendah untuk peningkatan penerimaan daerah. Ke depan bagaimana kebijakan dan strategi pengelolaan dan pemanfaatan asset daerah agar mampu memberikan kontribusi yang maksimal pada penerimaan daerah.
Banyak asset-aset daerah yang masih dikuasai oleh pihak lain yang tidak berhak menguasainya, akan tetapi tidak ada upaya dan Iangkah-Iangkah yang serius dari Pemerintah Daerah untuk mengembalikan asset tersebut kepada Pemerintah Daerah. Ke depan, bagaimana kebijakan, strategi dan langkah-langkah dari Pemerintah Daerah, untuk menguasai kembali asset daerah yang dikuasai oleh pihak Iain dan siapa saja pihak yang menguasai asset daerah tersebut.
DPRD Provinsi Sumatera Barat periode tahun 2009-2014 telah membentuk Panitia.Khusus untuk Penyelesaian permasalahan asset daerah dan telah memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk penataan, pengelolaan dan pemanfaatan asset daerah tersebut (penyelesaian tukar guling tanah di kawasan GOR H. Agussalim dengan PT. Bank BNI, penyelesaian tanah eigendon verponding, penyelesaian tanah ex. PT. Saripetojo). Sampai sejauhmana tindak lanjut dari rekomendasi Panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat tersebut telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan apa kendala yang ditemui untuk melaksanakan rekomendasi tersebut.
Aset milik Pemerintah Daerah yang dikelola melalui kerjasama dengan pihak ketiga, diantaranya Hotel The Hill, Gedung Balai Pustaka lstana Bung-Hatta, dll, nilai yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan nilai asset yang dikerjasamakan tersebut. Ke depan bagaimana pola kerjasama yang akan dibuat oleh Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga, sehingga dapat memberikan penerimaan yang lebih kepada Pemerintah Daerah.
Pada tahun 2014, DPRD Provinsi Sumatera Barat telah membentuk Panitia Khusus untuk Penyelesaian Permasalahan Aset Pemerintah Daerah pada PT. Padang Industrial Park (PIP). Dalam rekomendasinya DPRD meminta kepada Pemerintah Daerah selaku pemegang saham mendorong PT. Padang Industrial Park melakukan RUPS Luar Biasa untuk menentukan status penyertaan modal Pemetintah Daerah melalui penyerahan asset tanah seluas 118 Ha. Bagaimana tindak lanjut dari rekomendasi DPRD tersebut dan apa permasalahan yang menyebabkan tidak tuntas-tuntasnya penyelesaian asset Pemerintah Daerah pada PT. Padang lndustrail Park (PIP) tersebut.
Pemerintah Daerah akan memasukan kawasan PIP ke dalam Program Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK), sedangkan permasalahan yang terjadi di PT. Padang Industrial Park masih belum jelas penyelesaiannya. Apa dasarnya Pemerintah Daerah memasukan kawasan PIP ke dalam Program KLIK tersebut dan apabila terjadi permasalahan baru, bagaimana penyelesaiannya nanti.
Beasiswa yang bersumber dari Dana PT. Rajawali Corp, dengan PERDA Nomor 18 Tahun 2018, Yayasan Beasiswa Minangkabau telah dicabut dan pengelolaan Beasiswa yang bersumber dari Dana PT. Rajawali Corp, selanjutnya diatur dengan Peraturan Gubernur. Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Beasiswa Yang Bersumber dari Dana PT. Rajawali Corp oun telah difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Akan tetapi, sampai saat ini juga belum jelas bagaimana realisasi beasiswa tersebut.
Padahal masyarakat Sumatera Barat sangat mengharapkan dan sangat menanti-nanti pencairan dana beasiswa tersebut. Apa yang menjadi hambatan dan kendala, Pemerintah Daerah tidak juga bisa mencairkan bantuan beasiswa yang bersumber dari dana hibah PT. Rajawali Corp tersebut, dimana dana hibah PT. Rajawali Corp tersebut disimpan dan bagaimana aliran kas rekening tempat penvimpanan dana tersebut.
Peanyelesaian ganti rugi SPJ Tanah Fiktif
Kasus SPJ fiktif ganti rugi tanah untuk pembangunan beberapa proyek strategis, telah diputus oleh Pengadilan Negeri Padang dan telah ditetapkan pula terpidana kewajiban untuk mengembalikan kerugian daerah yang mencapai Rp 46 milyar.
Bagaimana tindak lanjut dan perkembangan pengembalian kerugian daerah oleh terpidana. Apakah Terpidana sudah mengembalikan seluruh kerugian daerah dan apabila belum, bagaimana tindakan Pemerintah Daerah untuk meminta kerugian daerah tersebut. (Chan)
Discussion about this post