UtusanIndo.com(Padang Pariaman)-Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit dalam sambutannya mengingatkan kembali sejarah adanya suku Pinyalai pada daerah rantau Pariaman yang ada di Nagari Kapalo Hilalang, Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman.
Suku Pinyalai awalnya berasal dari Nagari Batipuah X Koto Luhak Tanah Datar. Daerah ke tiga yang didiami oleh nenek moyang orang Minangkabau setelah Pariangan (daerah asal) Sungai Tarab dan Limo Kaum. Dari Batipuah X Koto menyebar ke daerah utama. Hingga masuk ke wilayah Kayu Tanam, Padang Pariaman.
Nasrul Abit yang juga merupakan Datuak dari Suku Panai, bagala Datuak Malintang Panai menjelaskan, peran “Tungku Tigo Sajarangan” ditengah-tengah kehidupan masyarakat Minangkabau dalam membangun Nagari.
“Harus kita akui Tungku Tigo Sajarangan bentuk pemimpin ideal yang ada di Minangkabau, yaitu Panghulu, Alim Ulama, Cadiak Pandai memiliki peran yang berbeda, namun tujuannya sama dalam membangun nagari dengan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK),” kata Nasrul Abit Datuak Malintang Panai Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit menghadiri acara malewakan gala Datuak Penghulu Suku Patih Nagari Kapalo Hilalang, Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, Minggu (15/12/2019).
PENGHULU
Fungsi Panghulu atau Niniak Mamak adalah pemimpin yang mengepalai rakyat sesuai pepatah Minangkabau “Elok nagari dek Panghulu, elok kampuang dek nan tuo” ini membuktikan betapa besarnya fungsi sebagai Panghulu.
Jadi untuk mengangkat seorang Panghulu tidaklah asal-asalan, diangkat oleh anak kemenakannya. Gelar Sako dan Pusako yang disandangnya merupakan gelar turun-temurun, dari niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kamanakan. Juga harus bisa mengidentifikasi seluk beluk adat dalam nagari.
“Untuk itu dalam melakukan perannya, seorang Panghulu harus memiliki sifat Sidik (benar) dan Tabligh (menyampaikan) yang maksudnya seorang Panghulu harus bisa menyampaikan hal yang benar kepada masyarakat dan anak kemenakan, selanjutnya sifat Amanah (kepercayaan) dan Fathonah (berilmu). Panghulu harus bisa dipercaya, jujur dan berilmu, agar bisa memecahkan masalah di nagarinya. Seperti pepatah bapantang kusuik indak ka salasai, bapantang karuah indak ka janiah,” jelas Nasrul Abit.
ALIM ULAMA
Fungsi Alim Ulama diibaratkan menjadi Suluah bendang di nagari, yang artinya Alim Ulama tidak kalah penting di nagari, sebagai tokoh agama yang membimbing rohani masyarakat dan sekaligus sebagai figur teladan yang mengayomi masyarakat di bidang keagamaan.
CADIAK PANDAI
Cadiak Pandai adalah solusi dari setiap permasalahan yang ada pada masyarakat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan seperti pepatah “tahu rantiang dek ka mancucuak, tahu di dahan nan ka maimpok”.
“Tentunya Cadiak Pandai bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan dapat memecahkan permasalahan yang baik dan benar, sesuai dengan ilmu yang dimilikinya,” terang Nasrul.
Wagub Sumbar berharap Cadiak Pandai bisa merangkul masyarakat dalam menggali potensi daerah untuk diberdayakan secara optimal. Selain itu hubungan rantau dengan daerah asalnya harus sinergis, terutama intelektual muda di rantau.
Oleh karena itu, kepemimpinan Tungku Tigo Sajarangan punya andil besar dalam membentuk suatu nagari. “Semua itu ada dalam diri DR. Hasanuddin, M.Si yang juga seorang Dekan Fakultas Ilmu Budaya dari Universitas Andalas Padang. Memiliki intelektual dan muda,” ucapnya.
Kemudian Wagub berpesan dan mengajak seluruh unsur pemangku adat, khususnya para penghulu, marilah kita saling bekerjasama “saciok bak ayam, sadanciang bak basi,” saling berkontribusi dalam membangun kampung halaman dan nagari, memberikan ide kreatif untuk membangun nagari.
“Selamat buat Pak Hasanuddin Datuak Tan Patih, semoga mampu menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya dan mampu menjaga sumpah. Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan dan bisa mengabdi pada kaum, masyarakat dan daerah ini,” ujar Nasrul Abit. (nov)
Discussion about this post