Kementerian Perindustrian terus memacu pertumbuhan dan peningkatan kapasitas industri baja di dalam negeri agar mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik. Hal ini seiring tingginya permintaan baja untuk mendukung proyek infrastruktur dan menopang kegiatan sektor industri lainnya di Tanah Air.
“Baja merupakan bahan baku yang sangat dibutuhkan pada sektor-sektor tersebut. Maka itu, industri baja disebut sebagai mother of industries karena berperan penting,” kata Direktur Industri Logam Kemenperin Doddy Rahadi di Jakarta, Kamis (18/10).
Doddy menyampaikan, total poduksi baja kasar seperti slab dan billet mencapai 7,8 juta ton pada tahun 2017, sementara jumlah konsumsi nasional sebanyak 13,6 juta ton. “Saat ini, pemerintah sedang gencar membangun berbagai fasilitas seperti jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan, bandara, dan berbagai proyek infrastruktur lainnya di seluruh Indonesia,” sebutnya.
Untuk itu, masih tersedia banyak peluang bagi industri baja nasional bisa mengisi kebutuhan tersebut. Apalagi, sektor manufaktur pengguna baja juga sedang tumbuh seperti industri otomotif. “Ada juga sektor lainnya yang memerlukan baja sebagai bahan baku, di antaranya industri perkapalan, alat berat, dan migas,” imbuhnya.
Doddy menegaskan, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif agar dapat menarikinvestasi baru dan mendorong industri baja yang sudah ada terus melakukan ekspansi. “Kami jugasedang mengakselerasi pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten yang ditargetkan bisamemproduksi hingga 10 juta ton baja pada tahun 2025,” ungkapnya.
Selain itu, Kemenperin mempercepat pembangunan klaster industri baja di Batulicin, Kalimantan Selatan dan Morowali, Sulawesi Tengah. “Sebagai pembina sektor industri, kami ingin memastikan agar seluruh potensi industri baja dari hulu sampai hilir, yang memang sangat diperlukan dalam pembangunan nasional dapat berperan maksimal,” lanjutnya.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto menyampaikan, pihaknya menjalankan program dan kebijakan strategis dalam peningkatan daya saingindustri baja domestik. Upaya yang dilakukan, di antaranya implementasi industri 4.0 agar dapatmeningkatkan efisiensi dan produktivitas. Langkah ini juga menjadi kunci mendongkrak nilai tambah danindustri hilir yang berteknologi tinggi untuk kompetitif di global.
Selanjutnya, menyediakan pendidikan dan pelatihan yang link and match dengan dunia industri saat ini. “Kami juga menerapkan persyaratan konten lokal dalam proyek infrastruktur serta mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk baja,” ungkap Harjanto. Saat ini, terdapat 28 SNI wajib untuk produk baja dalam rangka meningkatkan kualitas dan keamanan di industri baja domestik.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah juga bertekad untuk melindungi pasar industri baja di dalam negeri dari serbuan produk impor seiring dengan peningkatan kapasitas produksi di tingkat global. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi kebijakan yang berpihak kepada industri baja nasional mengingat potensi pasar domestik yang masih prospektif ke depannya.
”Industri baja di Indonesia semakin memperkuat struktur manufakturnya, karena tidak hanya memasok untuk sektor konstruksi, tetapi kini sudah mampu memenuhi kebutuhan sektor manufaktur lainnya seperti industri otomotif. Langkah ini diyakini dapat mendorong industri baja domestik menjadi sektor yang diperhitungkan di kancah dunia melalui kemampuan teknologi dan kualitas produknya yang bersaing,” papar Menperin.
Discussion about this post