UtusanIndo.com,(Jakarta) – Indonesia berpeluang besar menjadi kiblat fesyen muslim di dunia pada tahun 2020. Selain didukung dengan kekuatan pasar sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia juga sudah punya berbagai jenis industri fesyen yang berdaya saing global.
“Di samping itu, desainer-desainer kita semakin tumbuh dan berkembang. Dan, kami melihat industri fesyen merupakan sektor yang mampu meningkatkan nilai tambah dari industri tekstil. Makanya, ini yang perlu terus didorong,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai membuka secara resmi gelaran Indonesia Moslem Fashion Expo2018 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (1/10).
Menperin menjelaskan, industri fesyen dikategorikan sebagai salah satu sektor strategis dan prioritas dalam pengembangannya. Hal ini lantaran telah mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
“Industri fesyen menjadi penghasil devisa cukup besar, dengan nilai ekspor pada Januari-Juli 2018 mencapai USD8,2 miliar atau tumbuh 8,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu,” ungkapnya. Sepanjang tahun 2017, tercatat nilai ekspor produk fesyen nasional tembus hingga USD12,23 miliar.
“Dengan performance tersebut, menunjukkan bahwa produk fesyen kita sudah diakui kualitasnya dan banyak diminati oleh mancanegara,” tegas Airlangga. Saat ini, market share produk fesyen Tanah Air mampu menguasai 1,9 persen dari pasar dunia.
Capaian itu menempatkan Indonesia masuk dalam jajaran lima besar dari negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang menjadi pengekspor fesyen muslim terbesar di dunia, setelah Bangladesh, Turki, Maroko, dan Pakistan. “Kami terus memperluas pasar ekspor, yang selama ini masih didominasi ke negara-negara sekitar seperti Asean dan negara-negara di Timur Tengah,” imbuhnya.
Global Islamic Economy memprediksi pertumbuhan pasar fesyen muslim dunia pada tahun 2020 akan mencapai USD327 miliar. “Peluang pasar ini yang perlu kita rebut, karena industri fesyen kita sudah mampu kompetitif di kancah internasional termasuk peran dari sektor industri kecil dan menengah (IKM),” paparnya.
Oleh karena iu, Kemenperin semakin memacu daya saing IKM dan desainer fesyen muslim di Indonesia, untuk terus berinovasi, meningkatkan produktivitasnya serta memperkuat brand-nya sehingga mampu menembus pasar ekspor. Apalagi, saat ini bergulirnya era revolusi industri 4.0 menuntut pelaku usaha agar memanfaatkan teknologi digital atau mengintergrasikan internet dengan lini produksinya.
Menperin meyakini, penerapan industri 4.0 dapat meningkatkan efisiensi, produktvitas, dan kualitas bagi sektor manufaktur. “Di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, satu dari lima sektor yang akan menjadi pionir implementasi industri 4.0 adalah industri tesktil dan pakaian. Ini juga akan menjadi potensi pengembangan bagi industri fesyen muslim di Indonesia,” paparnya.
Direktur Jenderal IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih menyampaikan, pihaknya terus berupaya untukmengintegrasikan sektor hulu dan hilir dalam memajukan industri busana muslim nasional. Salah satu langkah strategisnya, yaknimelalui kemitraan desainer dengan pelaku IKM fesyen di dalam negeri.
“Kami aktif mendorong terciptanya ekosistem bisnis di sektor IKM fesyen muslim. Selain itu, kami memfasilitasi desainer kita terlibat di berbagai pameran dan fashion show baik di dalam maupun luar negeri, sehingga visi Indonesia menjadi kiblat fesyen muslim dunia dapat terwujud,” tuturnya.
Dalam hal ini, Indonesia Moslem Fashion Expo2018 menjadi momen tepat untuk mempromosikan berbagai produk fesyen muslim Indonesia ke masyarakat luas. Kegiatan tersebut terselenggara berkat kerja sama Kemenperin dengan para desainer yang tergabung dalam tim Modest Fashion Project (MOFP). Selain itu juga didukung oleh Wardah Kosmetik, PT. Shafco Coorporation, PT. Faber Castell Indonesia, Sparks Fashion Academy, dan CV. Helloholo Group.
Pameran yang berlangsung selama enam hari, tanggal 1-6 Oktober 2018 di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta ini diikuti sebanyak 50 brand yang terdiri dari IKM fesyen, perhiasan, aksesoris, dan kosmetika. Selain pameran, juga dilaksanakan lomba fashion show dan mewarnai pada Sabtu, 6 Oktober 2018 dengan target peserta sebanyak 1000 orang.
Bimtek di Ponpes
Gati menambahkan, dalam upaya menumbuhkan IKM fesyen muslim di Indonesia, pihaknya telah melakukan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengembangan Produk IKM Busana Muslim di Pondok Pesantren (Ponpes), salah satunya di Ponpes Bahrul Ulum Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Agustus 2018. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Santripreneur.
“Kami membina santri di Ponpes dalam bidang pembuatan busana muslim. Hal ini dilakukan karena industri busana muslim Indonesia sedang merangkak naik seiring semakin luasnya pasar dan meningkatnya jumlah penduduk muslim di dunia,” ungkapnya.
Gati mengatakan, Ponpes berperan penting dalam upaya menumbuhkan wirausaha baru termasuk sektor IKM sehingga dapat mewujudkan kemandirian industri nasional. “Karena kami melihat potensi besar dari kelembagaan dan sumber daya manusia di pondok pesantren,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka, dan Kerajinan Kemenperin, E. Ratna Utarianingrum menjelaskan bahwa berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Kemenperin memiliki target 20.000 wirausaha baru pada akhir 2019.
“Dalam kurun waktu tahun 2013-2015, Ditjen IKM telah membina beberapa pondok pesantren dengan pelatihan yang tematik disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi unit industri yang ada di ponpes,” ujarnya.
Untuk itu, Kemenperin menggelar berbagai program Bimtek guna menciptakan SDM yang kompeten dan profesional sesuai kebutuhan industri dalam mendukung kemandirian ekonomi nasional, seperti melalui Bimtek IKM Busana Muslim di Ponpes Bahrul Ulum yang diikuti sebanyak 20 santri.
Dalam bimtek tersebut, Ditjen IKM memfasilitasi pemberian bantuan mesin dan peralatan produksi yang diserahkan kepada Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum sebagai upaya menumbuhkan startup atau sirausaha baru IKM di lingkungan Ponpes. “Fasilitasi tersebut, antara lain meliputi mesin jahit high speed, mesin jahit portable, mesin obras, mesin jahit bordir manual dan mesin potong kain,” sebutnya.
Ratna berharap melalui kegiatan itu mampu mengembangkan kualitas SDM di lingkungan Ponpes khususnya keterampilan di industri fesyen. Sehingga dapat mamacu penciptaan lapangan kerja, baik itu untuk para santri maupun orang lain.
“Nantinya diharapkan pula berperan sebagai pusat pengembangan ekonomi masyarakat yang mandiri dan profesional, sebagai sarana penyebaran informasi bisnis dan teknologi serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan para santri sebagai cikal bakal wirausaha baru,” imbuhnya.
Discussion about this post