UtusanIndo.com,(Batam) – Penyelewengan garam industri dijadikan konsumsi kian membuat miris nasib petani garam. Kemarin (28/5) Bareskrim membongkar praktek penyelewengan 40 ribu ton garam industri yang dijadikan garam konsumsi yang diduga dilakukan PT Garindo Sejahtera Abadi (PT GSA).
Garam industri yang dijadikan garam konsumsi berpotensi memicu sejumlah penyakit seperti, gondok dan hipotiroidisme. Hal tersebut dikarenakan dalam garam industri tidak terdapat yodium yang mencukupi.
Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Kombespol Daniel Tahi Monang Silitonga menuturkan, garam industri ini diimpor oleh PT GSA dari Australia dan India. Impor dari kedua negara hampir sama, sekitar 20 ribu ton. Sehingga, totalnya ada 40 ribu ton garam.
”Masalahnya garam industri ini ternyata bukan digunakan untuk kepentingan industri,” ujarnya.
Penggeledahan dilakukan di sejumlah pabrik dan gudang PT GSA di Jalan Mayjend Sungkono dan Jalan Raya Banyu Tami, Gresik, Jawa Timur. Dalam lokasi tersebut diketahui ada proses pengemasan garam dengan merk Gadjah Tunggal.
”Satu pak dengan berat 175 gram dijual Rp 400,” jelasnya.
”Ada garam yang sudah siap edar, ada garam yang massih curah,” tuturnya.
Menurutnya, direktur PT GSA berinisial AM telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya pelaku lainnya. ”Kami masih mendalami lagi, ini baru sebulan prosesnya,” ungkapnya ditemui di kantor Dittipideksus kemarin.
Garam industri biasanya digunakan untuk pengasinan ikan dan sebagainya. Karena itu garam tersebut tidak memenuhi kebutuhan yodium dari yang seharusnya sekitar 30 – 80 part per milion (ppm). Garam industri PT GSA yang dijadikan garam konsumsi ini hanya memiliki 22 ppm.
”Ini sesuai dengan hasil uji laboratorium,” tuturnya.
Dengan begitu, bila mengkonsumsi garam PT GSA yang bermerek Gajah Tunggal ini, maka masyarakat bisa mengalami kekurangan yodium. Kondisi kekurangan yodium itu bisa memicu sejumlah penyakit. Kalau dari uji laboratorium disebutkan bisa menyebabkan gondok dan hipotiroidisme.
”Pada intinya kami tidak ingin masyarakat dirugikan,” terangnya.
40 ribu ton garam industri yang diselewengkan menjadi konsumsi merupakan jumlah yang cukup besar. Sesuai data yang diterima Jawa Pos, kebutuhan garam nasional mencapai 2,6 juta ton tiap tahunnya. Artinya, 40 ribu ton garam ini bisa mencapai 2 persen dari kebutuhan garam di Indonesia.
”Ya, kami harap ini menjadi perbaikan, akhirnya garam lokasl milik petani bisa diserap. Bukannya garam impor yang diselewengkan,” ungkapnya.
Menurutnya, Polri berupaya untuk membantu petani garam agar tidak menjadi korban dalam penyelewengan tersebut. Selama ini petani garam selalu menjadi yang terbawah dalam mendapatkan keuntungan dari rantai distribusi garam.
”Ya, kami harap dengan terungkapnya kasus ini petani garam bisa lebih sejahtera,” tegasnya.
Menanggapi tentang impor garam, Kementerian Perdagangan menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan upaya untuk mengawasi agar jalannya impor garam industri berjalan dengan tertib.
“Yang pertama, kami memastikan bahwa impor garam harus ada rekomendasi dari Kemenperin sehingga bisa dipastikan bahwa yang impor adalah benar-benar industri,”ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, saat dihubungi kemarin (28/5).
Selanjutnya, menurut Oke, yang diawasi adalah volumenya tidak melebihi yang telah direkomendasikan. “Karena jumlah telah disesuaikan dengan kapasitas atau utilitas industri. Jadi tidak boleh melebihi kuota yang disepakati,” tambah Oke.
Selain itu, Oke juga menambahkan bahwa Kementerian Perdagangan juga terus berkordinasi dengan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga untuk selalu mengawasi di lapangan.
“Tujuannya untuk memastikan tidak rembes ke konsumsi,” pungkas Oke.
Sementara itu di lain pihak, Kementerian Perindustrian juga menyampaikan langkah mereka untuk mengawasi impor garam industri supaya tidak rembes di pasar konsumsi. Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Achmad Sigit Dwiwahjono menyebutkan bahwa kementerian telah menggandeng PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia memverifikasi kebutuhan yang diajukan masing-masing industri.
“Dari sektor industri kita cegah tidak akan rembes ke garam konsumsi. Karena ada Surveyor dan Sucofindo yang kita tugaskan melakukan verifikasi. Material bahan di sektor industri sudah jelas sekali. Kita memberikan rekomendasi juga berdasarkan verifikasi,” ujar Sigit.
Tugas dari lembaga survei tersebut untuk mengecek apakah kebutuhan garam sebuah industri sesuai dengan kuota impor yang diajukannya. Jika tidak sesuai, maka Kemenperin tidak akan mengeluarkan rekomendasi untuk industri yang bersangkutan.
“Material balance industri kan sudah jelas sekali, kami berikan rekomendasi juga atas dasar verifikasi KSO Sucofindo-Surveyor. Misal industri butuh 150 ribu ton, enggak terus dipenuhi. Kami minta Sucofindo maupun Surveyor untuk verifikasi, bener enggak 150 ribu ton, karena dari material balance bisa diketahui,” tambah Sigit.
Jika ada industri yang terbukti menyalahgunakan impor garam tersebut untuk kepentingan lain seperti menyalurkannya ke pasaran, Sigit menyatakan pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada industri tersebut.
“Itu akan kita tindak tegas, itu kan hukum urusannya. Bisa ditindak secara hukum,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti mengungkapkan bahwa pada dasarnya KKP tidak memiliki kewenangan lagi dalam urusan garam industri pasca terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2016 tentang impor garam.
Meski demikian, pada dasarnya, garam bahan baku dari impor sama sekali tidak boleh diperjual belikan. Garam-garam tersebut seharusnya hanya dipergunakan untuk support industri saja.
“Seperti bahan pembuatan kaca, campuran obat, atau bahan infus saja,” kata pria yang akrab disapa Tiyok ini kemarin (28/5).
Selain itu, kewenangan dan pengawasan garam konsumsi masih tetap berada di bawah KKP. Bagaimanapun, Tiyok menyebut KKP masih punya tugas untuk menjaga suplai garam nasional serta melindungi para petani garam.
Untuk itu, ia sangat menyesalkan kalau ada kebocoran garam impor ke ranah garam industri. Ia berharap insiden semacam ini bisa segera diselesaikan oleh satgas pangan.
“Tapi kami tetap akan kumpulkan laporan-laporan terkait bocornya garam industri ke pasar-pasar rakyat,” jelas Tiyok. (idr/agf/tau/batampos)
Discussion about this post