UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo, atau yang biasa disebut Stanley menyatakan, saat ini kebebasan pers tengah terancam karena kebijakan DPR dan pemerintah. Ancaman tersebut lahir, karena baru-baru ini DPR telah mengesahkan revisi UU MD3 (MPR, DPD, DPR, dan DPRD).
Pasal 122 huruf K dalam UU MD3 menjelaskan bahwa ‘MKD dapat mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan Anggota DPR.’
“Ini kok bisa (UU MD3) mengancam pihak luar di DPR? Nah itu menjadi masalah, pertanyaannya apakah tim pembuat undang-undang ini tidak melibatkan tim yang paham betul tentang kemerdekaan pers?” kata Yoseph di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis 15 Februari 2018.
Kritik Yoseph juga dilayangkan pada pembahasan rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP) yang saat ini tengah digodok di DPR. Dari total sekitar 700 lebih pasal yang saat ini dibahas dalam rancangan KUHP itu, ada beberapa pasal yang juga mengancam kebebasan pers.
Di antaranya, kata Yoseph, pasal 285 dalam RKUHP menyatakan bahwa ‘setiap orang yang menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan atau mengeluarkan pemberitahuan atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang mengakibatkan keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat, padahal diketahui atau patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.’
“Permasalahannya, pemberitaan atau pemberitahuan bohong di sini kan tidak dijelaskan seperti apa. Ini sangat berpotensi dapat mengarah pada teman-teman Pers di lapangan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia sayangkan, pembahasan revisi undang-undang tersebut seperti tidak memperhatikan undang-undang lain yang sudah disahkan jauh sebelumnya. Sehingga, revisi undang-undang MD3 dan pembahasan RKUHP di DPR dilakukan tanpa mencermati UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.(viva)
Discussion about this post