UTUSANINDO.COM,(JAKARTA)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Hal tersebut diketahui dari diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang beredar di kalangan wartawan.
SPDP yang dikeluarkan pada 3 November 2017 itu menyebutkan, bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Novanto sudah dimulai sejak 31 Oktober 2017. Surat itu ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK, Aris Budiman.
Sumber di KPK membenarkan bahwa Ketua Umum Golkar itu kembali ditetapkan menjadi tersangka.
Novanto diduga telah melakukan korupsi bersama-sama Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto. Oleh KPK, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Namun, KPK belum memberikan informasi resmi soal penetapan tersangka kedua Setnov dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Ketua KPK Agus Rahardjo dilansir dari CNNIndonesia.com belum merespons.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya belum mengetahui adanya surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Setnov, dan menetapkan kembali sebagai tersangka.
“Belum ada. Kami masih fokus di lima orang ini dan juga perbuatan konstruksi penanganan perkara. Di sidang kan sedang diajukan saksi dan bukti-bukti,” kata Febri.
Kuasa hukum Setnov Fredrich Yunadi juga membantahnya. Ia mengatakan, kabar tersebut sengaja disebarluaskan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sekretaris Jenderal Golkar mengatakan siap mengikuti apapun proses hukum di KPK. Hal ini menurutnya penghormatan Golkar pada hukum dan keadilan.
“Kami senantiasa menghormati proses-proses yang ada,” katanya.
Ini kali kedua KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Sebelumnya, pada 17 Juli 2017, KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Setelah penetapan itu, Novanto selalu mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit. Novanto sempat dirawat di RS Siloam Semanggi, sebelum akhirnya dipindahkan ke RS Premier Jatinegara.
Di saat bersamaan, Novanto mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Hakim Tunggal, Cepi Iskandar dalam amar putusannya menyatakan penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah.
Dalam pertimbangannya, Cepi menilai, alat bukti yang digunakan KPK pada tersangka sebelumnya dalam perkara yang sama tidak bisa digunakan untuk tersangka selanjutnya.
Dengan putusan itu, Novanto kemudian lepas dari jerat hukum KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. (os/cnn)
Discussion about this post