UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – Untuk memberikan rasa aman, negara harus hadir dengan kekuatan penuh. Salah satu wujud kekuatan tersebut adalah Tentara Nasional Indonesia yang profesional.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam Konferensi Pers Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK yang mengangkat tema ‘Negara Hadir, Mewujudkan Rasa Aman Melalui Perwujudan Stabilitas Politik dan Keamanan, Keadilan Hukum dan Pemajuan Keamanan’ di Bina Graha, Kantor Staf Presiden, Kamis, 19 Oktober 2017.
Menko Polhukam menjelaskan, melalui pertahanan negara trimatra terpadu, secara bertahap menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman bagi seluruh warga negara.
“Dalam membangun alutsista yang modern sesuai harus sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita dengan nilai-nilai transfer teknologi,” ujar Wiranto.
Sementara, dalam membangun wilayah perbatasan, menurut Menko Polhukam, ini adalah wujud nyata terkait amanat dalam Nawacita, yakni Membangun dari Pinggiran. Seperti membangun Pos lIntas Batas Negara (PLBN) Terpadu. Pada 2015-2017 target terbangun 7 PLBN. Rencana pada 2018-2019 terbangun 9 PLBN.
“Membangun dari pinggiran ini harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia sehingga diharapkan akan terbanhun shelter-shelter ekonomi baru. Industri berjalan, ekonomi daerah bergerak dan masyarakat akan semakin meningkat kesejahteraannya,” ulas Wiranto.
Karena itu, Menko Polhukam menekankan bahwa Instruksi Presiden ini bukan main-main. “Kita harus bangga menjadi Indonesia. Itu intruksi Preisden. Karena itu, di perbatasan tidak boleh kalah dengan negara tetangga di sebelahnya,” jelas Wiranto.
Sedangkan terkait penanggulangan Terorisme dan Radikalisme, menurut Menko Polhukam, pemerintah menggunakan pendekatan soft approach dalam program pencegahan dan deradikalisasi. Namun, program penindakan dilakukan dengan pendekatan hard approach dengan tetap tunduk pada peraturan yang berlaku serta prinsip kehati-hatian.
“Ilmu dan konsep yang diterapkan Indonesia terkait penanggulangan terorisme dan radikalisme dengan menggunakan sistem deradikalisasi sedang digali dan dipelajari oleh sejumlah negara di dunia,” ungkap Wiranto.
Terkait reformasi hukum, lanjut Menko Polhukam, meskipun masih banyak agenda dan tantangan yang dihadapi, namun berbagai upaya menjalankan reformasi hukum secara komprehensif sudah mulai menunjukan dampak positif. Indeks Pembanguna Hukum (IPH) dari 2015 hingga 2017 terus mengalami peningkatan.
“Birokrasi pemerintahan yang bersih dan melayani, kendati masih terdapat banyak tantangan, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukan tren perbaikan selama tiga tahun terakhir terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi dari Tahun 2015 hinga 2017 terus mengalami peningkatan ke arah lebih baik,” papar Wiranto.
Selanjutnya, penanganan kasus HAM di Papua, pemerintah membuka diri untuk menerima laporan dari publik, terkait isu dugaan pelangaran HAM yang terjadi antara 1996 dan 2014 dengan membentuk Tim Terpadu Penyelesaiaan Dugaan Pelanggaran HAM Papua.
“Reformasi Birokrasi, dari tingkat pusat hinga daerah, pemerintah terus berupaya memperbaiki diri dengan meningkatkan reformasi birokrasi,” ucap Wiranto.
Sementara, Meko Polhukam mengungkapkan, salah satu tugas khusus Kemenko Polhukam adalah revitaliasi Wantannas (Dewan Pertahanan Nasional) untuk mengkoordinasikan pembinaan Bela Negara seluruh Kementerian/Lembaga (K/L). Selanjutnya, tersusun Rencana Induk dan Rencana Aksi Nasional Pembinaan Bela Negara.
“Terkait Saber Pungli, laporan aduan sebanyak 32.808 dengan OTT sebanyak 1.079 dan tersangka sebanyak 2.152 orang. Dana yang berhasil diamankan sebesar Rp 315.623.2015.500,” pungkas Wiranto.
Wiranto juga menekankan, suksesnya sebuah pembangunan, tidak mungkin terjadi kalau tidak ada stabilitas. Setelah stabilitas terwujud, baru akan ada pemerataan, keadilan dan kesejahteraan.
Menurut Menko Polhukam, stabilnya negeri ini, salah satunya karena tegaknya hukum. Sedangkan stabilitas secara politik, sejak tumbangnya orde baru, terus dirancang sebuah konsep demokrasi Indonesia yang harus lebih baik dari masa-masa sebelumnya.
Indeks demokrasi Indonesia mengalami grafik peningkatan sejak tahun 2015. Pada tahun 2017 terjadi Pilkada yang sangat mempengatuhi indeks demokrasi di tanah air.
“Seperti kita ketahui, Pilkada Serentak 2017 berlangsung aman dan lancar, ini menunjukan kualitas demokrasi Indonesia semakin membaik,” ungkap Wiranto.
Menko Polhukam menjelaskan, tingkat pastisipasi pemilih juga terus meningkat. Tahun 2016 sebesar 69,2% dan 2017 menjadi sebesar 74,5%.
Sementara, koordinasi politik luar negeri, menurut Menko Polhukam, pemerintahan Jokowi-JK juga aktif melakukan kerjasama, baik bilateral, regional maupun global. Salah satunya dalam rangka memerangi terorisme dan radikalisme.
“Dua kali Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah acara tingkat internasional terkait perang melawan terorisme dan radikalisme. Posisi Indonesia dalam kerjasama internasional memerangi terorisme dan radikalisme cukup strategis,” jelas Wiranto.
Saat ini, Menko Polhukam mengungkapkan, ancaman terhadap sebuah negara sudah berubah. Sudah bukan lagi dalam bentuk ancaman militer, karena tingkat energinya begitu besar dan memerlukan biaya yang besar pula.
“Tapi saat ini, polanya menggunakan cara lain, yakni dalam bentuk siber atau dunia maya. Indonesia sudah ikut berbagai forum internasional terkait penyikapan kejahatan siber, salah satunya cyber terorism, yang lintas negara dan tidak mematuhi aturan negara mana pun,” ujar Wiranto.
Menurut Menko Polhukam, pemerintah sudah membentuk Badan Siber Nasional yang embrionya dari lembaga sandi negara.
“Upaya ini dilakukan untuk menangkal virus terorisme dan radikalisme yang banyak merebak di dunia siber,” tegas Wiranto.
Upaya melindungi WNI di luar negeri, pemerintah telah mengerahkan kemampuan sumber daya beserta aparaturnya untuk memberikan perlindungan bagi WNI di luar negeri.
“Di antaranya membebaskan 4 ABK Kapal Henry Christy, 29 WNI yang disandera dibebaskan, 204 WNI yang terancam hukuman mati diselamatkan, 142.733 TKI telah direpatriasi ke tanah air, dan lainnya,” ulas Wiranto
Hubungan Pemerintah Pusat-Daerah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan pencapaian evaluasi dan program Kementerian Dalam Negeri, bahwa Kemendagri adalah Kementerian Kebijakan, bukan Kementerian Teknis.
Dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Kemendagri sudah jelas, yakni membangun sistem tata kelola hubungan pemerintah pusat dan daerah yang lebih efektif, efesien dengan semangat reformasi birokrasi.
Terkait Pilkada Serentak 2018 mendatang, Mendagri mengaku optimistis akan berlangsung lancar dan aman karena tingkat koordinasi antar Kementerian dan Lembaga terbilang maksimal antara Kemendagri, Kemenko Polhukam dan Polri.
“Untuk KTP elektronik per Oktober 2017, awal tahun depan, 2018, seluruhnya sudah selesai sehingga untuk kepentingan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 sudah bisa dijalankan. Begitupun kerjasama dengan sejumlah lembaga kesehatan, hanya dengan NIK yang terekam, sudah tercatat medical record (riwayat kesehatan) yang bersangkutan,” ulas Tjahjo.
Menurut Mendagri, pemanfaatan data juga sudah bekerjama dengan pihak perpajakan dan imigrasi. Sehingga, single identity bisa benar-benar maksimal untuk digunakan.
Sementara, terkait program unggulan, lanjut Mendagri, masih ada kabupaten/kota yang penyerapan anggarannya tidak maksimal. Bahkan, masih banyak daerah yang kekuarangan MCK padahal penyerapan anggarannya masih tidak maksimal.
“Investasi daerah, cukup bagus, pembinaan daerah juga bagus. Awal tahun depan bisa tercapai dengan baik. Begitupun dengan wilayah perbatasan terus dikembangkan agar perekonomian daerah di sana terus meningkat yang berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat,” ungkap Tjahjo.
Selain itu, Mendagri menjelaskan, saat ini, konsep pendidikan di IPDN telah dilakukan kerjasama dengan TNI dan Polri. “Terbukti setelah adanya kerjasama tersebut telah dapat menekan tingkat perkelahian di IPDN serta pelanggaran-pelanggaran lain.
Menyelamatkan uang negara
Jaksa Agung H.M. Prasetyo menjelaskan, dalam rentang tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, Kejaksaan RI mampu menyelamatkan uang negara terkait tindak pidana korupsi senilai Rp1,5 Triliun dan USD 263 ribu.
“Selain penindakan, Kejaksaan juga berupaya menerapkan paradigma baru pemberantasan korupsi yang mengutamakan pendekatan pencegahan melalui Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan atau TP4,” papar Prasetyo.
Di usianya yang masih belia, TP4 telah mengawal proyek pemerintah dengan total nilai Rp247 Triliun dan USD25 juta. TP4 merupakan tim yang dikomandoi Bidang Intelijen dan diperkuat oleh Bidang Pidana Khusus serta Perdata dan Tata Usaha Negara.
Upaya pencegahan korupsi yang komperhensif juga dilakukan dengan mencetak generasi sadar hukum melalui program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) dan Jaksa Masuk Pesantren (JMP). JMS dan JMP merupakan pengejawantahan Nawa Cita ke delapan yakni, Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional. Dalam rentang waktu tiga tahun, telah diselenggarakan 1439 kegiatan JMS oleh Kejaksaan di seluruh Indonesia.
Penyelesaian perkara pidana umum juga menjadi prioritas Kejaksaan RI. Selama tiga tahun, Kejaksaan menerima 469.560 SPDP, 458.728 berkas perkara hasil penyidikan, dan 419.802 perkara sampai pada tahap penuntutan. Melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan juga melakukan tindakan preventif terhadap potensi pelanggaran hukum. Dalam rentang tiga tahun, Bidang telah menyelamatkan uang negara senilai Rp22,5 triliun dan Tanah seluas 7.902 m2. Sementara uang negara yang berhasil dipulihkan mencapai Rp1,7 triliun dan USD 220 ribu. Capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kejaksaan RI juga membanggakan. Hingga September 2017, Korps Adhyaksa telah Rp673, 18 miliar.
Ke depan kejaksaan akan memperkuat dan merevitalisasi satgassus P3TPK. Membuat zero outstanding perkara Tipikor. Serta menegakan hukum berbasis pencegahan melalui TP4 (ksp)
Discussion about this post