UTUSAMNINDO.COM,(PADANG – Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Seokarnoputri, menerima gelar Doktor Honoris Causa atau Doktor Kehormatan bidang politik pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Rabu (27/9).
Menurut pengalamannya sebagai anggota parlemen hingga menjabat sebagai Presiden RI, bahkan sampai saat ini, anggaran riset tak juga tembus 1 persen dari keseluruhan APBN. “Selalu nol koma. Lah terus kita ini katanya punya LIPI, punya Badan Litbang,” katanya.
Mega pun memuji UNP yang telah membuka pandangan baru dalam menjembatani bidang pendidikan dan politik. Mega juga menyampaikan pandangannya dalam menerbitkan UU Sisdiknas pada 2003 lalu. Ia beranggapan, UU tersebut diwujudkan sebagai bentuk upaya untuk menyetarakan peluang pendidikan antara kota dan daerah, serta antara sekolah negeri dan swasta.
“Semua sekolah harus setara. Itu kenapa saya minta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, buku di sekolah juga harus sama. Peluang pendidikan di Indonesia harus sama,” ujar Mega
Pemberian gelar Doktor Kehormatan oleh UNP dilatari peran Mega dalam menerbitkan Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Megawati dianggap berjasa dalam membawa perubahan atmosfer pendidikan dari Orde Baru ke era Reformasi. Salah satu poin penting dalam UU Sisdiknas adalah adanya mandat bagi pemerintah pusat untuk menyisihkan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan, serta porsi yang sama juga berlaku untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh pemerintah daerah.
Dalam Pidato ilmiahnya, selain memuji UNP, Mega juga menyinggung soal peristiwa 1965, Mega curhat tentang Presiden pertama RI Bung Karno dalam keterkaitannya dengan peristiwa 1965. Mega berharap, masyarakat kembali mengenal sosok Bung Karno tanpa dibatasi “tembok” peristiwa 1965.
Megawati meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kembali memberi pendidikan sejarah mengenai periode ini kepada murid sekolah.
“Apakah kita ini tidak ingin tahu ya dengan yang namanya Bung Karno hanya karena pada tahun 1965 ada sebuah peristiwa, yang saya bilang, itu yang harus dipelajari oleh rakyat Indonesia terutama generasi mudanya,” ujar Mega.
Mega merasa, pasca-1965 terjadi sebuah gerakan untuk menyisihkan Bung Karno. Baginya hal tersebut tidak adil untuk ditimpakan kepada seorang Bapak Proklamator.
“Jangan hanya ingin berkuasa, namun karena tidak tahu bagaimana mengambil kekuasaan, justru mereka halalkan segala cara. Apakah itu adat Indonesia?” kata Mega. (Cn)
Discussion about this post