UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) -Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) patut di apresiasi, karena sangat jelas menekankan Pada Penguatan Pendidikan Karakter bukan seperti Permendikbud No 23/2017 yang menekankan justru pada hari sekolah dan lamanya anak belajar di sekolah. Selain itu, Perpres PPK menghapus kewajiban sekolah 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, hal ini jelas didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan yang terbaik bagi anak.
Pada Pasal 9 Perpres tentang PPK, terlihat pemerintah mengakomodir pihak-pihak yang keberatan dengan pemberlakuan sekolah lima hari dan atau 40 jam per minggu. Pasal ini kemudian memberikan pilihan lima hari atau enam hari sekolah. Bahkan pasal 9 ayat (3) menentukan persyaratan sekolah lima hari melalui poin (a) sampai dengan (d). Selain kecukupan pendidik, juga harus didukung sarana dan prasarana memadai, kearifan lokal dan bahkan pendapat ulama atau tokoh agama. Prasyarat menjadikan 5 hari sekolah tidak mudah dilaksanakan oleh satuan pendidikan tanpa memenuhi keempat prasyarat tersebut.
Anak butuh role model
Perpres PPK tidak otomatis mudah diimplementasikan di lapangan, perlu diterjemahkan kembali dalam aturan turunan dari Perpres, bisa semacam petunjuk teknisnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi PPK adalah :
Pertama, Karakter tidak bisa di di teorikan apalagi didiktekan pada anak. Karakter harus dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah. Membangun karakter harus dimulai dengan membangun budaya sekolah (school culture). Artinya melibatkan seluruh stakeholder di sekolah, mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, siswa dan bahkan orangtua serta masyarakat sekitar.
Kedua, Membangun karakter itu harus dimulai dari orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah, karena anak belajar dari model atau butuh role model di sekitarnya, sebab 70% perilaku anak-anak adalah meniru. Misalnya sekolah ingin menanamkan karakter jujur, maka harus dimulai dari kepala sekolah yang mengelola keuangan sekolah secara transparan, laporan keuangan dapat diakses di website sekolah, anggaran disusun dengan partisipasi warga sekolah, dll. Kalau kepala sekolah mencontohkan transparan maka anak OSIS pun pasti meniru dengan mengelola uang secara transparan dan melaporkannya juga secara transparan kepada publik. Aak butuh teladan.
Ketiga, mendidik karakter adalah membangun kebiasaan, perilaku berulang yang bisa menjadi budaya atau kebiasaan. Misalnya perilaku membuang sampah pada tempatnya dan memilih sampah di sekolah. Sehingga anak-anak akan terbiasa menyimpan sampahnya jika dia tak menemukan tempat sampah dan akan dibuang sampai dia menemukan tempat sampah. Ini harus konsisten dan secara terus menerus dilakukan. Tentu saja harus dimulai dari guru dan kepala sekolah yang harus menjadi model atau teladan terlebih dahulu.
Keempat, keberhasilan PPK sangat ditentukan oleh factor pendidik yang akan jadi role model bagi peserta didik. Tidak adil jika fokusnya menuntut anak berubah, tetapi tidak diiringi dengan manusia dewasa di sekitar anak berubah terlebih dahulu sebagai contoh teladan atau model.
Kelima, Agar PPK berhasil diimplementasikan oleh satuan pendidikan maka pemerintah harus berkonsentrasi penuh melatih dan mempersiapkan guru. Pemerintah juga harus bekerja keras memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SNP), yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.( Release)
Discussion about this post