UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bersama LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), mendatangi sekolah Mexindo, untuk mengunjungi korban, saksi dan ibunya.Bahkan menemui P2TP2A Bogor untuk mengetahui perkembangan hasil pendampingan psikologi pada korban,Rabu, 23 Agustus 2017.
Kasus yang menyita perhatian publik ini memicu keprihatinan banyak pihak. Karena dugaan kekerasan seksual yang menimpa seorang siswi di sekolah Mexindo Bogor, saat ini masih dalam proses penyelidikan oleh pihak Polresta Bogor.
“Ada beberapa temuan KPAI dan LPSK dilapangan seperti, Pembelajaran di TK Mexindo saat kunjungan berlangsung sangat kondusif, KPAI dan LPSK diberikan kesempatan berkeliling sekolah termasuk ke ruangan dimana korban pernah belajar di kelas itu, kemudian melihat toilet, perpustakaan dan lapangan bermain para siswa”, tulis Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, dalam press realiase kepada utusanindo.com,Kamis,(24/8/2017).
Menurut, Retno, Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah, korban sudah dipindahkan ke sekolah lain berdasarkan permintaan orangtuanya. Selain itu, terduga pelaku juga sudah tidak bekerja lagi di TK Mexindo, tetapi ybs di mutasi ke Dinas Pendidikan Kota Bogor karena ybs berstatus PNS. Pemindahan dilakukan sebagai upaya preventif demi terciptanya situasi sekolah yang kondusif.
“Kepala sekolah juga menjawab dan memberikan keterangan kepada KPAI dan LPSK dengan kondisi santai dan penjelasannya mengalir. KPAI menanyakan kronologis penanganan pengaduan orangtua korban terkait dugaan kekerasan seksual di sekolah tersebut dan dijawab secara runut. Namun sekolah memang menunggu dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Polresta Bogor. Secara umum, prosedur penanganan kasusnya cukup baik dan sekolah juga merespon cepat pengaduan tersebut. Pihak sekolah juga cukup kooperatif dalam memberikan keterangan kepada pihak kepolisian, maupun kepada KPAI dan LPSK”, tulisnya.
Kemudian, Kata Retno, KPAI dan LPSK berkesempatan bertemu korban dan saksi beserta para ibunya. Pertemuan berlangsung dengan santai dan penuh kekeluargaan. Terungkap kemudian bahwa yang memviralkan kasus ini melalui media social bukan ibu korban, tetapi pihak lain yang tidk pernah ijin juga kepada ibu korban untuk melakukan hal itu. Ibu korban juga merasa tak nyaman dengan perkembangan terakhir ini setelah viral. Yang diviralkan tak hanya curhatan ibu korban di akun facebooknya, tetapi juga video tentang korban. Berkaitan dengan hal ini, KPAI akan berkoordinasi dengan Kemeninfo RI untuk melakukan pemblokiran demi melindungi kepentingan dan keselamatan korban sebagai anak.
“Ibu korban dan ibu saksi akhirnya juga menandatangi kesediaan untuk didampingi oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) selama proses hukum ini berlangsung. KPAI juga akan mendampingi dan mengawal kasus ini serta memastikan penggunaan UU Perlindungan Anak terhadap pelaku jika polisi sudah menetapkan tersangka”, ujarnya.
Sementara itu, P2TP2A Bogor juga sudah melakukan pendampingan psikologi sejak kasus ini dilaporkan ke kepolisian. Pendampingan sudah 3 kali dilakukan dan 1 kali home visit ke rumah korban. Selama proses berlangsung, ibu korban selalu mendampingi anaknya. Secara umum kondisi korban secara fisik memang sehat dan terlihat ceria bermain selama pertemuan berlangsung. Namun, menurut keterangan ibu korban, sikap korban setelah peristiwa dugaan kekerasan seksual di laporkan ke kepolisian.Korban menjadi mudah marah, suka menginggau dan berteriak saat tidur, saat tidur korban seperti gelisah dan kurang nyenyak.
P2TP2A akan terus melakukan pendampingan secara piskis dan mempelajari perkembangan terakhir korban pasca kasus ini viral. Karena menurut P2TP2A, secara psikologis seorang anak kecil, meski tidak tahu apa yang sedang terjadi, namun alam bawah sadarnya dapat merasakan kalau dirinya sedang dibicarakaan banyak orang di negeri ini. Hal ini bisa saja menjadi penyebab perubahan sikap pada dirinya. Namun, P2TP2A akan tetap mempelajari perkembangan terakhir ini.( bons/release)
Discussion about this post