UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, peristiwa seorang siswa kelas II SDN Longkewang, Desa Hegarmanah, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, berinisial SR dilaporkan tewas setelah dipukul teman sekelasnya, pada Selasa (8/8), membuktikan sekolah belum menjadi tempat aman bagi anak.
“Sekolah aman dan nyaman bagi anak didik ternyata masih jauh dari harapan. Pembelaan sekolah dengan menyatakaan bahwa peristiwa kekerasan yang menimpa SR terjadi di belakang kantor, sementara pendidik fokus mengawasi pelajar di depan kantor, tetap tidak bisa ditolerir,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, Rabu (9/8).
Berkaca dari peristiwa ini dan banyaknya kasus-kasus kekerasan di sekolah yang diterima di pengaduan KPAI, menjadi suatu kesempatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk meninjau kembali kebijakan menambah lamanya berada di sekolah. Karena, ternyata sistem pengawasan yang lemah di banyak sekolah telah membuat sekolah tak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak.
KPAI menyayangkan kesimpulan dini yang dinyatakan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, yang seolah menolak telah terjadi dugaan kekerasan di sekolah sehingga menimbulkan kematian SR. Pernyataan yang menyebut bahwa tidak ditemukan bekas pukulan, hanya baju dan celana SR yang kotor, menunjukkan kesimpulan yang mendahului penyelidikan hasil autopsi yang sedang dilakukan aparat penegak hukum.
“Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi dan jajarannya, seharusnya justru mendukung penyelidikan dan menolak berkomentar hingga ada hasil dari penyelidikan, hal yang penting dilakukan pihak Disdik adalah melakukan evaluasi terhadap pengelola atau tenaga pengajar dan sistem pengawasan di sekolah,” kata Retno.
KPAI meminta pemerintah daerah juga harus segera menurunkan tim inspektorat untuk melakukan pemeriksaan terkait pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap jajaran birokrasi pendidikan hingga pihak satuan pendidikan.
KPAI mendukung penyelidikan pihak aparat penegak hukum, namun KPAI akan memastikan bahwa anak sebagai pelaku atau istilah perudangan adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) harus sesuai dengan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Apalagi para pelaku masih dibawa usia 12 tahun, penanganannya harus memperhatikan hak-hak anak dan kondisi psikologinya sebagai anak sebagaimana diatur dalam UU SPPA tersebut,” kata Retno.
Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang SPPA adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
KPAD Kabupaten Sukabumi hari ini meninjau tempat kejadian perkara dan akan mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan KPAI dalam menelaah kasus ini demi kepentingan dan perlindungan anak. KPAI juga akan berkoordinasi dengan Pemda Sukabumi dan Polres Sukabumi terkait masalah kematian SR. ( Republika)
Discussion about this post