UTUSANINDO.COM,(PADANG) – Mengapa jumlah penduduk miskin di Indonesia masih 28 juta orang (10,64 persen). Tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan juga semakin tinggi. Sementara tingkat kesenjangan pengeluaran hanya sedikit turun dari 0,394 pada September 2016 menjadi 0,393 pada Maret 2017.
Padahal, jika dilihat, dana pemerintah lewat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang ditransfer ke daerah semakin besar. Sejak tahun lalu, untuk pertama kalinya alokasi dana transfer ke daerah, termasuk dana desa, melampaui belanja kementerian dan lembaga (K/L). Untuk tahun ini, alokasi anggaran transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 764,9 triliun, lebih besar dari total anggaran belanja K/L yang sebesar Rp 763,6 triliun. Selain itu, dalam kurun waktu 2011-2016, dana transfer ke daerah melonjak 72 persen.
Kian parahnya kondisi kemiskinan dan kesenjangan menunjukkan bahwa dana transfer daerah yang setiap tahun naik signifikan belum mampu menyejahterakan rakyat. Padahal dengan dana yang begitu besar, mestinya sangat cukup untuk menaikkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan. Ke mana larinya dana tersebut?
Apabila dilihat lebih detail, komponen utama dana transfer ke daerah adalah dana alokasi umum (DAU) yang sifatnya block grant atau dapat digunakan oleh pemerintah daerah secara bebas. Realitanya, dana tersebut lebih banyak dipakai untuk membiayai anggaran rutin daerah daripada untuk belanja modal yang sifatnya produktif.
Sebagian besar dana transfer daerah tersedot untuk belanja pegawai dan belanja rutin lain. Data memperlihatkan bahwa rasio pengeluaran untuk belanja pegawai terhadap total belanja anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di kabupaten/kota mencapai 39 persen dan di provinsi sebesar 27 persen. Bandingkan dengan porsi dana belanja modal di tingkat kabupaten/kota yang hanya sebesar 23 persen dan di tingkat provinsi sekitar 18 persen dari total belanja APBD.
Ironi bahwa kenaikan dana transfer daerah tidak sebanding dengan kenaikan kesejahteraan memunculkan dugaan bahwa banyak dana daerah yang dikorupsi. Banyaknya pejabat daerah dan DPRD yang terjerat kasus korupsi anggaran menunjukkan hal itu. Banyak daerah yang merekayasa program dan proyek yang sejatinya hanya untuk berlindung dan merupakan akal-akalan agar dapat dikorupsi. Praktik mark-up atau penggelembungan proyek masih saja terjadi.
Fakta menunjukkan bahwa banyak daerah yang tidak memiliki perencanaan dan program yang baik. Kalaupun ada perencanaan, itu hanya sebatas proforma. Hanya daerah tertentu, tidak sampai 5 persen, yang perencanaan dan pengelolaan anggarannya bagus. Yang lebih menyedihkan, dana APBD yang mengendap di perbankan masih sebesar Rp 222 triliun. Ini menunjukkan bahwa banyak daerah yang bingung memanfaatkan anggaran dan tidak memiliki perencanaan yang baik. Padahal, dana sebesar itu dapat menjadi stimulus bagi perekonomian daerah.
Ada pula sejumlah kelemahan yang membuat dana transfer daerah tidak efektif dan rawan korupsi. Pertama, komitmen daerah dan kedisiplinan pelaksanaan yang rendah dalam pelaksanaan proyek fisik. Kesiapan dokumen perencanaan juga rendah. Kelemahan lain adalah kurangnya keterpaduan, konsistensi, dan sinkronisasi perencanaan dengan penganggaran. Selain itu, ada gangguan intervensi hak bujet DPRD yang terlalu kuat serta rendahnya kompetensi pengelola keuangan daerah.
Itulah sebabnya, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran harus lebih ketat, guna mencegah korupsi. Menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk merealokasi anggaran ke arah program dan kegiatan yang produktif, yang benar-benar mampu menaikkan kesejahteraan rakyat. Selain itu, anggaran yang demikian besar harus mampu menciptakan birokrasi yang efisien dan menyediakan kualitas pelayanan publik yang lebih baik.
Salah satu cara untuk mencegah korupsi anggaran adalah penerapan teknologi informasi, seperti e-budgeting, e-catalog, dane-procurement yang sudah sukses diimplementasikan oleh sejumlah pemda. Selain itu, pemerintah harus lebih disiplin dalam menerapkan mekanisme rewards and punishment.
Daerah layak mendapat insentif apabila dapat mengelola keuangannya dengan baik dan efektif, memberikan pelayanan dasar publik yang prima, serta benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, mereka yang buruk dalam pengelolaan anggaran wajib dikenai sanksi, baik penundaan maupun pemotongan anggaran. Selebihnya, timpakan hukuman seberat-beratnya bagi pejabat pencuri uang rakyat.
****
Discussion about this post