UTUSANIndo.com,(PADANG) -Sebagian kalangan beranggapan, voucher zakat dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Padang tidak dibagikan secara gratis kepada pejabat dan anggota DPRD Kota Padang, tapi dibeli dengan jumlah yang sesuai dengan kesanggupan. Uang hasil penjualan voucher itu yang kemudian dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya di Kota Padang.
“Saya kebetulan ada kenalan bro dan info yg bisa dipercaya. Anggota dewan ada sejumlah minimal jatah voucer yg mereka beli, dan mereka kalau mau salurkan langsung juga bisa. Itu program pemko agar orang2 mampu ikut andil membantu bro. Dan pogram ini sdh lama bro, ingat kota padang tiap tahun selalu dapat predikat WTP,” komentar Khairul Azmi, salah seorang netizen di postingan berita di kronologi akun Titik Cynthia, 28 Juni 2017.
Bahkan, lebih jauh Khairul Azmi berkomentar, “Harga 1 buah voucer 50.000,- , namun nilainya sbnarnya 150.000,- krna 100.000 tambahan dana dr pemko. artinya setiap 1 lembar yg dibeli pra pejabat, DpRd, dan muhsinin dg harga 50.000,- , maka akan dibagikan kpd mustahiq sebesar 150.000,- rupiah.”
Namun, anggapan bahwa voucher zakat tersebut dibeli, dibantah oleh salah seorang anggota DPRD Kota Padang, H Maidestal Hari Mahesa dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Dikonfirmasi melalui WhatsApp, Jum’at, 30 Juni 2017 dini hari, menurutnya, voucher zakat yang dibagi-bagikan kepada anggota DPRD Kota Padang tersebut adalah gratis.
“Ndak betul tuh. Gratis dari Baznas. Tidak ada yang membolehkan itu. Masa anggota dewan dan pejabat yang bagikan. Atas dasar apa mereka bisa menyalurkan? Agama? Mereka bukan amil zakat,” ungkapnya.
Ia pun mempertanyakan posisi anggota DPRD Kota Padang dan pejabat dalam penyaluran voucher zakat dari Baznas. Sebab, anggota DPRD dan pejabat bukanlah penyalur atau agen dari voucher zakat dari Baznas tersebut.
“Sekedar penyaluran? Emangnya anggota DPRD itu penyalur? Agen?” cakap Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Padang ini.
Lantas, apakah pemberian voucher zakat secara gratis kepada pejabat dan anggota DPRD Kota Padang yang kemudian disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi?
Dikutip dari situs kpk.go.id, menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.”
Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi, “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”
Discussion about this post