UTUSANINDO.COM,(PADANG)M- Pemerintah Provisi Sumatera Barat mengusulkan perubahan kebijakan umum dan program RPJMD 2016 – 2021 adalah guna mengkomodir rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pengelolaan aset daerah serta merasionalisasi kembali program dan kegiatan dalam RPJMD sebelumnya.
Wakil ketua DPRD ini juga menyebutkan, untuk menindaklanjuti usulan perubahan kebijakan umum dan program RPJMD tersebut, pada rapat paripurna 3 April 2017 lalu DPRD Sumbar telah membentuk panitia khusus (pansus) yang akan bertugas melakukan pembahasan RPJMD, Kata pimpinan rapat paripurna, Arkadius pada rapat paripurna dengan agenda penetapan perubahan kebijakan umum dan program RPJMD Provisi Sumatera Barat, Selasa (23/5/2017).
”Dengan telah selesainya tugas pansus, maka diagendakan penyampaian laporan pansus untuk selanjutnya mendengarkan pandangan umum fraksi-fraksi serta pengambilan keputusan terhadap perubahan kebijakan umum dan program RPJMD 2016 – 2021,” terang Arkadius.
Ketua Pansus RPJMD, Mochlasin dalam laporannya menyampaikan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk dapat mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD). Target peningkatan PAD dinilai masih dapat digenjot pada tahun akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021.
Bahkan optimalisadi PAD tersebut juga menjadi sorotan sejumlah fraksi-fraksi dalam pandangan akhirnya terhadap perubahan kebijakan umum dan program pembangunan RPJMD tahun 2016-2021. Fraksi – fraksi menilai, masih banyak potensi PAD yang belum tergarap secara maksimal, bahkan ada yang belum tergarap sama sekali.
Marlis dari Fraksi Hanura menyorot tajam terkait persoalan PAD tersebut. Menurutnya, masih banyak potensi yang bisa digali dan banyak pula sumber-sumber PAD yang masih bisa dioptimalisasi. “Ketidakoptimalan penggarapan potensi sumber-sumber PAD membuat pendapatan daerah menjadi sedikit. Ini harus diperhatikan oleh pemerintah daerah sehingga potensi PAD dapat tergarap lebih optimal untuk membiayai pembangunan daerah,” ujarnya.
Dia menegaskan, pendapatan daerah bukan untuk kepentingan DPRD atau pemerintah saja, tetapi adalah untuk kepentingan masyarakat. Program pembangunan daerah tidak akan berjalan maksimal jika sumber-sumber pendapatan tidak memberi kontribusi yang lebih besar.
Dia juga menyentil beberapa persoalan terkait pendapatan daerah, antara lain mengenai upah pungut. Dia mempertanyakan apakah orang-orang yang menerima upah pungut tersebut sudah melakukan tugas yang paling tidak, sebanding dengan upah pungut yang diterima. Target peningkatan PAD 1,5 persen per tahun atau menjadi 8 persen pada tahun 2021 nanti dinilai masih bisa ditingkatkan, apabila semua potensi tergarap dan pelaksanaan pemungutan dapat berjalan maksimal.
“Pada akhir tahun nanti hendaknya realisasi pencapaian PAD harus meningkat 2,5 persen. Itu harga mati,” tegasnya.
Selain menyorot upah pungut, Marlis juga mengingatkan pemerintah daerah untuk berupaya meningkatkan pendapatan dari pajak air permukaan di bendungan Koto Panjang. Sejauh ini, lanjutnya, pembagian hasil antara Provinsi Sumatera Barat dengan provinsi Riau dirasakan belum memenuhi prinsip keadilan. “Pajak air permukaan ini kami nilai tidak adil pembagian antara Sumbar dan Riau. Sementara sumber airnya berada di wilayah Sumatera Barat,” tukasnya.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga tak luput dari sorotan Marlis. Dia menilai, BUMD belum memberikan kontribusi yang maksimal melalu deviden untuk menambah pendapatan daerah. Salah satunya adalah Bank Nagari, yang menurutnya belum bisa dibanggakan.
Dia berharap, ke depan Pemprov Sumbar berusaha lebih giat lagi dalam menggali potensi dan meningkatkan pendapatan daerah. Dengan bertambahnya pendapatan daerah, tentu pembiayaan pembangunan dapat lebih baik dan lebih banyak lagi(de/bons)
Discussion about this post