UTUSANINDO.COM,(JAKARTA) – Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebut, sektor swasta merupakan sektor yang paling rawan korupsi. Sebab, sepanjang berdirinya KPK sebanyak 156 orang dari pihak swasta telah dijerat. Jika dibanding dengan sektor lainnya seperti penegak hukum dan penyelenggara negara, sektor swasta mencetak rekor korupsi yang paling tinggi.
Menurut Syarif, modus korupsi pada sektor swasta adalah menyuap penyelenggara negara atau pejabat publik hingga miliaran guna mewujudkan kepentingannya. KPK meyakini uang suap yang diberikan berasal dari perusahaan atau korporasi. Namun pihak yang ditangkap atau ditersangkakan berdalih uang tersebut adalah milik pribadi.
“Itu total kebohongan, dia pasti mengambil uang perusahaan dan dia (bertindak) atas nama perusahaan,” kata Syarif sewaktu berbicara dalam seminar bertajuk “Menjerat Korporasi dalam Pertanggungjawaban Hukum,” di Jakarta, Selasa (21/3).
Pihaknya berharap, diterbitkannya Perma No 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi dapat memudahkan penegak hukum dalam menjerat pidana korporasi yang terlibat korupsi.
Syarif bahkan mengisyaratkan KPK bakal menjerat korporasi nakal karena pihaknya malu dengan penegak hukum lain yang telah berhasil menjerat korporasi dalam perkara korupsi.
“Saya malu dengan Kejaksaan Agung yang sudah ada dua perkara, dari KPK belum ada tipikor yang menjerat perusahaan atau koporasi,” katanya.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menyebut proses menerbitkan Perma tentang Korporasi bukan perkara mudah. Bahkan, perma tersebut menjadi perma yang memakan proses paling lama untuk diterbitkan sepanjang sejarah MA.
Menurut Hatta, sedikitnya 70 UU di Indonesia sudah mengatur ketentuan kejahatan korporasi namun, tidak ada hukum acara yang jelas untuk mengusut kejahatan korporasi. Maka Perma Korporasi diterbitkan untuk memberi kepastian hukum acara yang belum diakomodasi dalam KUHAP.
“Saya ingat terbitnya SK tentang pembentukan Pokja Perma ini kurang lebih setahun yang lalu dan baru beberapa bulan lalu, tepatnya akhir 2016 lahir perma ini,” ujar Hatta Ali.
Hatta Ali mengingatkan, Perma Korporasi sangat membantu penegak hukum termasuk hakim agar tidak gamang menangani korporasi. Sebab perma tersebut memuat batasan istilah mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengurus korporasi.
Kendati memakan proses yang tidak sebentar dan melibatkan banyak pihak, Hatta Ali meyakini, masyarakat memiliki kebingungan terhadap Perma Korporasi sehingga menimbulkan pro dan kontra.
“Inilah sulitnya perma ini lahir namun masih ada juga komentar menyatakan, pro dan kontra terhadap perma ini,” kata Hatta Ali.( B1)
Discussion about this post