UTUSANINDO.COM,(JAKARTA)- Wakil Ketua KPK Laode M Syarif ,mengatakan, pihaknya ingin mensinkronkan data transksi keuangan politically exposed persons (PEP) atau pejabat publik. Selama ini, setiap bank mempunyai list masing-masing terkait transaksi tersebut. Jika ada transaksi yang mencurikan, pihak bank langsung melapor ke PPATK. Sesuatu aturan yang ada, kalau transaksi di atas Rp 500 juta, maka baru dilaporkan ke PPATK.
“Karena adanya aturan itu, banyak sekali yang sengaja melakukan transaksi di bawah Rp 500 juta,” papar Laode seperti dikutip dari Indopos(JPG), Selasa (3/10).
Laode mengatakan, saat ini KPK bersama PPATK, OJK, dan bank masih melakukan kajian siapa saja yang masuk kategori PEP. Mereka bisa saja pejabat negara, pengurus partai politik (parpol), semua anggota legislatif dan yudikatif.
“Orang yang betul-betul terekspos secara politik,” ujarnya. Apakah keluarga pejabat atau tokoh parpol juga masuk kategori PEP, hal itu juga masih dikaji.
Menurut dia, dengan adanya sinkronisasi data perbankan, KPK bisa dengan mudah melakukan pengawasan dan mengetahui adanya transaksi mencurigakan. Jika diketahui ada transaksi mencurigakan, pihaknya bisa memberikan peringatan lebih awal. Kerjasama itu diharapkan bisa menjadikan industri perbankan Indonesia lebih baik dan aman.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, pihaknya akan membentuk database PEP. Data tersebut bisa digunakan untuk mengetahui semua transkasi yang dilakukan pejabat. Menurutnya, tidak hanya tokoh parpol dan pejabat aktif saja. Mantan pejabat juga akan masuk dalam database. “Semuanya akan diatur,” terangnya.
Bahkan, lanjut dia, data keluarga pejabat juga akan dimasukkan. Misalnya, transaski gubernur. Selain milik gubernur, data keluarganya juga akan dimasukkan. Sebab transaksi keuangan pejabat biasanya melibatkan nama keluarganya, sehingga data mereka juga diperlukan. “Data anak dan istrinya. Bukan berarti mereka terlibat transaksi mencurigakan,” jelasnya.
Jenderal polisi bintang satu itu menyatakan, database itu berisikan semua transaksi keuangan pejabat. Bukan khusus untuk transaksi yang mencurigakan. Data yang mencurigakan pasti sudah dilaporkan ke PPATK.
Database PEP sangat penting. Jika nanti ada pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi atau terlibat di dalamnya, maka KPK akan dengan mudah mendapatkan bukti transaksi keuangan mereka. “Tidak perlu menunggu dua atau tiga hari. Hari itu juga kami sudah pegang datanya,” papar dia.
Tidak perlu lagi meminta PPATK. Selama ini, tuturnya, KPK harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan data transaksi keuangan pejabat yang terlibat kasus korupsi. Jadi, database bisa mempercepat penanganan perkara korupsi.
Basaria mengatakan, pihak PPATK, OJK dan perbankan sangat mendukung program tersebut. Mereka satu suara untuk membentuk database yang bisa digunakan untuk mengawasi transaksi keuangan PEP. (lum/indopos/JPG/nto)
Discussion about this post