UTUSANINDO.COM,(JAKARTA)- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat mengabulkan permintaan bekas anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti menjadi justice collaborator dan meringankan vonis, yakni empat tahun enam bulan dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, dari yang semula 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga menolak permintaan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik Damayanti sehingga dirinya masih bisa dipilih dan memilih.
Dalam kesempatan tersebut, Damayanti dengan mata berkaca-kaca mengatakan dirinya akan menebus kesalahannya dengan bekerja sama dengan KPK untuk menyebutkan pihak-pihak lain yang terlibat kasus tersebut. “Kalau keterlibatan sebagai juctice collaborator, maka saya harus siap bekerja sama dengan KPK,” ujar Damayanti kepada sejumlah awak media.
Pihak-pihak yang dia maksudkan itu termasuk pimpinan Komisi V DPR yang diduga terlibat dalam suap proyek jalan di Maluku. Hal itu dikonfirmasi oleh salah satu jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Ronal Worotikan.
“Memang pada saat putusan kami, JPU menyatakan bahwa Damayanti telah diberikan status justice collaborator. Memang dalam perkara ini ada beberapa pihak-pihak lain, kalau kami cermati dari pernyataan majelis hakim adanya pertemuan setengah kamar kapoksi-kapoksi itu. Itu memang ada dalam fakta-fakta dan Ibu Damayanti juga menjelaskan itu,” tukas Ronal.
Dalam putusannya, majelis hakim memandang Damayanti telah bertindak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Hal itu disebutkan oleh anggota hakim Sigit Herman Binaji saat membacakan putusan terhadap kader PDIP di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Majelis sependapat pada jaksa dan pimpinan KPK bahwa terdakwa patut disematkan status sebagai justice collaborator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum,” ujar hakim Sigit, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/9/2016).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Damayanti telah mengakui perbuatan menerima suap Rp8,1 miliar dan berterus-terang sehingga perkara hukum menjadi jelas. Keterangan Damayanti menjelaskan skenario pihak-pihak tertentu di Komisi V DPR serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam pengurusan persetujuan anggaran di APBN 2016.
Tak hanya itu, pengakuannya juga membantu KPK dalam menetapkan tersangka lain, yakni anggota Komisi V DPR Budi Supriyanto dari Fraksi Partai Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN, serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
Diketahui bekas anggota Komisi V DPR it melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Dia didakwa menerima suap sebesar Rp8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Solopos
Discussion about this post